Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Eksekutif Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI), Pdt. Henrek Lokra, menanggapi rencana Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menjadikan Kantor Urusan Agama atau KUA sebagai tempat pernikahan bagi semua agama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Semangat untuk menjadikan KUA sebagai Kantor Urusan Agama-Agama, adalah hal yang sangat patut diapresiasi," ujar Pdt. Henrek, saat dihubungi Tempo pada Jumat, 1 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pdt. Henrek mengungkapkan bahwa PGI mendukung rencana tersebut, namun menekankan perlunya percakapan lebih mendalam antar lembaga agama dan kementerian.
“Sebab dalam Kekristenan, perkawinan adalah ranah sipil dan gereja memberkati pernikahan yang dicatatkan oleh negara melalui dinas catatan sipil,” kata dia.
Dalam perspektif Kekristenan, Pdt. Henrek menjelaskan bahwa perkawinan adalah ranah sipil, jika pencatatan dilakukan di KUA, Pdt. Henrek menekankan pentingnya koordinasi yang lebih baik. Menurut dia, urusan tersebut mempunyai banyak teknis dan tugas pembinaan umat beragama.
“Ada banyak tugas pembinaan umat beragama yang bisa dirumuskan untuk dilakukan melalui KUA yang mengatur urusan bersama agama-agama dan kepercayaan di Indonesia yang beraneka ragam,” kata Pdt. Henrek.
Sebelumnya, Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas menyatakan bahwa Kemenag akan menjadikan KUA dapat digunakan sebagai tempat pernikahan semua agama. Ini disampaikan Yaqut dalam Rapat Kerja Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam bertajuk 'Transformasi Layanan dan Bimbingan Keagamaan Islam sebagai Fondasi Pembangunan Nasional yang Berkelanjutan'.
“Kita sudah sepakat sejak awal, bahwa KUA ini akan kita jadikan sebagai sentral pelayanan keagamaan bagi semua agama. KUA bisa digunakan untuk tempat pernikahan semua agama,” kata Yaqut, Jumat, 23 Februari 2024, dikutip melalui keterangan resmi Kemenag.
Yaqut merinci, saat ini non-muslim mencatat pernikahan mereka di pencatatan sipil, yang seharusnya menjadi tugas Kemenag.
“Sekarang ini, jika kita melihat saudara-saudari kita yang non-muslim, mereka ini mencatat pernikahannya di pencatatan sipil. Padahal, itu harusnya menjadi urusan Kementerian Agama,” kata Yaqut.
Lebih lanjut, setelah mengembangkan fungsi KUA, ia berharap pemerintah bisa turut mengintegrasikan data pernikahan dan perceraian lebih baik.