Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Vonis Arthaloka

Hakim oemar sanoesi memvonis widodo sukarno, presiden direktur pt mahkota real estate dan wakilnya rudy pamaputra, masing-masing 14 tahun. jaksa menuduhnya terbukti korupsi uang pt taspen. (nas)

18 Oktober 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HUKUMAN berat akhirnya jatuh, pada pukul 19.30 Senin pekan ini, menimpa Widodo Sukarno, 53, dan Rudy Pamaputra, 51, masing-masing sebagai presiden direktur PT Mahkota Real Estate dan wakilnya -- tertuduh dalam kasus Arthaloka. Putusan setebal hampir 400 halaman yang dibacakan ketua majelis hakim Oemar Sanoesi menyebutkan tertuduh masing-masing diganjar penjara 14 tahun potong tahanan. Selain itu, harus membayar Rp 30 juta. Dalam sidang selama 8 jam kali ini, tak termasuk istirahat 3 kali selama 2 jam, toh, Widodo masih sempat tertawa renyah ketika mendengar bahwa barang-barangnya mesti disita. Mengenakan setelan safari hitam, ia tampak tenang menerima vonis. Tapi, setelah hampir 8 tahun penyidikan baru bisa diseret ke meja hijau, jaksa menuduh keduanya mengkorup uang PT Taspen (Tabungan Asuransi Pensiun) sehingga merugikan negara Rp 11,58 milyar. Perinciannya, Rp 840,38 juta dalam tahap pembangunan Arthaloka dan Rp 10,73 milyar dalam tahap pengelolaan. Modal pembangunan itu memang dari Taspen. Sedangkan tanah di Jalan Sudirman, Jakarta Pusat, itu miliknya. Dan, setelah dibangun Mahkota Real Estate, hak atas tanah dan bangunan disepakati menjadi milik Taspen, tetapi pengelolaannya oleh Mahkota. Hanya saja, pengelolaan Arthaloka, mulai 1976, itu dianggap Tim Manajemen Arthaloka -- berdasarkan SK Menteri Keuangan menyimpang. Maka, terjadilah pengambilalihan. Widodo malah menuduh balik, Taspenlah yang mengingkari perjanjian. "Saya tetap sebagai pengelola yang sah, dan berhak atas pengelolaan itu," katanya (TEMPO), 8 Maret 1986). Widodo dianggap tidak pernah memberikan laporan tahunan, juga tidak mengindahkan kewajibannya menyetor semua hasil pengelolaannya, kecuali 5% dari hasil bersih yang bisa dikantungi. Sampai September 1985, pengelolaan gedung bertingkat 19 itu diperkirakan sudah menghasilkan Rp 22,78 milyar, tetapi setoran ke Taspen baru Rp 1,03 milyar. Namun, seperti yang disebutkan Widodo, biaya pembangunan gedung itu mencapai Rp 6,252 milyar, dan Taspen hanya menyetor Rp 3,883 milyar. Sehingga, setelah gedung itu selesai, 1976, ia masih punya tagihan Rp 2,3 milyar. Dan, harga gedung itu kini sudah meningkat menjadi sekitar Rp 25 milyar. Kini vonis Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sudah mengakhiri sidang tindak pidana Widodo dan wakilnya. Sarjana administrasi bisnis dari Universitas New York itu tak berkomentar mengenai vonisnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus