Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

P2G Beri 5 Catatan soal Sistem Penerimaan Murid Baru

P2G meragukan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) akan menuntaskan persoalan pokok dan klasik yang terjadi dalam PPDB selama ini

1 Februari 2025 | 18.52 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Koordinator P2G Satriwan Salim. Kredit: ANTARA/Indriani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengapresiasi langkah Kemdikdasmen dalam memperbaiki sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB), yang kini akan diubah menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB). Namun, P2G memberikan lima catatan berharap permasalahan mendasar dalam PPDB tidak terulang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"P2G meragukan sistem yang diklaim baru ini akan menuntaskan persoalan pokok dan klasik yang terjadi dalam PPDB selama ini," kata Satriwan Salim, Koordinator Nasional P2G dalam keterangan resmi, Sabtu, 1 Februari 2025.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Satriwan menegaskan bahwa sejak awal telah meminta pemerintah pusat untuk tetap mempertahankan empat jalur PPDB yang sudah ada, yaitu zonasi, prestasi, afirmasi, dan perpindahan orang tua. Ia mengapresiasi langkah Kemdikdasmen yang tetap mempertahankan keempat jalur tersebut serta menambah jalur afirmasi.  

"Meskipun berganti nama domisili. Bahkan jalur afirmasi mendapat penambahan kuota menjadi 20 persen di SMP dan 30 persen di SMA. Ini membuka peluang makin luas bagi anak keluarga miskin bersekolah di sekolah negeri," kata dia.  

Meski demikian, ia menilai bahwa perubahan ini lebih bersifat pergantian istilah tanpa benar-benar menyentuh permasalahan utama, yaitu ketimpangan jumlah dan kualitas sekolah. "Kalau didalami memang ada perubahan tapi tidak signifikan dalam menyelesaikan soal pemerataan akses pendidikan bagi seluruh anak," tuturnya.  

Kedua, Satriwan mengatakan mengkritisi perubahan persentase jalur prestasi, yaitu 30 persen di SMA dan 25 persen di SMP. Ia khawatir kebijakan ini akan membuat sekolah-sekolah lebih memprioritaskan calon siswa dari jalur prestasi, sehingga peserta didik dari jalur domisili dan afirmasi berisiko tersisih dan kesulitan masuk ke sekolah negeri.  

"Bahkan penambahan jalur prestasi ini akan menciptakan kembali label sekolah unggulan atau sekolah favorit yang melahirkan ketimpangan pelayanan pendidikan bagi anak," kata dia.  

Ketiga menurut Satriwan, sistem SPMB belum sepenuhnya mampu mengatasi permasalahan utama dalam pemerataan akses pendidikan bagi seluruh anak. Ia menyoroti bahwa akar masalahnya terletak pada keterbatasan dan ketidakmerataan jumlah sekolah negeri, serta perbedaan kualitas pendidikan di berbagai wilayah Indonesia. Di beberapa daerah, sekolah negeri tidak mampu menampung semua calon siswa karena keterbatasan ruang kelas, sementara di daerah lain justru ada sekolah yang kekurangan murid, bahkan tidak menerima pendaftar sama sekali.  

"Karena jarak antara sekolah negeri dan rumah siswa terlalu jauh, transportasi tidak memadai, akses jalan rusak, sehingga orang tua memilih sekolah/madrasah swasta dekat rumah," kata dia.  

P2G menilai bahwa selama ini permasalahan dalam sistem penerimaan murid baru di sekolah hanya dianggap sebagai tanggung jawab Kemdikdasmen. Padahal, isu SPMB mencakup berbagai aspek, seperti distribusi gedung dan fasilitas sekolah, sebaran anak usia sekolah, dokumen kartu keluarga, akses infrastruktur jalan, transportasi, internet, serta keterlibatan madrasah. Semua ini seharusnya menjadi perhatian lintas kementerian dan pemerintah daerah.  

"Harusnya ada solusi komprehensif yang menjadi tanggung jawab lintas kementerian, seperti Kemen PUPR, Kemendagri, Kemenhub, Kominfo, Kemenag, selain Kemdikdasmen dan pemda, agar ketidakmerataan infrastruktur sekolah diselesaikan," kata Satriwan. 

Masalah selanjutnya, P2G menyebut kecurangan dan pelanggaran hukum, seperti pungutan liar, jual beli kursi, manipulasi data kartu keluarga dan dokumen kependudukan, serta intervensi terhadap panitia sekolah. Selain itu, praktik kolusi antara oknum sekolah, pejabat daerah, dan orang tua murid juga masih terjadi. Oleh karena itu, P2G mendesak pelibatan penegak hukum dalam proses SPMB.  

Selanjutnya, yang keempat, menurut Kepala Bidang Advokasi P2G Iman Zanatul, Permendikdasmen tentang SPMB tidak secara eksplisit melarang sekolah dan pemerintah daerah menambah rombongan belajar di atas ketentuan maksimal maupun menambah ruang kelas baru selama proses PPDB berlangsung. Ia menilai bahwa celah ini dapat dimanfaatkan oleh oknum guru, kepala sekolah, dinas pendidikan, dan pejabat daerah untuk melakukan pungutan liar serta praktik jual beli kursi kepada orang tua calon siswa.  

Terakhir, P2G meminta pemerintah untuk menanggung seluruh biaya pendidikan siswa di sekolah swasta yang tidak tertampung di sekolah negeri. Oleh karena itu, P2G mengusulkan agar Kemdikdasmen secara eksplisit mencantumkan dalam Permendikdasmen SPMB bahwa pemerintah daerah wajib membiayai penuh atau membebaskan biaya pendidikan bagi siswa yang terpaksa bersekolah di sekolah swasta akibat keterbatasan daya tampung sekolah negeri.  

"Jika aturan Kemdikdasmen abu-abu dalam pelibatan sekolah swasta, akibatnya siswa akan terjebak kepada biaya sekolah swasta yang mahal," tuturnya.  


Pilihan Editor: RI Kekurangan 679 Ribu Guru, Kemendikdasmen Dorong Lulusan PPG Mengabdi di Daerah 3T

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus