PENDUDUK sekitar Danau Toba di Sumatera Utara gelisah.
Permukaan air danau di dataran tinggi dalam kawasan pegunungan
Bukit Barisan itu kini nampak mulai menurun lebih dari satu
meter. Berbagai pihak berpendapat hal itu terjadi karena airnya
disedot oleh Proyek Asahan.
Hal itu jelas bisa dilihat pada bibir pantai yang makin lebar
atau bekas jilatan air di tebing yang terjal. Tambak-tambak ikan
mas penduduk mulai kekeringan, termasuk pusat pembibitan ikan
milik Pemda di Ambarita, Kecamatan Simanindo di Pulau Samosir.
Kapal-kapal pariwisata yang mengangkut turis ke museum alam
Hutabolon di Simanindo juga sulit merapat ke dermaga. Para
turis terpaksa berlompatan meniti jembatan darurat.
Untuk menenteramkan penduduk, Camat Simanindo M.P. Situmorang
mengumumkan: pendangkalan danau itu hanya bersifat sementara
karena pengerukan dasar Sungai Asahan sedalam 8,25 meter. "Kalau
proyek selesai, semua akan normal kembali," bunyi pengumuman
tersebut. Sungai Asahan yang panjangnya 150 km memang bermata
air di danau yang luasnya 1.100 km persegi itu.
Proyek Asahan yang dimaksud camat tersebut meliputi dua proyek
raksasa. Yaitu PLTA di Sigura-gura dan Tangga dan satu lagi
peleburan aluminium di Kuala Tanjung -- sebagai pemakai utama
listrik PLTA tersebut bila sudah selesai. Proyek itu dikerjakan
sejak 4 tahun lalu dan diperkirakan rampung 1984.
Siklus Alam
Menurunnya permukaan air danau juga diakui para ahli. Tapi Ir.
Tampubolon dari Perwakilan Proyek Otorita Asahan di Medan tak
sependapat dengan Camat Simanindo. Menurut Tampubolon, penurunan
permukaan air itu tak ada kaitannya dengan Sungai Asahan, "sebab
air sungai itu belum dikutak-katik," katanya.
Ia mengakui adanya pengorekan dasar sungai di sana-sini untuk
memperbaiki alur hulu sungai, tapi hal itu katanya tidak
mengganggu kelestarian alam. Kata Tampubolon, penurunan
permukaan air itu karena proses siklus alamiah. Hal ini
diperkuat oleh Soerono, Direktur PT Inalum (Indonesia Asahan
Aluminium). Cerita Soerono: dalam penelitian ang dilakukan
Nippon Koei, sebuah perusahaan Jepang, dari 1965 sampai 1972,
memang didapat siklus itu. Setiap 10 tahun, permukaan air danau
naik-turun antara 10 sampai 20 cm. Terutama karena musim kemarau
seperti sekarang, penurunan permukaan air danau tahun ini sampai
lebih dari 1 meter.
Adanya siklus seperti itu juga diakui oleh R.H.P. Sidauruk, 60
tahun, pensiunan kolonel polisi pemilik museum alam Hutabolon.
Bahkan puluhan tahun lalu Sidauruk pernah menyaksikan aek sonap
(air meluap) hingga sawah-sawah tergenang. "Tapi selama itu tak
pernah menyebabkan permukaan air turun sampai sekitar 1 meter
seperti sekarang," tambahnya. Sidauruk kini juga repot karena
tambak ikannya di Pulau Tao (sebuah pulau kecil di Toba) mulai
kekeringan.
Gubernur E.W.P. Tambunan sendiri tidak berani menebut penurunan
permukaan air itu gara-gara siklus alam atau karena Proyek
Asahan. "Sabar dulu, penyebabnya masih diselidiki," katanya.
Akhir bulan lalu Gubernur berembuk dengan Dinas PU Sum-Ut dan
PT Inalum membicarakan kasus yang bikin risau penduduk itu. Tapi
belum diketahui hasilnya.
Pihak Inalum sendiri nampaknya tidak mengkhawatirkan penurunan
permukaan air danau itu. Sebab proyek Asahan sendiri justru
punya rencana meninggikan permukaan air danau menjadi 905 meter
dari permukaan laut « meter lebih tinggi dari ketinggian di
musim penghujan. Dengan ketinggian itu turbin-turbin PLTA di
Sigura-gura dan Tangga dapat berputar.
Penduduk sekitar Danau Toba sampai sekarang malah sama sekali
tidak tahu bahwa permukaan air danau akan naik sekitar setengah
meter. Padahal dengan begitu areal persawahan serta
tambak-tambak ikan mereka tentu bakal: tergenang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini