BAGAIKAN kuda yang baru lepas dari pingitannya, Bulgaria kini memilih pemerintahan demokrasi, dengan tiga partai, setelah tiga tahun mencopot baju komunisme. Negeri yang terkenal sebagai penghasil tembakau dan minyak wangi dari bunga mawar di Semenanjung Balkan ini kemudian mencoba menikmati aliran buka-bukaan. Misalnya, di bidang pers. Hampir saban hari ada saja penerbitan baru yang muncul. Wartawan pun tumbuh bagaikan jamur. Corak penerbitannya dalam aksara Cyrilic itu bahkan beragam pula, termasuk yang dikategorikan porno. Sajian foto cewek bugil dalam bentuk tabloid itu digelar bebas mengangkang di kaki lima dan kios-kios makanan di depan toko bekas milik koperasi. Menurut pengamat, di sini lebih marak dibandingkan dengan gambar dan bacaan yang dijual di kedai-kedai seks Belanda, Denmark, dan Swedia. Begitu panasnya hidangan tabloid itu, sehingga ada yang bilang foto-foto yang nyem-nyem di majalah Playboy dan Penthouse hampir tidak berarti. Demikian pula siaran televisi dari luar leluasa masuk ke sini. Selain bebas menerima siaran CNN (Cable News Network) dari Amerika Serikat, penduduk Bulgaria yang 8,9 juta itu juga kini sudah terbiasa menyaksikan tayangan TV 5 dalam bahasa Jerman yang siaran tengah malamnya terkenal dengan dengusan hot. Sejalan dengan iklim bebas tadi, yang runyam adalah narkotika menjerat anak-anak muda dan pelacuran yang terus meningkat sejak tiga tahun ini. Ayam kalkun, begitu julukan terhadap cewek penjaja seks di sana, mudah digandeng mesra oleh para tetamu yang berminat yang menginap di hotel berbintang empat, seperti di Jalan Maria Luisa dan Jalan Totleben di Sofia, ibu kota Bulgaria. "Anda akan tenteram di kamar hotel," kata seorang pemandu wisata di kota tua yang banyak gereja dan mesjid itu. "Pintu kamar Anda dijamin tidak akan diketuk polisi rahasia lagi seperti terjadi pada masa lalu," ia menambahkan promosi demokrasinya. Muara populer bagi kedoyanan main serong ini adalah penyakit AIDS. Lain dengan negara tetangga terdekatnya, Rumania, yang sudah lama digerogoti AIDS, sampai-sampai menelan korban ribuan anak-anak melalui transfusi darah, di Bulgaria belum terdengar malapetaka tersebut menyerang. Namun kini resmi ketahuan baru sebelas orang yang mengidapnya. Bahkan bulan silam satu bayi yang lahir di Bulgaria meninggal karena ibunya ternyata disambar AIDS. "Itu sebabnya pemerintah kemudian cepat melakukan razia AIDS dari rumah ke rumah, atau dari flat ke flat," kata Ivan A. Velinov pekan lalu kepada Zakaria M. Passe dari TEMPO. "Darah saya serta istriku dan anak-anak kami juga dites oleh petugas kesehatan. Alhamdulillah, kami tidak tercemar HIV, virus yang menyebabkan AIDS yang sangat menakutkan itu," tambah ayah dua anak tersebut. Ivan, 46 tahun, adalah karyawan sebuah perusahaan mebel Italia di Sofia, yang antara lain, mengimpor perabot ukiran dari Jepara. Ia kini juga sedang mempersiapkan pembukaan galeri untuk memamerkan hasil dari Jawa Tengah tadi. Bisa fasih melafalkan alhamdulillah atau insya Allah, Ivan yang berdarah Slavia itu mengaku sekarang sedang memilih agama. "Istri atau anak saya, saya beri kebebasan mau masuk masjid atau ke gereja," katanya. Akan halnya razia AIDS dari rumah ke rumah, memang belum pernah dilakukan di berbagai negara lain di dunia. Menurut ketentuan WHO (Organisasi Kesehatan Sedunia), razia seperti itu tidak pernah diimbau, kecuali kalau yang bersangkutan sendiri meminta diperiksa darahnya. Melakukan razia AIDS seperti cara Bulgaria itu, oleh WHO dinilai justru memaksa atau mengintimidasi seseorang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini