Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Tiga Universitas Sekali Gebrak

Nahdlatul Ulama akan membuka tiga universitas. Satu di antaranya bertaraf internasional serta berorientasi kelautan. BPPT dan IPB ikut dilibatkan.

16 Juli 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NAHDLATUL Ulama menyiapkan proyek besar: sebuah perguruan tinggi bertaraf internasional. Untuk itu, berbagai kelebihan dijanjikan. Tenaga pengajarnya khusus didatangkan dari beberapa negara di Asia, Timur Tengah, bahkan Eropa dan Amerika. Dan bahasa pengantarnya ditetapkan tiga: bahasa Indonesia, Inggris, dan Arab.

Untuk target yang begitu hebat, persiapannya pun kilat. Konsep dasar dirumuskan April, yayasannya baru diresmikan bulan lalu, izin diurus bulan depan, dan mahasiswa sudah bisa kuliah September mendatang. Luar biasa!

Bagaimana menetaskan perguruan tinggi dalam waktu kurang dari enam bulan? Jawabannya, tentu, cuma kalangan NU yang tahu. Yang pasti, itulah janji tim pembentukan universitas ini, yang terdiri atas tokoh-tokoh Pengurus Besar NU, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan Institut Pertanian Bogor (IPB). Pekan lalu, telah pula dipilih nama perguruan tersebut, yakni Universitas Internasional Nahdlatul Ulama A. Wahid Hasyim Indonesia. Namun, tim ini kemudian berubah pikiran dan embel-embel "internasional" pada nama itu dihapus.

Alasannya tak jelas. Yang pasti, ketua tim pembentukan, Ahmad Sukardja, menyatakan bahwa semangat membangun universitas bertaraf internasional tak sedikit pun surut. "Ini hanya soal nama," kata Sukardja, yang menjadi kandidat rektor pertama. Yang juga perlu dicatat, universitas ini akan mengarahkan lulusannya agar mengabdi demi kejayaan Indonesia di laut. Soalnya, semua fakultas diprogram untuk mengembangkan ilmu pengelolaan laut.

Fakultas ekonomi, misalnya, akan mengajarkan potensi ekonomi laut. Sedangkan fakultas teknik mempelajari teknologi berorientasi kelautan. Namun, penerapannya akan dilihat dari perspektif Islam. "Kita lihat bagaimana Alquran dan hadis bicara masalah tersebut," Sukardja menambahkan.

Menurut rencana, Universitas Wahid Hasyim (UWH) Jakarta akan membuka lima fakultas. Lahan 3,6 hektare di Kembangan, Jakarta Barat, dan Kalimalang, Jakarta Timur, sudah disiapkan. Namun, pada tahun pertama, baru dua atau tiga program studi yang dibuka. Hal ini bertentangan dengan peraturan Departemen Pendidikan, yang menetapkan tiap universitas harus memiliki lima fakultas dengan sepuluh program studi.

Meski demikian, Sukardja yakin bisa mengantongi surat izin. Dia mengambil contoh Universitas Paramadina Mulya, yang beroperasi sejak Februari 1998 dan mendapat berbagai pengecualian. Universitas yang dipimpin Nurcholish Madjid ini tetap disebut universitas meski hanya membuka divisi falsafah dan peradaban.

"Kami akan memenuhi aturan main sambil jalan," kata Sukardja. Target UWH Jakarta: dalam lima tahun akan memperoleh pengakuan internasional. Agar berhasil, dibutuhkan dana triliunan rupiah, yang sumber-sumbernya cukup bisa diandalkan.

"Mei lalu, utusan dari Kuwait datang ke Kantor PBNU menyatakan kesanggupannya," kata Cecep Syarifuddin, Ketua Bidang Pendidikan di PBNU. Bahrain juga akan mengulurkan dolarnya. Selain uang, kerja sama di bidang akademik dengan Penta University, Amerika Serikat, dan Cambridge University, Inggris, sudah dijajaki.

Semuanya terkesan lancar, kecuali permohonan izin, yang sampai sekarang belum diajukan ke Departemen Pendidikan Nasional. Joetata Hadihardaja, Direktur Perguruan Tinggi Swasta, baru mendengar rencana besar itu saat dihubungi TEMPO. "Dengan tidak mengurangi rasa hormat," kata Joetata, "siapa pun yang punya, sebaiknya mengikuti aturan yang ada."

Selain di Jakarta, tahun ini NU menyiapkan universitas--juga menyandang nama Wahid Hasyim, ayah Presiden Abdurrahman Wahid--di Semarang dan Palembang. UWH Palembang sudah mengantongi izin sejak dua bulan lalu, tapi masih ditunggu beritanya. "Kita tunggu apakah mereka serius atau tidak," kata Ali Yasmin, pimpinan Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah II di Palembang.

UWH Semarang ternyata sudah lebih maju. "Kami sudah siap 80 persen," kata Noor Achmad, sang rektor. Menelan biaya Rp 450 juta, UWH Semarang tak berambisi setinggi UWH Jakarta. Enam fakultas yang akan mengawali perkuliahannya tahun ini tidak berbeda dengan fakultas di perguruan tinggi swasta lainnya.

Adapun pendidikan tinggi yang berorientasi kelautan sebenarnya sudah berkiprah di Ambon: Universitas Pattimura. IPB juga sudah lama memiliki fakultas perikanan. Tentu saja akan lebih baik jika NU menambah dengan satu universitas lagi. Dan akan jauh lebih baik jika persiapannya benar-benar matang, tidak terburu-buru.

Tapi, kalau masalahnya ingin menghapus ketertinggalan NU dari Muhammadiyah--di bidang pendidikan tinggi--tentu saja tidak realistis. Memang, Muhammadiyah kini bisa berbangga dengan 84 universitas dan 48 akademi. Namun, itu semua hasil kerja selama puluhan tahun. Bahwa NU sekarang, misalnya, mampu menetaskan tiga universitas dalam enam bulan, nah, itu luar biasa. Apalagi di saat kurs rupiah anjlok dan Indonesia masih terjerat dalam krisis ekonomi.

Agung Rulianto, Arif A. Kuswardono, Adi Prasetya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus