Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Safar Muhammad Godam mengungkap terjadi peningkatan tindak pidana keimigrasian sebanyak 122 kasus pada 2024 atau naik 209 persen dibanding 2023. Ia mengklaim, peningkatan itu selaras dengan penggunaan teknologi yang semakin canggih, sehingga terjadi peningkatan pengawasan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Penggunaan sistem yang semakin canggih berakibat pada peningkatan pengawasan itu sendiri. Nah efek dari peningkatan pengawasan, tentu adanya temuan-temuan pelanggaran dan tindakan untuk itu,” katanya saat ditemui pada acara Press Briefing Akhir Tahun Ditjen Imigrasi pada Selasa 17 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Proses penegakan hukum lainnya berupa tindakan administratif keimigrasian sebanyak 5047, yang artinya naik 150 persen dibandingkan tahun 2023. Penangkalan menjadi 9978, naik 49 persen dan pencegahan naik 27 persen menjadi 1379.
Safar mengatakan, beberapa upaya yang dilakukan di antaranya joint investigation dan pengamanan buron Interpol. Kerjasama itu tercatat telah meringkus 16 orang asing dari daftar pencarian orang internasional yang berada di Indonesia. Yang berasal dari berbagai negara, diantaranya adalah Republik Rakyat Cina, Filipina dan Taiwan.
“Joining investigation ini dilakukan bersama-sama dengan 5 negara, tentunya tidak sekaligus, tergantung dengan kasus yang ditangani, di antaranya Kanada, Inggris, Perancis, dan Australia. Salah satu hasilnya mengungkap 350 warga negara Sri Lanka sehingga gagal untuk berangkat ke Kanada secara ilegal,” ucapnya.
Penegakkan hukum dengan sistem deportasi terjadi pada kasus di antaranya, pada Juni 2024, satuan tugas Bali Becik mengamankan 103 warga negara asing asal Taiwan terkait kejahatan cyber dengan korban di luar Indonesia. Pada Agustus 2024, meringkus komplotan Alice Guo sebagai buronan pemerintah Filipina di Batam.
Pada Oktober 2024, meringkus warga negara RRC, yang merupakan subjek red notice Interpol, bernama Lin Qiang di Bali, tersangka melakukan penipuan setara dengan Rp 220 triliun. Pada November 2024, menangkap warga negara Filipina subjek red notice lainnya, yang bernama Hector Alwin Panthollana terkait legalitas izin tinggal di Indonesia.