Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi - Ma'ruf, Rosan Roeslani mengatakan pernyataan Prabowo Subianto ihwal economics of stupidity atau ekonomi kebodohan merupakan sebuah persepsi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) itu, saat ini pemerintah telah mengidentifikasi berbagai masalah ekonomi sekaligus menyiapkan solusi atas segala permasalahan tersebut. "Presiden Jokowi bekerja dengan action oriented. Berbicara ekonomi tidak bisa berdasarkan perasaan atau dengar-dengar saja, semua harus dengan data," kata Rosan di Posko Cemara, Jakarta pada Senin, 15 Oktober 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kritik calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto terhadap calon presiden inkumben Jokowi terkait isu ekonomi diungkapkan saat berpidato dalam Rapat Kerja Nasional Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) di Pondok Pesantren Minhajurrosyidin di Pondok Gede, Jakarta, beberapa hari lalu.
Dia menyebut sistem ekonomi di Indonesia saat ini tidak berjalan dengan benar. Prabowo juga menilai sistem ekonomi yang berjalan sudah lebih parah dari paham neoliberalisme yang dianut oleh Amerika Serikat. Sebab, kata dia, angka kesenjangan sosial masyarakat Indonesia semakin tinggi. Bahkan, ia menyebut Indonesia tengah mempraktikkan sistem ekonomi kebodohan.
"Ini menurut saya bukan ekonomi neoliberal lagi. Ini lebih parah dari neolib. Harus ada istilah, ini menurut saya ekonomi kebodohan. The economics of stupidity. Ini yang terjadi," ujar Prabowo dalam pidatonya di acara itu.
Menurut Rosan, tantangan ekonomi Indonesia memang masih banyak. Salah satunya dalam hal peningkatan daya saing. Beberapa permasalahan yang diidentifikasi, suku bunga yang masih tinggi, produktivitas rendah, dan regulasi yang masih belum business friendly. "Tapi kan kita sedang bergerak menuju solusi agar lapangan pekerjaan tercipta luas. Kita bergerak kesana," ujar dia.