Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Demonstrasi bertajuk Gejayan Memanggil 2 di Yogyakarta berlangsung aman kemarin. Aksi yang diikuti dari berbagai kalangan mulai mahasiswa hingga jurnalis, tak menimbulkan gesekan dengan aparat keamanan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Padahal sebelumnya banyak yang menyebut aksi itu bisa saja berakhir rusuh seperti yang terjadi di beberapa kota lainnya seperti Jakarta, Bandung, Makassar hingga Kendari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tapi, tuduhan itu tak terbukti. Demonstrasi berlangsung aman, menyenangkan, dan peserta terlihat menikmati aksi tersebut.
Demonstran yang di antaranya berasal dari mahasiswa, pelajar, jurnalis, dan aktivis pro-demokrasi itu berjalan dari dua arah menuju pusat demonstrasi yakni pertigaan Colombo di Gejayan atau Jalan Affandi. Mereka berjalan dari dua titik, yaitu kampus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan Universitas Islam Negeri Yogyakarta.
Ada 6 panggung yang menyajikan beragam acara. Ada orasi, pertunjukan seni dari mahasiswa Institut Seni Indonesia Yogyakarta, pertunjukan musik dari musikus Sisir Tanah, Danto, dan karnaval. Demonstran juga membaur bersama pedagang es cendol dan es teh di bawah terik matahari. "Saya tertarik datang karena demonstrasinya terasa menyenangkan. Ada karnaval, musik, dan terasa milenial," kata Hardika, warga Kabupaten Bantul, Senin, 30 September 2019.
Di sepanjang jalan, demonstran saling menjaga satu dengan yang lainnya. Mereka saling bergandengan tangan dan masuk dalam barisan yang dikelilingi tali. Satu di antara demonstran, Benfa terlihat menginstruksikan agar massa masuk ke barisan dan berhati-hati terhadap provokator dan penyusup. "Kawan-kawan hati-hati, saling bergandengan tangan, dan masuk ke barisan," kata Benfa.
Humas aksi Gejayan Memanggil, Syahdan menjelaskan demonstrasi tersebut sejak awal melarang segala bentuk kekerasan. Mereka menyiapkan aksi dengan menggelar rapat teknis lapangan di kantin Fakultas Filsafat UGM atau dikenal dengan Bonbin UGM. Di tempat inilah, perwakilan demonstran berembug,
dan merumuskan konsep aksi.
Demonstrasi itu menyepakati apa saja yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Semuanya mereka rumuskan melalui panduan aksi dan hasil teknis lapangan.
Syahdan menyebutkan ada sepuluh panduan aksi untuk demonstran, di antaranya mengajak peserta aksi menghafalkan titik-titik aman. Apabila situasi ricuh, demonstran harus menjaga satu dengan yang lainnya dan menghafalkan rute-rute yang aman. "Kami merumuskan skema evakuasi dan tim medis yang bersiaga," kata Syahdan.
Selain itu, demonstran juga menyepakati apa yang harus dilakukan di antaranya membawa air minum, obat-obatan pribadi, kantong sampah, bersikap sopan dan ramah terhadap masyarakat, membeli dagangan orang-orang yang berjualan di sekitar Jalan Gejayan.
Mereka juga menentukan larangan selama demonstrasi. Peserta aksi tidak boleh merusak fasilitas umum, membawa peralatan aksi yang memunculkan ujaran seksis dan melecehkan gender atau ras tertentu yang berpotensi menimbulkan perpecahan. Selain itu, demonstran tidak boleh membawa segala jenis senjata tajam, api, dan segala bahan yang mudah meledak. Peserta aksi juga hanya boleh membawa bendera merah putih alias tidak boleh membawa bendera kampus dan organisasi tertentu, serta materi orasi tak boleh keluar dari kesepakatan tuntutan.
Tip lainnya yang juga berguna untuk mengantisipasi tidak terkendalinya demonstran adalah tertib waktu. Mereka memulai aksi dengan berjalan kaki ke titik pertemuan pukul 12.00 dan berakhir pukul 16.30. "Kami menghindari aksi hingga malam hari untuk antisipasi massa yang tak terkendali," kata anggota divisi acara aksi tersebut, Obed.
Walhasil demonstrasi Gejayan Memanggil 2 kembali aman. Hingga akhir demonstrasi, peserta berjalan dengan tertib. Mereka mengakhiri aksi dengan menyampaikan tuntutan, di antaranya mendesak Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perpu karena RUU KPK telah disahkan. Aksi simpatik juga muncul di penghujung demonstrasi. Mahasiswa ISI Yogyakarta menggelar pertunjukan seni dengan mengenakan topeng berkarakter binatang dalam konsep karnaval.