Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Distribusi alat rapid test merek Biozek yang diimpor Kimia Farma dihentikan sementara.
Kisruh di TVRI berlanjut, tiga direktur diberhentikan.
Penyidik Rossa kembali ke KPK.
PEMERINTAH kembali menaikkan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional yang diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. Kebijakan itu ditandatangani Presiden Joko Widodo pada Selasa, 5 Mei lalu. Anggota staf ahli Menteri Keuangan bidang pengeluaran negara, Kunta Wibawa Dasa, mengatakan kenaikan ini diperlukan karena lembaga jaminan kesehatan itu tak mampu membayar tunggakan utang klaim rumah sakit.
Hingga 13 Mei lalu, BPJS Kesehatan memiliki utang klaim jatuh tempo Rp 4,4 triliun. “Perlu ada upaya untuk mengurangi defisit,” ujar Kunta pada Kamis, 14 Mei lalu. Ia mengatakan kondisi saat ini lebih sulit daripada tahun sebelumnya karena anggaran pemerintah menipis. Menurut dia, sebagian besar anggaran negara tersedot untuk penanganan pandemi corona.
Pemerintah menaikkan iuran untuk peserta kelas I dari Rp 80 ribu menjadi Rp 150 ribu, kelas II dari Rp 50 ribu menjadi Rp 100 ribu, dan kelas III dari Rp 25 ribu menjadi Rp 42 ribu. “Utang klaim rumah sakit pelan-pelan kami lunasi agar cash flow mereka lancar dan pelayanan bisa lebih baik,” ujar Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris.
Kenaikan ini mengundang kecaman dari berbagai kalangan. Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan Presiden mengabaikan putusan Mahkamah Agung yang membatalkan kenaikan iuran. Pada Desember 2019, Mahkamah mengabulkan uji materi kenaikan iuran yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019. Mahkamah menyatakan kerugian BPJS Kesehatan tidak bisa dibebankan kepada masyarakat dengan cara menaikkan iuran.
Anggota Komisi Kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Saleh Partaonan Daulay, menyesalkan keputusan pemerintah diambil di tengah situasi pandemi. “Pemerintah tidak peduli kepada masyarakat. Timing penetapan kebijakan tidak tepat,” katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Komisaris Rossa Kembali ke KPK
KOMISI Pemberantasan Korupsi memutuskan mempekerjakan kembali penyidik Komisaris Rossa Purbo Bekti. Dalam rapat pada 6 Mei lalu, pimpinan KPK memutuskan mencabut surat keputusan Sekretaris Jenderal KPK tentang pemberhentian Rossa. “Membatalkan serta menyatakan tidak berlaku surat tersebut,” ujar pelaksana tugas juru bicara KPK, Ali Fikri, Kamis, 14 Mei lalu.
Ali mengatakan pimpinan mempertimbangkan surat dari Kepala Kepolisian RI Jenderal Idham Azis pada 3 Maret lalu yang meminta KPK kembali mempekerjakan Rossa sampai masa tugasnya berakhir pada 23 September 2020. Ali mengatakan hak Rossa sebagai pegawai KPK telah dipulihkan.
Rossa diberhentikan tak lama setelah operasi tangkap tangan anggota Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan. Wahyu diduga menerima suap dari calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari PDI Perjuangan, Harun Masiku.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ANTARA/Yulius Satria Wijaya
Distribusi Biozek Dihentikan Sementara
KIMIA Farma menghentikan sementara distribusi peralatan uji cepat merek Biozek. Penghentian ini menyusul hasil investigasi Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) bersama Tempo yang menemukan Biozek tak diproduksi di Belanda, tapi di Cina oleh Hangzhou AllTest Biotech Co Ltd. Sejumlah penelitian menunjukkan akurasi Biozek rendah.
Sekretaris Perusahaan Kimia Farma Ganti Winarno mengatakan perusahaannya meminta klarifikasi kepada Inzek International Trading BV, yang menjual produk tersebut. “Menghentikan sementara distribusi peralatan rapid test sambil menunggu hasil klarifikasi dari produsen,” ujar Ganti, Rabu, 13 Mei lalu.
Sebelumnya, Kimia Farma mengimpor 300 ribu Biozek, yang disebarkan ke fasilitas kesehatan di berbagai wilayah. “Jika akurasinya bermasalah, tentu bisa mendatangkan masalah baru,” kata Wakil Ketua Komisi Kesehatan DPR Saleh Partaonan Daulay.
Asosiasi Perusahaan Media Ajukan Insentif
DEWAN Pers bersama Asosiasi Perusahaan Media dan Asosiasi Profesi Media mendorong pemerintah memberikan insentif untuk industri media yang terkena dampak wabah corona. “Kami mendorong pemerintah menaikkan stimulus untuk menyelamatkan daya hidup pers nasional yang menghadapi krisis ekonomi serius akibat pandemi Covid-19,” kata Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia Wenseslaus Manggut melalui keterangan tertulis, Kamis, 14 Mei lalu.
Insentif yang diminta antara lain subsidi biaya listrik untuk perusahaan pers sebesar 30 persen dari tagihan per bulan pada Mei-Desember 2020. Juga kredit bunga rendah dan jangka panjang melalui bank BUMN untuk perusahaan pers.
Mereka meminta pemerintah menanggung sementara kewajiban membayar iuran BPJS Kesehatan selama masa pandemi. “Sektor media tidak boleh berhenti menjalankan fungsi-fungsi komunikatif dan informatif,” ujar Wenseslaus.
TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Tiga Direktur TVRI Diberhentikan
DEWAN Pengawas TVRI memberhentikan tiga anggota direksi pada Rabu, 13 Mei lalu. Mereka adalah Direktur Program dan Berita Apni Jaya Putra, Direktur Keuangan Isnan Rahmanto, dan Direktur Umum Tumpak Pasaribu. Pada Januari lalu, Dewan Pengawas memberhentikan Helmy Yahya dari jabatan direktur utama.
Penyebab pemecatan terkait dengan tata kelola keuangan, termasuk anggaran siaran Liga Inggris. Ketua Dewan Pengawas TVRI Arief Hidayat Thamrin mengklaim pemberhentian sesuai dengan aturan. “Pembelaan tiga direktur tidak diterima oleh Dewan Pengawas,” kata Arief dalam siaran pers pada Kamis, 15 Mei lalu.
Apni Jaya Putra menyayangkan keputusan itu dibuat saat TVRI sibuk menyiarkan wabah virus corona. “Dewan Pengawas tidak punya sense of crisis sama sekali,” ujarnya. Anggota Komisi Komunikasi dan Informasi Dewan Perwakilan Rakyat, Charles Honoris, menilai Dewan Pengawas TVRI melanggar rekomendasi rapat dengan parlemen yang meminta pencabutan surat rencana pemberhentian tiga anggota direksi.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo