Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

PGI Minta Sekolah Minggu Dicabut dari RUU Pesantren

PGI menyampaikan dua saran dalam merumuskan Rancangan Undang-Undang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan.

30 Oktober 2018 | 16.54 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Juru Bicara Persekutuan Gereja Indonesia (PGI), Jeirry Sumampow (kedua kanan) dalam jumpa pers terkait rusuh Tolikara di Kantor PGI, Jakarta, 18 Juli 2015. Mereka meminta lembaga independen membentuk tim ivestigasi terkait terjadinya bentrokan antara Jemaat Gereja Injili di Indonesia (GIDI) dan umat Muslim yang sedang menunaikan Salat Ied di Tolikara, Papua. TEMPO/Dhemas Reviyanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Jeirry Sumampow, meminta agar umat Kristen atau minimal organisasinya dapat lebih dilibatkan dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Sebetulnya respons kemarin itu hanya ingin menjawab keresahan yang ada di umat. Kami memang masih kekurangan informasi soal rancangan undang-undang ini,” kata Jeirry dalam acara diskusi di Media Center MPR/ DPR RI Gedung Nusantara III, Selasa 30 Oktober 2018.

Jeirry pun menyampaikan dua saran sebagai bahan pertimbangan bagi DPR dalam merumuskan RUU tersebut. Pertama, ia meminta untuk mengeksklusi (mengeluarkan) ayat-ayat yang mengatur kegiatan Sekolah Minggu dan Katekisasi di gereja dalam RUU tersebut.

Menurutnya, pasal 69 yang mengatur kedua kegiatan tersebut dirasa kurang sesuai. Sebab, dua kegiatan ini adalah rangkaian kegiatan keagamaan. Ia pun mempersilakan agar undang-undang ini berjalan khusus untuk mengatur Pesantren, dengan alasan agar tidak membingungkan penganut umat beragama lain.

Meski begitu, ia mengaku bisa menangkap semangat keberagaman yang ada dalam rancangan undang-undang ini. “Ini untuk memperlihatkan undang-undang ini tidak mengatur hanya satu pendidikan keagamaan. Saya kira spirit ini kami tangkap juga,” ujar dia.

Saran kedua, Jeirry mengatakan, ketimbang memformalkan Sekolah Minggu dan Katekisasi, ia memandang akan lebih baik bila yang diatur adalah sekolah-sekolah umum yang dikelola oleh gereja. Sekolah ini, menurut dia, bisa diatur dalam undang-undang agar bisa memasukkan kurikulum pendidikan keagamaan secara lebih mendalam. Menurutnya hal ini lebih sepadan, bila disandingkan dengan pesantren.

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus