INTERNET itu ibarat rumah makan Padang: semua menu ada di sana. Itu termasuk?ini tergolong lumayan baru di sini, walau sudah "kuno" untuk ukuran luar negeri?situs alias "warung" lembaga pendidikan. Buku panduan pendidikan mungkin sebentar lagi akan ketinggalan zaman dibanding layanan "mudah saji" di internet. Sekali klik, Anda akan disuguhi begitu banyak "hidangan", umpamanya informasi tentang jurusan apa saja yang tersedia, beasiswa, studi di dalam dan di luar negeri, akomodasi, hingga tempat-tempat pondokan.
Pekan depan, sebuah situs bernama Supersiswa.com membuka "kamar" baru yang dinamai Supersolusi. "Semua masalah pendidikan kami beri pemecahannya," tutur Sendy Widjaya, pengelola Supersiswa. Sendy mengaku, setelah empat bulan beroperasi, Supersiswa sudah bekerja sama dengan ratusan lembaga pendidikan dari delapan negara.
Supersiswa adalah satu dari sekitar sepuluh biji situs pendidikan di sini. Ini memang di luar ratusan situs sekolah atau perguruan tinggi yang isinya kebanyakan semacam "kecap dapur" sekolah itu. Ada lagi info pendidikan yang disajikan oleh situs umum, seperti Detik.com atau Catcha.com serta banyak situs umum lainnya.
Situs khusus pendidikan, selain Supersiswa, ada pula yang beralamatkan www.sekolah2000.or.id, www.pendidikankeluarga.org, www.portalpendidikan.com, atau www.pendidikan.net. Meskipun isinya hampir serupa, masing-masing punya menu unggulan. Situs Pendidikan Keluarga, misalnya, menonjolkan konsultasi untuk menentukan pilihan sekolah dan jurusan yang cocok bagi siswa. Tentunya nilai rapor dan ebtanas (ujian akhir nasional) dibutuhkan sebagai rujukan.
Sementara itu, ruang diskusi bagi guru, siswa, dosen, hingga penggiat pendidikan mendapat tempat di situs Pendidikan.net. Mereka bisa pamer keberhasilan, mencari pemecahan masalah, serta berdiskusi masalah pendidikan. "Saya hanya memberi ruang. Mereka yang mengisinya," kata Phillip Rekdale, warga negara Australia yang menjadi pengelola tunggal situs ini.
Pendidikan.net, yang dibuat dua tahun lalu, merupakan situs pendidikan Indonesia pertama. Menurut Rekdale, sejak awal dia bermaksud mengenalkan sistem manajemen berbasis sekolah. Maksudnya, info yang penting agar setiap sekolah bisa mencari sumber pendanaan dan mengatur sendiri potensinya.
Belajar secara online menjadi menu yang terbanyak menarik minat. Soal-soal pelajaran sekolah dasar hingga perguruan tinggi diberikan berikut penyelesaiannya. Menurut polling situs Supersiswa, belajar online dan beasiswa menjadi ruang yang paling banyak pengunjung.
Sekolah 2000 memberi tempat bagi sekolah-sekolah untuk membuka homepage sendiri. Sayangnya, ratusan sekolah umum dan kejuruan hanya memakainya untuk pamer gedung sekolah, kegiatan reuni, atau jadwal menonton bioskop. Sedangkan pembahasan materi belajar dan diskusi kurang mendapat tempat. Menurut Suyono, Kepala Sekolah SMU Negeri 78 Jakarta, alasan membuat homepage adalah karena banyak alumni yang kuliah di luar negeri.
Sekolah kejuruan tercatat paling banyak memiliki homepage. Sebab, Direktorat Menengah Kejuruan mempunyai target mendorong pembuatan situs untuk 3.000 sekolah dalam tiga tahun. "Tahun ini turun bantuan untuk 300 sekolah, masing-masing Rp 5 juta," kata Gatot Hari Priowirjanto, Direktur Pendidikan Menengah Kejuruan.
Menurut Gatot, internet memudahkan sekolah kejuruan membagi informasi lowongan kerja, kesempatan belajar, kurikulum, dan aturan main. "Mereka (sekolah kejuruan) juga saya panas-panasi dengan kesuksesan sekolah lain," kata Gatot. Harapannya, sekolah yang tertinggal bisa mencontoh sukses di sekolah lain.
Sayangnya, pendidikan di internet belum banyak dimanfaatkan. Seperti yang tampak di warung-warung internet di Jakarta, meskipun banyak siswa sekolah antre, tak satu pun yang pernah membuka situs pendidikan. "Saya ke sini (warnet) mau chatting (ngobrol di internet) dan membuka e-mail (surat elektronik)," kata Nila, siswi SMU di kawasan Bulungan, Jakarta Selatan. "Masa, ada tawaran beasiswa di internet?" tanya siswi lain ketika ditemui TEMPO.
Melihat sikap tak peduli siswa, apakah situs pendidikan cukup menguntungkan? "Bimbingan belajar saja bisa hidup. Masa, kami tidak," kata Sendy Widjaya dari Supersiswa. Buktinya, selama empat bulan beroperasi, sudah 13 ribu pengunjung dengan 1,3 juta penelusuran.
Makanya, Sendy tak ragu menanamkan uang US$ 2 juta untuk melengkapi peralatan dan menyewa ruang mewah di kawasan Sudirman, Jakarta. Langkah yang berani di saat siswa, bahkan guru, masih menganggap internet sebagai tempat ngobrol.
Agung Rulianto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini