Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dua kader Partai Solidaritas Indonesia atau PSI memutuskan mengundurkan diri usai Guntur Romli menyampaikan pernyataan serupa pada Sabtu, 5 Agustus 2023 lalu. Mereka adalah Caleg PSI DPRD DKI Jakarta, Dwi Kundoyo dan Caleg PSI DPRD Kota Bogor, Estugraha.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengunduran diri Dwi dan Estu setali tiga uang denga Guntur, yakni karena PSI dituding bermain mata dengan bakal calon presiden Prabowo Subianto. Dwi menjelaskan, sambutan hangat PSI kepada Prabowo telah mencederai semangat dan pandangan perjuangannya selama ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya tertarik ikut serta berjuang bersama PSI, karena PSI berdasarkan hasil Rembuk Rakyat yang diadakan oleh PSI pada Oktober 2022 menetapkan Ganjar Pranowo sebagai calon presiden,” kata Dwi dalam keterangannya, Senin, 7 Agustus 2023.
PSI sebelumnya menerima kunjungan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto serta rombongannya di Kantor DPP PSI pada Rabu, 2 Agustus 2023 lalu. Dalam persamuhan tersebut, PSI dan Gerindra sama-sama mengaku punya banyak kesamaan visi dan pandangan.
Adapun Dwi dan Estugraha alias Egha bagian dari kelompok relawan Ganjar yang bernama Ganjarian Spartan. Menurut Dwi, Ganjar adalah satu-satunya kandidat yang ideologinya mewakili perjuangannya selama ini.
Dwi bercerita, dirinya adalah pendiri sekaligus presidium Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Se-Jakarta (FKSMJ) pada periode pertama. Ia menyebut organisasi itu merupakan salah satu kekuatan terbesar mahasiswa yang berhasil menjatuhkan pemerintahan otoriter Soeharto.
Kala itu, Dwi menyebut Prabowo mendapatkan banyak privilege melalui praktik KKN. Prabowo, kata dia, juga banyak menikmati pemerintahan korup pada era orde baru.
“Penolakan saya terhadap Probowo Subianto sudah saya mulai sejak menjadi anggota HMI tahun 1992. Saat itu, bersama kawan-kawan seperjuangan tidak henti-henti menyuarakan keadilan, kemanusiaan bagi seluruh rakyat Indonesia,” kata Dwi.
Oleh sebab itu, pada Pilpres 2014 dan 2019, Dwi berkukuh menjagokan Joko Widodo alias Jokowi. Selain rekam jejak Jokowi yang baik, Dwi menegaskan dirinya menolak Prabowo jadi pemimpin di Indonesia.
Musababnya, kata dia, Prabowo tak henti-hentinya memainkan isu SARA dengan bergandengan bersama kelompok radikal dan intoleran. Tak hanya itu, Dwi mengatakan Prabowo kerap disebut-sebut sebagai dalang penculikan aktivis 1998.
“Melihat rekam jejak Prabowo menguatkan saya untuk berada dalam posisi melawan, menentang, dan mengambil sikap untuk pergerakan menolak Prabowo memimpin negeri yang berbhineka ini,” kata Dwi.
Senada dengan Dwi, Estugraha alias Egha menilai Prabowo tidak pantas memimpin negeri. Rekam jejak kelam disebut Egha jadi salah satu alasannya menolak Menteri Pertahanan itu jadi RI 1.
“Berpikir Prabowo sebagai alternatif pemimpin saja tidak pantas, apalagi menggelar karpet merah kepadanya,” kata Egha.
Sebelumnya, Guntur Romli menyampaikan pengunduran dirinya dari PSI di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Ia menjelaskan, alasan utama pengunduran dirinya karena melihat sinyal bergabungnya PSI ke dalam koalisi yang menjagokan Prabowo sebagai capres.
“Koalisi PSI dan Prabowo akan menjadi kenyataan, hanya soal waktu saja,” kata Guntur di Bakoel Koffie, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 5 Agustus 2023.
Selain itu, Guntur menyebut kunjungan Prabowo dan gagasan berkoalisi tidak pernah didiskusikan di internal partai. “Kehadiran Prabowo di DPP PSI dan ‘tondo-tondo’ koalisi PSI dengan Prabowo itu tanpa dibuka terlebih dahulu ruang diskusi dan perdebatan karena terkait nilai-nilai dan prinsip-prinsip sama-sama kita perjuangkan selama ini,” kata dia.
Pilihan Editor: Relawan Jokowi se-Jawa Timur Dukung Prabowo di Pilpres 2024