Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sutradara film Sejauh Kumelangkah (How Far I’ll Go), Ucu Agustin, melayangkan teguran kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Televisi Republik Indonesia (TVRI), dan PT. Telkom Indonesia (Telkom). "Mereka telah menayangkan, memutilasi, dan memodifikasi film tanpa seizin dan tanpa sepengetahuan pembuat dan pemegang hak cipta film," kata Ucu dalam siaran pers yang diterima Tempo, Ahad, 4 Oktober 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Film Sejauh Kumelangkah memenangkan Piala Citra 2019 untuk kategori film dokumenter pendek. Film itu ditayangkan dalam program Belajar dari Rumah (BDR) kerja sama Kemendikbud dan TVRI. Telkom melalui program layanan televisi di platform streaming online TV on-demand UseeTV juga menayangkannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ucu menuturkan, film Sejauh Kumelangkah berkisah tentang persahabatan dua remaja penyandang disabilitas netra yang tinggal di Amerika Serikat dan Indonesia, serta akses terhadap berbagai layanan publik terhadap pendidikan yang merupakan hak asasi manusia. Indonesia memiliki populasi penyandang disabilitas netra terbesar kedua di dunia, setelah Ethiopia sehingga Sejauh Kumelangkah diharapkan dapat memberikan awareness lebih kepada masyarakat dan penyandang disabilitas.
Pada Agustus 2018, setelah Sejauh Kumelangkah memenangkan IF/Then shorts Southeast Asia Pitch yang diselenggarakan oleh Tribeca Film Institute (TFI) bekerja sama dengan Docs by The Sea yang dikelola In-Docs, film diproduksi selama lebih dari setahun dengan sumber pembiayaan dana pribadi dan film grant. Melalui IF/Then shorts SEA film kemudian mendapat kontrak dengan Aljazeera Internasional (AJI - Malaysia) yang mengharuskan film ditayangkan perdana di platform TV Al Jazeera, ekslusif dengan masa hold back 6 bulan. Ucu Agustin saat itu sedang terikat kontrak dengan AJI saat film Sejauh Kumelangkah ditayangkan oleh Kemendikbud di program BDR di TVRI.
Sutradara film dokumenter tentang penyandang disabilitas, Sejauh Kumelangkah, Ucu Agustin. TEMPO | Pito Agustin Rudiana
Menurut Ucu, pelanggaran bermula ketika seorang staf ahli di Kemendikbud meminta In-Docs (Yayasan Masyarakat Mandiri Film Indonesia) merekomendasikan film dokumenter Indonesia untuk tayangan program BDR Kemendikbud di TVRI. "In-Docs sebagai salah satu executive produser film Sejauh Kumelangkah merekomendasikan film ini salah satunya," kata Ucu.
In-Docs kemudian berkali-kali meminta draft kontrak/MOU supaya semua pihak bisa secara transparan mengetahui skema kerjasama penayangan film di program Kemendikbud BDR di TVRI, termasuk untuk memberitahu AJI. "Tapi, tak sekalipun permintaan ditanggapi."
Pada 25 Juni 2020, film Sejauh Kumelangkah tayang di TVRI dalam program BDR Kemendikbud dan juga disiarkan / streaming online di TV on-demand UseeTV. "Tanpa kontrak, tanpa izin, dan tanpa pemberitahuan kepada In-Docs, terlebih kepada saya," ujar Ucu.
Yang menyedihkan, film bukan hanya telah diberi logo Kemendikbud dan TVRI, tapi juga telah dimutilasi dan dimodifikasi sedemikian rupa hingga pesan dalam film terkait isu disabilitas netra banyak terpotong dan hilang serta tidak tersampaikan dengan baik. Secara sepihak, Kemendikbud kemudian juga mengirim uang sebesar Rp 1,5 juta kepada In-Docs melalui rekening atas nama pribadi/perorangan dan bukan melalui rekening resmi institusi Kemendikbud.
Poster film Sejauh Kumelangkah. Facebook/ Uccu Agustin
Ucu menekankan, tindakan itu merupakan perbuatan melawan hukum, yaitu pelanggaran hak cipta seperti yang tercantum dalam Pasal 5 ayat (1) huruf e, Pasal 9 ayat (1) huruf c dan d dan Pasal 113 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta serta Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Ironisnya, tindakan tersebut dilakukan oleh institusi pemerintah dan juga BUMN yang seharusnya melindungi hak cipta.
Ucu Agustin melalui kuasa hukumnya AMAR Law Firm and Public Interest Law Office (AMAR) dalam somasi yang telah dikirimkan, mendesak: Kemendikbud, TVRI, dan Telkom untuk meminta maaf secara terbuka kepada publik atas penayangan tanpa izin, tanpa kontrak dan tanpa pemberitahuan kepada pemilik hak cipta. "Juga karena materi hak cipta ditayangkan ke publik di lembaga penyiaran publik dan dengan menggunakan anggaran dana publik (untuk mitigasi bencana Covid-19)," tulis siaran pers itu.
Ucu juga meminta Kemendikbud untuk membuka rincian dan penggunaan anggaran program BDR kepada publik serta mengawasi program BDR di TVRI untuk selanjutnya, secara ketat.
Ucu juga meminta Kemendikbud membuat program edukasi bagi para pembuat film agar mengetahui hak-haknya. "Adapun TVRI dan Telkom, didesak untuk membuat tayangan edukasi terkait hak cipta selama tiga puluh hari dan setidaknya 30 detik setiap tayangan," demikian desakan di siaran pers itu.
Adapun untuk kerugian material, ketiga pihak – Kemendikbud, TVRI dan Telkom, diminta untuk mengganti rugi secara tanggung-renteng sebesar US$80.000. Biaya ini termasuk untuk menanggung biaya produksi yang masih berutang serta penggantian ganti rugi yang berpotensi dituntut oleh AJI bila Ucu dianggap melakukan pelanggaran kontrak.
Ucu dan kuasa hukum memberikan waktu 7 hari kepada Kemendikbud, TVRI, dan Telkom untuk menjawab somasi. Jika tidak ada jawaban dan/atau pelaksanaan tuntutan somasi, maka dengan terpaksa harus menempuh langkah-langkah hukum yang tersedia.