Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi II DPR kembali mendesak Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk segera menyelesaikan kasus-kasus penyelenggara pemilu yang sudah menumpuk. Hal ini merupakan hasil dari evaluasi tertutup Komisi II terhadap DKPP yang berlangsung beberapa hari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Bahtra Banong mengatakan tidak ingin kasus-kasus di DKPP menimbulkan kisruh publik. Hal itu ditakutkan terjadi jika misalnya kasus-kasus yang telah lama masuk ke lembaga tersebut baru disidangkan beberapa tahun kemudian. “Jadi kami ingin bahwa setiap ada laporan, setiap ada kasus-kasus, sesegera mungkin DKPP menyelesaikannya dengan waktu yang singkat,” kata Bahtra pada konferensi pers di depan ruangan Komisi II, gedung parlemen, Jakarta Pusat, Selasa, 18 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bahtra mengatakan Komisi II ingin agar DKPP terbebas dari intervensi politik. Artinya, setiap keputusan yang diambil DKPP atau sidang hasil DKPP tidak boleh dipengaruhi oleh keputusan politik pihak mana pun. Lembaga yang bekerja di ranah kode etik penyelenggara pemilu itu diharapkan bekerja secara efektif.
Dede Yusuf Macan Effendi, yang juga Wakil Ketua Komisi II, meminta DKPP melaksanakan tugasnya dengan batasan waktu tertentu. Misalkan, DKPP menetapkan tenggat satu tahun, maka setelah lewat dari itu perkara tidak bisa dilanjutkan lagi. “Evaluasi ini perlu dilakukan, supaya tidak muncul gugatan demi gugatan setelah bertahun-tahun,” ujarnya.
Dede juga menyampaikan kekhawatiran dari beberapa daerah soal ada aduan yang dilanjutkan DKPP ke persidangan tetapi ada yang tidak. “Itu kan sepertinya ada tebang pilih,” kata dia.
DKPP menjadi lembaga pertama yang dievaluasi oleh Komisi II setelah setelah DPR merevisi peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib DPR pada Selasa, 4 Februari 2025. Rapat evaluasi DKPP oleh Komisi II diselenggarakan Selasa, 11 Februari 2025, atau sepekan setelah aturan baru tata tertib DPR berlaku.
Sebelumnya DKPP melaporkan telah menerima 91 aduan kasus terkait pilkada per akhir 31 Januari 2025, dengan 60 total kasus belum diselesaikan. Ketua DKPP Heddy Lugito mengatakan sebanyak 151 perkara sedang berada di tahap sidang. Adapun total kasus penyelenggara pemilu yang diterima DKPP tahun lalu mencapai 790.
Selama 2024, Heddy mengatakan, DKPP tidak memiliki waktu yang cukup untuk merampungkan semua perkara. Sebab, saat kasus pemilu presiden dan legislatif belum selesai, sudah masuk kasus-kasus yang berkaitan dengan pilkada. “Selama tahun 2024, ternyata DKPP tidak punya cukup waktu untuk menyelesaikan perkara yang jumlahnya tadi mencapai 790. Sebelum selesai, sudah masuk lagi perkara-perkara pilkada,” ucap Heddy dalam rapat bersama Komisi II DPR RI, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), dan DKPP di gedung parlemen, Jakarta Pusat, Senin, 3 Februari 2025.
Dari 790 aduan kasus yang sampai ke DKPP, ada 1.040 orang komisioner KPU maupun Bawaslu yang diadukan. Kemudian dari jumlah teradu, 532 orang direhabilitasi sementara sisanya dijatuhkan sanksi. “Artinya 51 persen itu direhabilitasi. Hanya 49 persen yang diberi sanksi karena tidak terbukti melakukan pelanggaran etik,” kata Heddy.
Hammam Izzuddin berkontribusi dalam penulisan artikel ini.