Seorang brahmacari, orang yang mengabdikan hidupnya untuk mempelajari kitab Weda, membakar dupa. Aroma harum pun merebak. Setelah menabur-naburkan kembang di altar depan arca Krishna dan Balaram, lambang kehadiran Tuhan di bumi, seorang brahmacari lain menyusulnya dengan melantunkan mantra berulang-ulang. Bunyinya, "Hare Krishna, Hare Rama." Suasana khusyuk dan magis pun muncul.
Itulah sebagian proses manggala ratri, satu dari tujuh ritus harian penganut Hare Krishna, sebuah aliran dalam Hindu, di Asram Krishna Balaram, Padanggalak, Kecamatan Sanur, Denpasar, seperti yang disaksikan wartawan Tempo, Selasa pekan lalu. Di tempat itulah sejumlah brahmacari sehari-hari mengikuti pelajaran kitab Bhagawad Purana dan Bhagawad Gita, dua bagian dari kitab suci Hindu. Penampilan mereka khas: rambut kepalanya digunduli dengan menyisakan kuncir di bagian belakangnya. Dan mereka mengenakan sarung dan selempang merah jambu.
Namun, sebagian orang Bali yang mayoritas menganut agama Hindu memicingkan mata ke aliran yang memiliki ritus yang berbeda dengan tradisi lokal itu. Ketua Forum Pemerhati Hindu Dharma Indonesia, I Dewa Ngurah Suastha, secara terbuka menyatakan kekhawatirannya terhadap perkembangan aliran itu, awal Februari lalu, di sebuah koran lokal. Pasalnya, dia mencemaskan penganut Hare Krishna bakalan menggunakan tempat sembahyang umat Hindu, misalnya Pura Besakih, di Kabupaten Karangasem, bagian timur Pulau Bali.
Hare Krishna memang pernah dilarang Kejaksaan Agung pada 1984, karena aliran itu antara lain menolak yadnya (kurban dalam beribadat)?tradisi yang masih digunakan dalam ritual Hindu di Bali. Larangan warisan zaman otoritarian Orde Baru itu hingga kini belum dicabut oleh pemerintahan sekarang. Jumlah penganut aliran yang masuk ke Bali pada awal 1980-an itu sekitar 1.000 orang, dan memang tak sebanding dengan pemeluk Hindu yang ada di Bali.
Apa sebenarnya Hare Krishna? Aliran yang dibawa Sri Chaitanya, mistikus Hindu abad XVI itu muncul di India sejak 500 tahun lalu. Dia dikenal juga sebagai pemikir dan reformis sosial. Hare Krishna bermigrasi ke Barat lewat jasa Bhaktivedanta Swami Prabuphada pada 1965. Aliran ini meyakini bahwa prinsip-prinsip Hindu akan diperbarui secara periodik oleh Dewa Krishna atau mereka yang "ditunjuk"-Nya.
Inti ajaran Hare Krishna sama dengan keyakinan umat Hindu umumnya, antara lain mempercayai kitab suci Weda. Ajarannya yang populer adalah empat aturan kemurnian hidup, yaitu dilarang berjudi, makan atau minum yang mengandung racun seperti narkotik, zat adiktif, bahkan kopi, teh, dan rokok, serta daging, ikan, dan telur. Seks bebas pun diharamkan.
Munculnya konflik antara penganut Hare Krishna dan Hindu di Bali, menurut Nyoman Widi Wisnawa, Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia DKI Jakarta, karena perbedaan ritus antara keduanya. Sebagian pengikut Hare Krishna tidak mengerti kultur Bali, sedangkan umat Hindu di Bali tidak mengerti ritus yang disosialkan penganut Hare Krishna. "Akibatnya, terjadi gesekan, karena pemeluk Hare Krishna mencoba mengganti ritus Hindu di Bali dengan ritus mereka," kata Wisnawa.
Konflik itu bakalan tidak terjadi bila kedua pihak memahami prinsip adikarana, yaitu kebebasan memilih disiplin spiritual (sadhana), dan prinsip ista dewata, yakni kebebasan memilih salah satu dewa yang dicintai. Demikian paling tidak kata Prof. Dr. I Wayan Jendra, ahli sastra Hindu dari Universitas Udayana Denpasar. "Jadi, adanya aliran-aliran dalam Hindu itu sah-sah saja," kata Jendra. Apalagi ada ajaran dalam Bhagawad Gita Bab IV sloka 11 yang berbunyi, "Jalan apa pun yang engkau tempuh menuju Aku (Tuhan) pasti akan kuterima."
Lebih jauh, menurut Jendra, sebuah aliran baru bisa disebut menyimpang bila aliran itu melakukan kerusuhan dan lain-lain. Selain Hare Krishna, memang ada beberapa aliran lain yang menurut Jendra dituding menyimpang dari Hindu, yaitu Sai Study Group, kelompok pengkajian Weda lewat Sai Baba, guru spiritual di India yang dianut se-kitar 10 ribu anggota di Indonesia. Aliran lain yang dituding menyimpang adalah Brahmakumari dan Ananda Marga.
Dituding menyimpang, penganut Hare Krishna tentu saja menolak. Sebagian mereka menulis surat bantahan setebal 2,5 halaman folio atas nama para wakil masyarakat kesadaran Krishna. Intinya, mereka meminta agar Kejaksaan Agung mencabut surat keputusan yang melarang aliran tersebut. "Larangan itu sangat bertentangan dengan hak asasi manusia," kata surat itu. Apalagi, seperti kata Jendra, itu hanya soal beda tafsir.
Kelik M. Nugroho, Agus Hidayat, Rofiqi Hasan (Denpasar)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini