Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Hatcher dan harta karun voc

Wawancara tempo dengan berger michael hatcher, penemu harta karun bernilai rp 16 milyar dari kapal voc "de geldermalsen" di perairan riau. hatcher tetap menganggap sah, harta temuannya. (nas)

18 Oktober 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERGER Michael Hatcher. Nama ini mendadak terkenal ketika kasus harta karun yang diperolehnya dari kapal VOC De Geldermalsen -- kemudian dilelang diNegeri Belanda -- dihebohkan media massa. Bujangan kelahiran York, Inggris, 47 tahun lalu itu memulai usahanya sebagai pemburu harta karun sejak 1972 di Singapura. Kemudian seorang cukong Cina, Soo Hin Ong, menawarkan kerja sama dengan menyediakan peralatan pencari harta karun. Kantornya di Singapura, yang hanya mengerlakan dua orang karyawan itu, tak mengesankan milik jutawan baru. Diapit di kiri-kanan oleh toko-toko Cina di Jervois Road, kantor itu mirip sebuah gudang. Kamar kerja Hatcher, yang memperoleh harta karun seharga lebih Rp 16 milyar dan perairan Riau itu, hanya dibatasi dinding setengah papan yang bagian atasnya dipagari kaca. Di sebelahnya, kamar kerja Max Derham, warga negara Swiss, rekan kongsi Hatcher dalam United Subsea Services S.A., sebuah perusahaan bisnis harta karun laut yang didaftar di Panama. Di Amsterdam, Hatcher juga memiliki sebuah kantor dengan dua karyawan tetapyang berstatus mahasiswa, yang ditugasi sebagai tukang riset di museum dan perpustakaan di Negeri Belanda. Berkat kedua orang itulah, Hatcher memperoleh keterangan tentang lokasi harta karun -- termasuk yang ditemukannya di sekitar Kepulauan Riau itu. Namun, yang pasti, Hatcher sendiri tetap menganggap misinya memperoleh harta VOC itu sah. Berikut ini wawancara wartawan TMPO di Malaysia, Ekram Hussein Attamimi, yang menemuinya di kantornya di Singapura, pekan lalu. BISA Anda gambarkan di mana posisi kapal Anda ketika mencari harta itu? Dalam peta ini (sambil menunjukkan peta besar Indonesia) kita bisa melihat perairan internasional dan wilayah perairan Indonesia. Kami berada di sini (sambil menunjukkan sebuah titik di luar garis batas perairan Indonesia). Kami berada di luar 12 mil, batas perairan yang diakui dunia. Dalam zone eksklusif 200 mil, yang diberlakukan Indonesia -- tapi masih tidak diakui kebanyakan negara, terutama Barat -- hanya disebut tentang pemilikan Indonesia atas hasil-hasil sumber daya laut, termasuk mineral. Sama sekali tak disebut harta karun atau kapal yang tenggelam di antara 12 dan 200 mil, juga milik Indonesia. Jadi, kami mematuhi apa yang telah ditetapkan. Kami sama sekali tidak di dalam wilayah perairan Indonesia 12 mil. Apa sebelumnya pemerintah RI memberi peringatan agar Anda tidak mengambil harta dari kapal yang tenggelam di sekitar perairan itu, yang mutlak wilayah perairan Indonesia? Tidak pernah. Belanda malah mengatakan pada pemerintah Indonesia bahwa harta dari kapal yang kami cari itu terdapat di perairan internasional. Karena itu pulalah, tak ada bantahan dari Holland. Malah pemerintah Indonesia sendiri tidak mengemukakan protes pada pemerintah Belanda atas pernyataan Belanda itu. Dan, sebenarnya, pemerintah Belandalah yang minta kami mencari harta karun yang tersimpan beberapa abad di dasar laut. Bagaimana pembagian hasil lelang harta karun itu? Pemerintah Belanda mendapat 10 persen dari penjualan gross. Sisanya, kami yang menemukan harta itu, membagi-baginya setelah mengeluarkan segala biaya dan pajak yang dikenakan di Negeri Belanda. Sekitar US$ 40 juta telah ditanam dalam proyek harta karun ini. Pelaksanaannya sangat mahal. Untuk perlengkapan saja habis US$ 3 juta. Dan biaya lainnya, seperti survei, gaji, konsumsi, asuransi, dan telepon, sekitar US$ 1,5 juta. Sehingga, semuanya US$ 4,5 juta. Total datang dari para penanam modal yang berinvestasi dalam bisnis ini. Apa yang Anda lakukan sejak penemuan lokasi, survei, sampai harta itu diboyong dari dalam kapal yang tenggelam itu? Kami menentukan lokasi yang akan kami selidiki, lantas menyurveinya. Setelah tiga bulan, kami temukan obyek hanya kepingan rangka dan jangkar kapal, karena kapal itu telah tua dimakan zaman. Begitu dijelajahi di sekitar sisa-sisa rangka itu, kami temukan peti tertutup dengan dedaunan teh. Dan di bawah daun teh itu, kami jumpai tulisan VOC. Setelah tanda-tanda itu kami temukan, kami mencari informasi tentang kapal, dengan tanda itu, di museum Holland. Apakah pemerintah Belanda yang minta 10 persen dari Anda? Ya, kami merundingkannya dengan pemerintah Belanda tentang besarnya persentase yang patut diterima si pemilik (Belanda). Biasanya, pihak pencari memperoleh tak pernah di bawah 75 persen, dan 25 persen buat pihak pemilik. Kami telah banyak menghabiskan biaya, waktu, dan berbagai lainnya, dan pekerjaan ini tak mudah, sedangkan pihak pemilik hanya menerima bersih saja, tanpa memikul risiko apa-apa. Persentase untuk pemilik menjadi lebih kecil. Jadi, Anda yakin pemerintah Belanda berhak menerima 10 persen itu? Tentu saja. Pemerintah Belanda adalah pemilik sah kapal dagang itu, bukan kami. Kami dibayar, berdasarkan persentase, oleh pemerintah Belanda untuk menemukan harta itu. Begitu pula kalau kapal milik Indonesia tenggelam di perairan internasional, pemiliknya yang sah adalah Indonesia. Risdam 'kan tenggelam di perairan Malaysia di Selat Malaka, apa itu juga hak Belanda? Ketika Malaysia baru merdeka, negara itu pasang iklan dalam berbagai koran di dunia bahwa kapal yang tenggelam di dalam wilayah perairan Malaysia adalah miliknya. Dan mengenai kapal Risdam yang tenggelam sekitar tahun 1747, di dalam perairan Malaysia di Selat Malaka. hingga kini Belanda tak pernah mengatakan kapal itu adalah milik sah Belanda atau VOC. Malah mengakui itu sudah jadi milik Malaysia. Malaysia menetapkan pemilikan kapal yang tenggelam itu melalui parlemen. Saya tak tahu apakah Indonesia pernah membuat keputusan yang sama dengan yang telah dibuat parlemen Malaysia bahwa semua kapal yang tenggelam di dalam perairan Malaysia menjadi milik Malaysia. Anda tidak pernah mendengar tentang 'archipelago concept' (wawasan Nusantara)? Saya tahu itu. Tapi jelas di dunia ini hanya Indonesia yang menggunakannya. AS sama sekali tidak mengakumya. Tapi 'kan ada juga negara yang mengakuinya, termasuk Malaysia? Itu memang benar. Saya sendiri mengakui konsep itu. Saya tidak mau melawan hukum. Tak ada gunanya bagi saya. Kalau saya berada di Indonesia, tentu saya akan dan harus menaati hukum apa pun yang berlaku di sana. Tapi saya bukan orang Indonesia. Berapa yang Anda kantungi dari hasil penjualan harta karun itu? Sekitar US$ 7 juta dari US$ 15 juta hasil penjualan. Uang itu kami belikan perlengkapan baru. Jadi, kami kini punya perlengkapan baru dan yang lebih mutakhir. Dan kami akan berunding dan bekerja dengan pemerintah atau orang lain untuk mencari lagi kapal yang lain. Pernahkah Anda beri tahu pemerintah RI sebelum mencari harta itu? Itu tidak perlu kami lakukan karena kegiatan kami bukan dalam wilayah perairan Indonesia. Tapi kami tahu pasti, pemerintah Indonesia tahu kegiatan kami. Sebab, marinir Indonesia naik ke kapal kami. Kami bisa buktikan bahwa lokasi itu merupakan perairan internasional. Kami sempat mengambil foto-foto mereka. Jadi, kami punya bukti yang kuat bahwa lokasi penggalian itu bukan dalam wilayah perairan Indnnesia. Apa hubungan Anda dengan Gimin Bachtiar? Gimin datang pada saya dan dia bilang bisa menguruskan kontrak kerja untuk kami di perairan Indonesia. Kami jawab, kami tertarik untuk kerja sama dengan perusahaan Indonesia. Tapi kami mau izinnya dulu. Dia bilang bisa didapat. Kami putuskan mulai bekerja sekitar Juli (tahun lalu). Dia lantas buat fotokopi semua paspor kami yang akan terlibat dalam kegiatan itu. Juga surat-surat kapal yang akan kami gunakan. Dia minta $ 20.000 Singapura, katanya, untuk bayar pajak, izin kerja, dan untuk bea masuk perlengkapan kami. Uang itu untuk keperluan bekerja di Indonesia. Dan dari situlah muncul masalah besar itu. Ternyata, setelah waktu yang kami tetapkan itu tiba, surat izin tidak juga keluar. Tapi bagaimana dia bisa tahu bahwa Anda seorang pemburu harta karun? Dia diperkenalkan pada saya oleh seorang Indonesia yang bekerja di kapal. Lelaki itu bilang, Gimin punya kedudukan yang tinggi dalam pemerintahan, sehingga bisa melicinkan jalan untuk memperoleh izin yang kami perlukan. Saya tidak tahu bagaimana harian Sinar Harapan bisa mengatakan bahwa kami telah melakukan tindakan subversif, dan bahwa pemerintah Indonesia akan menangkap saya. Kami bisa menuntut koran itu di pengadilan karena mencemarkan nama baik kami. Padahal, pemerintah Indonesia sendiri tidak pernah mengeluarkan surat perintah untuk menangkap saya. Berapa orang Indonesia yang bekerja untuk Anda waktu itu? Dari 40 orang yang bekerja sepanjang kegiatan itu, enam warga negara RI. Lainnya ialah Malaysia, Australia, AS, Inggris, Swiss. Selama bekerja, kami diawasi oleh dua kapal patroli laut Indonesia, dan sebuah pesawat AURI jenis Nomad. Kami ambil foto-fotonya dan juga membuat filmnya (video). Kabarnya, Anda diminta Perdana Menteri Lee Kuan Yew untuk mencari harta karun di wilayah perairan Singapura? Tidak ada yang tahu apakah di wilayah perairan Singapura ada harta kami. Jadi yang betul, kami sedang melakukan studi kelayakan tentang kemungkinan itu. Kami baru saja mulai, dan ada orang yang melakukan kajian untuk kami. Tidak ada kontrak yang kami buat dengan pemerintah Singapura. Tapi jika hasilnya positif, kami akan mengajukan usul kepada pemerintah Singapura. Bukan sebaliknya. Dan kami telah menyumbangkan kepada museum Singapura beberapa barang antik porselen Cina yang kami temukan itu. Apa Anda melihat potensi besar harta karun yang tersembunyi di dasar laut perairan Indonesia dan Malaysia? Tentu saja. Indonesia punya Batam dan Malaysia punya Malaka. Juga Indonesia punya perairan Maluku yang menjadi incaran begitu banyak kapal dagang di zaman dulu. Di sana 'kan pusat rempah-rempah. Indonesia ketika itu jelas merupakan sebuah pelabuhan besar yang sangat sibuk. Begitu pula Malaka. Ada bukti kuat tentang kerangka kapal yang berserakan di dasar laut wilayah perairan kedua negara itu. Biasanya, bagaimana Anda membuat kontrak dengan pemerintah setempat untuk menggali harta karun itu? Seluruh biaya dipikul kontraktor. Kalau harta tak ditemukan, pemerintah tidak perlu mengeluarkan biaya. Jadi kerugiannya kami pikul, kendati bisa juga, kalau sepakat, biayanya dipikul sama besar. Tetapi dalam pembagian nanti, setelah dipotong segala biaya, pemerintah akan menerima 10-25 persen. Sedangkan pihak kontraktor paling sedikit 75 persen. Sudah berapa lama Anda berkecimpung dalam bisnis ini? Sudah 16 tahun dalam bisnis menyelam. Tapi kami berdua baru bergabung dalam tujuh tahun terakhir. Apakah pertama kali Anda menemukan harta karun itu? Sudah beberapa kali saya menemukan harta dari kapal yang tenggelam selama 10 tahun menjadi pemburu harta karun. Tapi yang terakhir itu yang paling istimewa. Apakah Anda menghadapi rintangan? Ya, terutama arus yang kuat, sehingga keadaan sekeliling menjadi kabur karena pasir yang terbawa arus. Khusus pada pencarian terakhir itu, begitu tutup peti kami buka, daun tehnya naik, menutupi penglihatan kami, baunya keras.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus