KERATON Solo tiba-tiba sepi. Pembangunan kembali bagian yang terbakar, yang dilaksanakan sejak September tahun lalu, dihentikan di awal tahun ini. Padahal, hampir segalanya sudah disiapkan dan disediakan. Coba saja simak. Panitia pembangunan diketuai oleh Menko Surono, dan karena itu dalam waktu singkat terkumpul dana sebesar Rp 1,4 milyar, plus 2.500 zak semen. Pembersihan puing pun sudah dilaksanakan dengan cepat, berkat bantuan anggota ABRI - dan itu karena Pangab Jenderal L.B. Moerdani ikut dalam panitia. Gambar-gambar rencana pembangunan kembali sembilan bagian bangunan yang terbakar, dibuat berdasarkan dokumen-dokumen yang ada, pun sudah disepakati ketepatannya. Bukan cuma secara teknis, tapi juga secara "spiritual", karena petunjuk tentang membangun keraton Jawa ternyata masih tersimpan aman di museum. Buku tentang kawruh kalang atau pengetahuan tentang ruang -- kitab petunjuk itu -- bukan saja merinci bentuk bangunan, tapi bahkan hingga perbandingan tinggi bangunan dan luas atap komplet tersedia. Lalu, ada pula tim spiritual yang mengurusl hal-hal nonteknis. Tim inilah yang menyusun jadwal, memilih hari baik: kapan peletakan batu pertama harus dilakukan, bangunan yang mana yang didahulukan. Seperti sudah diketahui, jadwal dari tim spiritual sudah dipenuhi hingga akhir tahun lalu. Umpamanya, tumbal berupa tanduk rusa sudah ditanam di kawasan yang akan dibangun pada Juni 1985. Tumbal kepala kerbau dan naga ditanamkan sebulan kemudian. Peletakan batu pertama untuk Sasono Sewoko (tempat raja menerima tamu penting) dan gedung Probusuyoso (tempat tinggal pribadi raja) -- dua gedung inilah yang hendak didahulukan pembangunannya kembali -- sudah juga dilaksanakan di hari yang tepat menurut tim, yakni 17 Agustus 1985. Di awal September tahun lalu, 200 tukang yang berpakaian khas -- berikat kepala dengan semacam selendang kecil kuning melingkari leher mereka -- mulai bekerja. Suasana tak segaduh pembangunan gedung biasa. Para tukang itu terikat peraturan dari tim spiritual: tak boleh bercanda, tak boleh bersiul, tak boleh berkacak pinggang. Dan tepat 1.600-an m2 lantai dasar Sasono Sewoko dan 1.500 m2 lantai dasar Probosuyoso -- selesai menjelang akhir tahun lalu. Jadwal selanjutnya adalah pemancangan tiang-tiang besi untuk teras depan (Paningrat, nama aslinya) Sasono Sewoko. Tiang besi ini berornamen bunga di ujung, pada dasar, dan di tengahnya. Jumlah tiang Paningrat 9 buah. Dan karena tiang yang lama masih utuh kecuali catnya terkelupas dimakan api, oleh tim pembangunan diputuskan bisa dipakai lagi. Kesepakatan sudah bulat, tapi tiba-tiba pemancangan tiang disetop. Pasalnya, tim spiritual -- entah semua anggotanya atau hanya seorang dua -- telah menerima wangsit, bisikan dari alam roh, konon, bahwa "tiang bekas terbakar tak bisa dipakai membangun keraton baru," kata seorang anggota tim. Sebab, sesuatu yang sudah terbakar harus dikembalikan ke tanah. Akan menjadi sumber sial, begitu tutur anggota tim yang tak bersedia disebutkan namanya ini, bila tiang itu dipakai lagi. Bagaimana besar pengaruh wangsit itu terbukti, 200 tukang berkalung selendang kuning tak terlihat lagi di bekas keraton yang terbakar. Preseden ini mencemaskan panitia pembangunan yang lain. "Bila selalu ada wangsit, menyalahi kesepakatan semula, kapan keraton selesai?" katanya. Toh, tak ada upaya untuk mencari kesepakatan antara tim spiritual dan tim pembangunan yang lain. Semuanya menunggu komando dari pemilik bangunan, yakni Paku Buwono XII. Dan Raja kepada Kastoyo Ramelan dari TEMPO tentang belum dilanjutkannya kembali pembangunan keraton itu hanya menjawab, "Saya ingin pembangunan keraton ini tidak grusa-grusu (keburu nafsu)." Memang repot membangun keraton Jawa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini