BOLEHKAH seorang nonmuslim masuk masjid? Jawaban atas pertanyaan ini erat kaitannya dengan persoalan yang muncul sehubungan dengan pertemuan sekitar 50 pemuka berbagai agama di Masjid Noeroel Iman, Surabaya, Ahad pekan lalu. Pertemuan yang disiarkan oleh TVRI ini membuat masyarakat muslim di sekitar masjid itu tersinggung. Mereka keberatan ruang salat di masjid itu dijadikan tempat pertemuan tokoh-tokoh Hindu, Kristen, Katolik, dan Budha. Lalu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Surabaya melayangkan surat kepada pengurus Masjid Noeroel Iman. Surat yang ditandatangani K.H. Moch. Hasan A.S., Ketua MUI Surabaya, dan Isngadi, sekretaris, itu intinya mengingatkan agar pertemuan tersebut tidak diulang di masjid. Reaksi masyarakat dan MUI Surabaya mendapat dukungan dari K.H. Misbach, Ketua MUI Jawa Timur. Mereka berpegang, antara lain, pada Surat At Taubah ayat 28: "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang musyrik itu kotor (najis), maka janganlah mereka memasuki Masjid Suci sesudah tahun ini ...." Orang musyrik yang dimaksud oleh ayat ini, menurut Kiai Hasan, adalah orang yang "menyembah Tuhan selain Allah." Persoalannya, tampaknya, pada penafsiran "orang musyrik" itu. K.H. Sukhwan, 60 tahun, pengurus Masjid Noeroel Iman yang memprakarsai pertemuan tersebut, berpendapat bahwa yang dimaksud dengan "orang musyrik" dalam Surat At Taubah ayat 17 dan 28 adalah orang yang tidak bertuhan atau tidak beragama. "Sedangkan semua tamu saya tersebut beragama," kata Sukhwan. Memang, masalah masuknya "orang musyrik" ke dalam masjid ini masih menjadi bahan perdebatan di kalangan ulama. Selain dalam soal penafsiran "orang musyrik", dalam soal penafsiran "Masjid Suci" juga ada ketidaksepakatan. Menurut Mu'amal Hamidy, Direktur Pesantren Tinggi Ilmu Fiqih dan Dakwah Manarul Islam, Bangil, Jawa Timur, ada dua pendapat tentang "Masjid Suci". Ada ulama yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan "Masjid Suci" hanyalah Masjidil Haram di Mekah dan Masjid Nabawi di Medinah. Itu sebabnya, pemerintah Arab Saudi melarang orang nonmuslim memasuki Mekah dan Madinah. Tapi sebagian ulama lainnya, kata Mu'amal, berpendapat bahwa yang dimaksud dengan "Masjid Suci" oleh Surat At Taubah ayat 28 tersebut adalah semua masjid. Pendapat mana yang harus dipegang? Dalam hal ini, ulama Persis itu mengambil jalan tengah, yakni masuknya mereka yang nonmuslim ke dalam masjid, selain Masjidil Haram dan Nabawi, hukumnya tak mutlak haram (dilarang). Artinya, ada kekecualiannya. Misalnya, bila seorang nonmuslim masuk ke masjid untuk hal yang bermanfaat, menurut Mu'amal, itu tidak dilarang. Bahkan, Mu'amal pernah mempersilakan seorang mahasiswa nonmuslim memasuki masjidnya, Masjid Manarul Islam, untuk menyusun skripsi. Meskipun demikian, Mu'amal tetap kurang setuju dengan pertemuan di Masjid Noeroel Iman tersebut. "Itu bukan masalah hukumnya tidak boleh masuk. Tapi, jika itu dilakukan, akan mempunyai prospek hukum yang kurang baik," katanya. Artinya, jika hal itu dilakukan, setelah mengadakan pertemuan tersebut di masjid, orang Islam akan melakukan pertemuan di gereja dan tempat ibadah umat lainnya. "Itu akan terjadi pengaburan sehingga batas toleransi antaragama semakin tidak jelas," kata Mu'amal.Zed Abidin, Jalil Hakim (Surabaya), dan JK (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini