Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Saksi fakta kedua dari Tim Kuasa Hukum Prabowo Subianto - Sandiaga Uno, Idham Amiruddin, mengatakan dirinya menemukan 2,155.905 daftar pemilih ganda, dan nomor induk kependudukan (NIK) siluman alias palsu. Ia mengaku mendapatkan data ini dari DPP Partai Gerindra pada Februari 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tanggalnya tidak hapal. Bulan sekitar bulan 2 tahun 2019," kata Idham dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi, Rabu 19 Juni 2019.
Pria asal Kota Makassar ini mengaku mulai memperhatikan terkait daftar pemilih tetap (DPT) dalam pemilu sejak 2006. Saat itu ia baru saja selesai menjadi konsultan KTP nasional dan menjadi akrab dengan persoalan NIK.
Lalu dari data yang ia terima dari Gerindra pada Februari 2019 itu, Idham mengaku kegirangan dan mulai menelusuri NIK para pemilih. Ia menemukan ada kecamatan siluman, karena ada ketidaklaziman di angka ke 5-6 dalam NIK, yang seharusnya diisi oleh kode daerah kecamatan.
Salah satunya yang ia contohkan adalah di Bogor. Ia menemukan ada dua digit di belakang NIK di Bogor, yang lebih dari 40. Padahal menurutnya, Kecamatan di Bogor hanya ada 40.
"Pemilik NIK siluman ini adalah, digit 5-6 (dalam NIK) ini di atas dari 40 karena cuma 40 Kecamatan, di Bogor," kata dia.
Meski demikian, dalam persidangan Idham justru mengakui bahwa hal tersebut bisa saja terjadi karena pemilih yang pindah domisili. Ia paham bahwa NIK tidak akan berubah, meski pemilih pindah tempat tinggal. Ia mahfum, apabila ada pemilih dari daerah di luar Bogor, dengan jumlah Kecamatan lebih dari 40, lalu pindah ke Bogor, dengan NIK yang tak lazim bagi warga Bogor.
Ia juga mengaku tak lagi mengikuti perkembangan daftar pemilih tetap hasil perbaikan oleh KPU. Padahal KPU beberapa kali melakukan perbaikan dan mengeluarkan DPT Hasil Perbaikan (HP).
Saksi kubu Prabowo itu pun mengaku tidak pernah melakukan verifikasi ke lapangan, terkait temuannya ini. Ia hanya bekerja menganalisa data-data yang ia dapatkan. "Saya berdasarkan peraturan Undang-undang yang berlaku. Di luar itu saya katakan itu tidak benar. (Data) tidak perlu saya verifikasi karena itu tugas KPU bukan saya," ujarnya.