Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Guru Hoaks 7 Kontainer Surat Suara, Catatan FSGI untuk Sekolah

Agar kasus guru hoaks 7 kontainer surat suara tidak terulang, FSGI mengimbau para kepala sekolah agar mengawasi guru saat mengajar di ruang kelas.

13 Januari 2019 | 13.42 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Tersangka penyebar hoax tujuh kontainer surat suara tercoblos berinisial MIK (tengah) menutupi wajahnya ketika digelandang polisi menuju mobil tahanan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat 11 Januari 2019. MIK dijerat dengan UU ITE terkait ujaran kebencian juga penyebaran hoax, yang diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. TEMPO/Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo prihatin terhadap MIK, 38 tahun, yang membikin dan menyebarkan berita bohon atau hoaks tentang tentang 7 kontainer surat suara yang sudah tercoblos di Tanjung Priok.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Agar kasus guru hoaks 7 kontainer surat suara tidak terulang, FSGI mengimbau para kepala sekolah agar mengawasi guru saat mengajar di ruang kelas. Kepala sekolah juga wajib memastikan bahwa guru di sekolahnya tidak terlibat politik praktis.

"Sedangkan untuk siswa, sebaiknya tidak takut melaporkan kepada kepala sekolah jika ada guru yang berkampanye," kata Heru dalam keterangan tertulisnya, Ahad, 13 Januari 2018.

Guru yang berpolitik praktis, ujar Heru, dikhawatirkan bakal mempengaruhi pilihan politik siswanya. Selain itu, mengarahkan murid untuk memilih salah satu calon presiden dan wakil presiden.

Selain itu, FSGI menekankan harus ada komunikasi dan koordinasi yang baik antara siswa, wali kelas, kepala sekolah, dan orang tua, untuk mengantisipasi munculnya guru yang berpolitik.

Tak hanya kepada sekolah, Heru mengatakan FSGI turut meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberi pelatihan khusus kepada guru.

FSGI meminta guru tidak hanya dibekali pelatihan teknis administratif dan kurikulum. Namun juga pendidikan untuk berpikir kritis.

Namun, ujar Heru, sekolah agar bijak dalam mengawasi gurunya yang bermain media sosial, apalagi pasca-terbitnya Undang-undang nomor 11 Tahun 208 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Sejak saat itu, Heru menambahkan, banyak pihak tidak bijak menggunakan sosial media dan akhirnya terjerat perkara undang-undang tersebut.

Perkara yang mendera MIK itu bermula dari cuitannya di Twitter. Melalui akun @chiecilihie80, MIK menyebarkan kabar tentang tujuh kontainer berisi 80 juta surat suara di Tanjung Priok. Tulisan itu ditujukan kepada koordinator juru bicara Badan Pemenangan Nasional pasangan Prabowo-Sandiaga, Dahnil Anzar Simanjuntak. 

"DI TANJUNG PRIOK ADA 7 KONTAINER BERISI 80JT SURAT SUARA YANG SUDAH DICOBLOS. HAYO PADI MERAPAT PASTI DARI TIONGKOK TUH,” tulis MIK. Polisi menyertakan bukti tangkapan layar kicauan itu disertai rekaman suara saat membekuk MIK. 

Kepada polisi, MIK mengaku mengunggah cuitan hoaks 7 kontainer surat suara untuk memberi informasi kepada kubu pasangan calon nomor urut 02. Dengan alasan itu polisi kemudian menelusuri relasi MIK dengan tim sukses salah satu pasangan calon presiden. 

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus