Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Suatu Pagi Di Desa Kesesi

Gas co2 keluar dari sebuah sumur di desa Kesesi, Pekalongan menewaskan Tutur dan Kasbuni. Penduduk sekitar sumur diperiksa darahnya dan terpaksa diungsikan. (ds)

17 Maret 1979 | 00.00 WIB

Suatu Pagi Di Desa Kesesi
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
DESA itu jauh dari Dieng. Namun juga ada penduduk dukuh Kauman, Desa Kesesi, Kecamatan Kesesi, Kabupaten Pekalongan, yang mati lantaran terhirup gas beracun. Gas itu -- diduga C02 -- keluar dari sebuah sumur yang dalamnya tak kurang dari 15 meter. Pada hari Rabu yang naas itu, 28 Pebruari Turahman alias Tutur, 29 tahun, baru pulang dari Pasar Kesesi untuk membeli sarapan dan tembakau. Malam sebelumnya ia bermimpi buruk: ia hanyut sewaktu menolong orang menyeberang sungai. Mimpi itu yang sempat diceritakannya kepada isterinya membuat ia merasa lemas pagi harinya. Karena itu ia mengurungkan niatnya berjualan ke Pemalang. Kira-kira jam 10 pagi, ketika sedang menunggui tukang kayu yang sedang mengerjakan rumah orangtuanya di sebelah surau, Tutur tergerak untuk mengambil timba yang tercemplung ke dalam sumur. Itu pekerjaan lumrah baginya. "Sudah belasan kali ia mengambil timba yang jatuh di situ," kata Kiyai Sahri, 51 tahun, pemimpin langgar itu. Tutur menuruni sumur dengan tangga. Tahu-tahu, ia tak muncul lagi. Ia tenggelam tak berdaya dalam sumur. Kasbuni, 30 tahun, teman akrab Tutur sejak kecil buru-buru ia menyusul ke dalam sumur dengan bantuan sebatang bambu. Tapi Kasbuni pun tak muncul pula. Mereka di dukuh itu pun mulai berfikir. Barangkali cerita seram dari Dieng mampir ke benak mereka. Maka ketika orang ketiga akan masuk ke dalam sumur, semuanya sudah diatur. Pinggang orang ini dikat dengan tambang. Dan ia harus memberi kode kalau merasa tak kuat. Betul juga. Baru diturunkan sekitar 2 meter, wajahnya menjadi pucat pasi dan tangannya menggapai-gapai. Secepatnya ia diangkat ke atas. Johani, begitu nama pamong desa Kesesi yang mencoba turun ke dalam sumur itu segera mendapat pertolongan dari Puskesmas. Ia selamat. Sementara mayat Tutur dan Kasbuni terpaksa dikerek ke atas dengan tambang. Hampir semua orang yang menghirup udara di atas sumur itu mengeluh lantaran mendadak pusing kepala. Tiga belas orang sempat dibawa ke Puskesmas pula, dan selamat juga. Karuan saja penduduk dukuh itu geger. Sebab baru kali ini ada gas dari sumur sampai membunuh orang. Keesokan harinya, ketika Bupati Karsono dan dr Heri Harsono, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan meninjau ke sana, percobaan pun diadakan. Seekor kelinci dimasukkan ke dalam sumur dengan menggunakan tali. Ternyata kelinci itu tak mati. Lalu lampu petromaks yang menyala dimasukkan ke dalam sumur. Juga tak apa-apa. "Nyalanya mengecil sesampainya di bawah," tutur dr Heri. Tapi pada Jumat keesokan harinya, berkali-kali petromaks yang diturunkan ke dalam sumur langsung saja mati. Bahkan obor besar pun padam di dalam sumur. Anehnya, hari Minggu dan Senin gas maut itu -- C02 menurut dugaan dokter Heri tak berbekas lagi. Akibat kejadian itu, penduduk di sekitar sumur itu -- tujuh keluarga untuk sementara -- harus meninggalkan rumah mereka. Air sumur dikirim oleh dokter ke Semarang untuk diperiksa di laboratorium. Sedang penduduk di sekitar sumur pekan lalu diperiksa darahnya. "Kelihatannya mereka pucat-pucat," kata sang dokter yang ingin menyelidiki apakah mereka cukup banyak menghirup C02 sehari-harinya. Sumur Dalam Kemungkinan bahwa banyak orang telah menerima dosis ekstra gas asam arang memang ada. Sebab di desa itu, tak semua rumah memiliki sumur. Untuk menemukan air, orang harus menggali sampai belasan meter. Sumur maut itu sendiri, dalamnya tak kurang dari 15 meter, juga digunakan untuk kepentingan umum. Adapun keluarga Tutur sangat terpukul akibat peristiwa itu. Sebagai anak tunggal, terang saja, pedagang kue kering dan kerupuk rambak itu sangat disayang oleh keluarganya. Ia meninggalkan seorang isteri yang sedang mengandung dan tiga orang anak. Orang tua Tutur berniat memberikan rumah yang mereka pakai tadinya kepadanya, sementara mereka sedang membangun rumah baru di samping langgar. Justru pada waktu menunggui tukang-tukang yang sedang membangun rumah orangtuanya Tutur tewas. Adapun nasib penduduk sekitar langgar yang masih mengungsi akan ditentukan setelah penyelidikan selesai. Dan itu mungkin masih akan makan waktu. Seperti kata Bahrun, Kepala Subdit Sospol Kabupaten Pekalongan 'Kalau perlu ahli dari Bandung pun akan diundang ke mari."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus