Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ombudsman Republik Indonesia memperkirakan kerugian yang timbul akibat pembangunan pagar laut ilegal di Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten mencapai Rp16 miliar. Jumlah tersebut merupakan perhitungan awal dari kerugian yang dialami para nelayan dan petambak yang berada di pesisir tempat pagar laut berdiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Total kerugian itu sekitar Rp16 miliar, selama ada kasus itu," kata anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika, melalui sambungan telepon pada Ahad, 12 Januari 2025. Ia menyampaikan perhitungan awal tersebut setelah sebelumnya sempat mengunjungi sejumlah kecamatan yang terdampak pemagaran laut pada Desember 2024 lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yeka berujar kerugian tersebut timbul dari berbagai kesulitan yang dialami para nelayan. Di antaranya karena mereka menjadi kesulitan untuk melaut.
Menurut dia, warga pesisir di Kabupaten Tangerang harus menempuh perjalanan lebih jauh untuk melaut karena keberadaan pagar tersebut. Nelayan harus mengambil jalan mengitari pagar yang menghabiskan waktu hingga 1,5 jam untuk melaut. "Orang jadi tidak melaut, lalu juga pemborosan bahan bakar karena mau melaut harus satu jam setengah habis di jalan, akhirnya tidak produktif," ucap dia.
Ia menyampaikan hingga saat ini belum diketahui pasti pihak yang membangun atau memiliki pagar tersebut. Namun, ia mendapat laporan bahwa pagar itu ikut dibangun sejumlah warga yang belum diketahui asal desa atau kecamatannya.
Mereka dibayar oleh pihak yang belum diketahui identitasnya untuk membangun pagar dari bilah-bilah bambu tersebut. "Ada cerita dari pelapor yang menyampaikan bahwa mereka ada yang bayar. Cuma siapa dan dari warga mana, mereka enggak tahu juga," ujar dia.
Koordinator Jaringan Rakyat Pantura (JRP) Sandi Martapraja mengklaim masyarakat sekitar ikut membangun pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di perairan Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Klaim itu JRP sampaikan meski sebelumnya sejumlah nelayan yang ada di wilayah tersebut memprotes keberadaan pagar laut yang belum jelas pemilik maupun pembangunannya itu.
Sandi mengklaim pagar laut tanpa izin itu berguna untuk mencegah abrasi. "Pagar laut yang membentang di pesisir utara Kabupaten Tangerang ini sengaja dibangun secara swadaya oleh masyarakat," kata Sandi di Tangerang, Banten pada Sabtu, 11 Januari 2025 seperti diberitakan Antara.
Sandi menilai pagar laut yang terbuat dari bilah-bilah bambu itu bisa mencegah bencana. Di antaranya dengan mengurangi dampak gelombang besar, mencegah abrasi, hingga memitigasi ancaman tsunami. "Meski tidak bisa sepenuhnya menahan tsunami," ujar dia.
Pagar laut itu kini telah disegel oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Penyegelan itu berlangsung pada Kamis, 9 Januari 2025. KKP memberikan waktu 20 hari bagi pembangun dan pemilik pagar tersebut untuk membongkar sendiri bangunan yang mereka buat tanpa izin itu. KKP masih berupaya mengidentifikasi pihak yang bertanggung jawab atas pembangunan pagar laut tersebut.
Sebagian nelayan menyambut baik penghentian pembangunan pagar di laut di pesisir Tangerang itu. Seperti Harun, nelayan Kronjo, misalnya. "Ya bersyukur atas tindakan tegas dari aparat dan berharap pantainya kembali dibuka akses untuk melaut," kata dia melalui Whatsapp kepada Tempo Sabtu, 11 Januari 2025.
Ayu Cipta berkontribusi dalam penulisan artikel ini.