Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membantah adanya surat presiden (surpres) dari Presiden Prabowo Subianto yang berisi arahan untuk membahas Rancangan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perubahan Ketiga atas Kepolisian Negara Republik Indonesia atau RUU Polri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan salinan surat bernomor R-13/Pres/02/2025 tertanggal 13 Februari 2025 yang diterima Tempo, surpres itu ditandatangani oleh Prabowo dan ditujukan kepada Ketua DPR Puan Maharani. Namun, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad dan Adies Kadir menyangkal adanya agenda pembahasan revisi UU Polri di parlemen.
“Tidak ada. Untuk Polri belum ada agenda,” kata Dasco kepada Tempo lewat pesan singkat ketika ditanya tentang surat itu pada Kamis, 20 Februari 2025.
Adies juga mengatakan hal serupa. Politikus Partai Golkar itu menjelaskan, hanya pernah ada perubahan penunjukan wakil pemerintah untuk membahas revisi UU TNI dan UU Polri, karena terjadi perubahan nomenklatur kementerian. “Tapi yang baru masuk (revisi UU) TNI,” katanya kepada media di gedung parlemen, Jakarta Pusat, Kamis.
Beberapa hari sebelumnya, Adies juga bicara tentang rencana revisi UU Polri. Pertanyaan itu muncul setelah DPR menyetujui revisi UU TNI masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.
Adies mengatakan sejauh ini rencana pembahasan RUU Polri belum diajukan oleh pemerintah. Ia menduga pemerintah sedang menunggu selesainya penggodokan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP).
“Kalau diajukan sekarang, kalau tiba-tiba KUHAP-nya berubah, nanti masa ubah-ubah lagi,” kata dia kepada wartawan di kompleks parlemen, Selasa, 18 Februari 2025.
Di dalam surpres nomor R-13/Pres/02/2025, tertulis bahwa susunan wakil pemerintah untuk membahas RUU Polri berubah karena adanya penataan kelembagaan dan perubahan nomenklatur kementerian. Hal itu berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 139 Tahun 2024 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara Kabinet Merah Putih Periode Tahun 2024-2029 dan Peraturan Presiden Nomor 140 Tahun 2024 tentang Organisasi Kementerian Negara.
“Adapun menteri yang kami tugaskan yakni Menteri Hukum, Menteri Keuangan, dan Menteri Sekretaris Negara, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri untuk mewakili pemerintah dalam pembahasan rancangan undang-undang tersebut,” demikian tertulis di surat itu.
Selain Ketua DPR, surat itu juga dikirimkan kepada Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPRD), dan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Budi Gunawan.
Tembusan surat juga sampai kepada Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra; Menteri Hukum Supratman Andi Agtas; Menteri Keuangan Sri Mulyani; serta Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi.
M Raihan Muzakki dan Hammam Izzuddin berkontribusi dalam penulisan artikel ini.