Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Siswa MAN IC Serpong Ini Diterima di 13 Kampus Luar Negeri, Persiapan Sejak SMP

Siswa MAN IC Serpong berhasil diterima di 13 universitas luar negeri dalam 15 program studi.

10 April 2023 | 06.08 WIB

Image of Tempo
Perbesar
M. Nabil Ar-Rafi, siswa MAN IC Serpong yang berhasil diterima di 13 kampus di luar negeri. Dokumentasi: MAN IC Serpong

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Muhammad Nabil Arafi, siswa Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia (MAN IC) Serpong, berhasil diterima di 13 universitas luar negeri dalam 15 program studi. Nabil diterima di kampus Ritsumeikan Asia Pacific University (APU), Kyoto University of Advanced Science (KUAS), City University of Hong Kong (CityU), dan Hong Kong University of Science and Technology (HKUST).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selanjutnya, Hong Kong Polytechnic University (PolyU), RMIT University, University of South Australia (UniSA), Wageningen University & Research (WUR), University of New South Wales (UNSW), University of Adelaide, University of Toronto Scarborough (UTSC), University of Sydney, dan Monash University.
 
Program studi yang dipilih oleh Nabil di sejumlah kampus tersebut beragam. Mulai dari ilmu komputer hingga manajemen internasional. Dia mengaku tertarik pada bidang ilmu komputer, namun tidak menutup kemungkinan untuk mengeksplor disiplin ilmu lainnya, termasuk bidang humaniora dan ilmu sosial.
 
Minat di bidang ilmu komputer muncul sejak Nabil duduk di bangku SMP. Saat itu, dia sudah gemar melakukan pengodean atau coding. Minat tersebut berlanjut hingga SMA. Dia aktif dalam berbagai kegiatan seperti seminar dan lomba terkait coding. Nabil bahkan turut serta dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN) bidang informatika.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Adapun Nabil memutuskan untuk ke Kyoto University of Advanced Science karena mendapatkan beasiswa penuh.
 
Persiapan Sejak SMP

Kepada Tempo, Siswa yang memiliki minat di bidang sains ini mengaku keinginannya untuk sekolah di luar negeri sudah ada sejak duduk di bangku SMP. Nabil pun sudah mempertimbangkan dengan matang negara tujuan studi dan keperluan pendidikannya.

Dia mengaku lebih fokus ke Jepang dan Korea sebagai negara-negara dengan teknologi maju, termasuk juga Hong Kong. “Aku memang sudah tertarik kuliah di luar negeri dari SMP. Dari SMP aku sudah mulai research negara-negara mana saja yang technological background-nya cukup tinggi dan memang sesuai dengan jurusanku,” ungkap remaja berusia 18 tahun ini.

Berbagai usaha diakukan untuk mencapai cita-citanya. Ketika masuk SMA, Nabil mulai berlatih IELTS dan mengikuti sejumlah tes standardisasi seperti SAT, A Level, ACT, dan IB Diploma yang menjadi syarat masuk di beberapa universitas luar negeri. Dia juga aktif mencari tes-tes online yang tersebar di internet. 

Nabil mulai mengambil tes-tes standardisasi tersebut di kelas 11 SMA. Baginya, tantangan dalam mempersiapkan hal itu adalah menyesuaikan kurikulum luar negeri yang jauh berbeda dengan kurikulum nasional. Di kelas 12, Nabil mulai mempersiapkan esai, wawancara, dan berkas-berkas yang diperlukan untuk syarat mendaftar kuliah. “Karena aku tahu itu susah, makanya aku belajar sedini mungkin,” katanya.
 
Dengan bermodal buku-buku IELTS dan SAT yang disediakan di sekolah, Nabil mengaku belajar secara otodidak. "Aku belajar secara mandiri dengan bantuan guru di sekolah," ujarnya. 

Nabil mengaku ingin kuliah di luar negeri karena ingin membangun jejaring relasi yang lebih luas. "Dari belajar di luar negeri, aku bisa mengambil banyak pengalaman dan menambah relasi juga,” katanya. Menurutnya, relasi merupakan hal yang sangat dibutuhkan untuk masa depan. 
 
Tips Mempersiapkan Diri Kuliah di Luar Negeri
Bagi para pelajar yang berkeinginan untuk kuliah di luar negeri, Nabil berpesan untuk mencari informasi dan mempersiapkan diri sedini mungkin. Menurutnya, persiapan kuliah ke luar negeri merupakan proses yang tidak bisa dicapai secara instan.

Ada banyak langkah yang harus dikerjakan secara sungguh-sungguh dan butuh waktu untuk dapat mengerjakan hal itu. "Kalau ingin punya pencapaian yang tinggi, maka pengorbanannya juga harus tinggi,” ujarnya.
 
Dia juga mengungkapkan bahwa dalam proses persiapan, ada fase jenuh dan kehilangan motivasi. Namun, kata Nabil, hal itu dapat teratasi dengan lekas bangkit.
 
“Aku merasa ketika kita sudah jatuh, jangan lupa untuk cepat bangkit lagi. Karena dengan cara itu kita bisa membuktikan kalau kita capable of doing everything even though we have to lose,” pesannya.

Nabiila Azzahra

Nabiila Azzahra

Reporter Tempo sejak 2023.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus