Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Anak-Menantu Berburu Kursi

TAK perlu lama bagi keluarga Presiden Joko Widodo untuk mulai membangun kekerabatan politik.

16 Desember 2019 | 07.00 WIB

Gibran Rakabuming Raka (kanan) didampingi pendukungnya mendaftarkan diri sebagai bakal calon Wali Kota Solo di Panti Marhaen, Kantor Dewan Perwakilan Daerah PDIP Jawa Tengah, Semarang, Kamis, 12 Desember 2019. Putra sulung Presiden Joko Widodo alias Jokowi berencana mengikuti untuk Pilkada Solo 2020. TEMPO/Jamal Abdun Nashr
Perbesar
Gibran Rakabuming Raka (kanan) didampingi pendukungnya mendaftarkan diri sebagai bakal calon Wali Kota Solo di Panti Marhaen, Kantor Dewan Perwakilan Daerah PDIP Jawa Tengah, Semarang, Kamis, 12 Desember 2019. Putra sulung Presiden Joko Widodo alias Jokowi berencana mengikuti untuk Pilkada Solo 2020. TEMPO/Jamal Abdun Nashr

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TAK perlu lama bagi keluarga Presiden Joko Widodo untuk mulai membangun kekerabatan politik. Belum dua bulan periode kedua pemerintahannya, anak dan menantu mantan Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta itu kini berusaha meraih kekuasaan di Solo, Jawa Tengah, dan Medan, Sumatera Utara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Gibran Rakabuming Raka, anak pertama Jokowi, menyorongkan diri menjadi calon Wali Kota Solo. Ia "melambung ke atas" -termasuk mendatangi Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri-setelah pengurus lokal partai itu menyatakan pendaftaran sudah ditutup. Kamis pekan lalu, ia mendaftar ke pengurus partai Jawa Tengah. Adapun Bobby Nasution mendaftar menjadi calon Wali Kota Medan ke PDI Perjuangan dan Partai Golkar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Secara formal, Gibran dan Bobby tak melanggar aturan apa pun. Pasal yang melarang perkerabatan politik dalam pemilihan kepala daerah pun telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi pada 2017. Aturan itu antara lain menyatakan calon kepala daerah tidak boleh memiliki "hubungan darah, ikatan perkawinan dan/atau garis keturunan tingkat lurus ke atas, ke bawah, ke samping dengan petahana, yaitu ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak, adik, ipar, anak, menantu, kecuali telah melewati jeda satu kali masa jabatan".

Gibran dan Bobby jelas memiliki hak politik untuk mengikuti kontestasi politik. Gibran yang selama ini berbisnis melalui sejumlah perusahaan rintisan-antara lain gerai minuman tradisional yang mendapat investasi sekitar Rp 70 miliar pada tahun ini-pun bisa jadi tak kesulitan meraih kursi wali kota. Begitu juga Bobby yang telah membangun jaringan politik dan bisnis di Medan.

Yang mendapat perhatian publik, barangkali, adalah kepantasan Gibran dan Bobby ikut dalam pemilihan ketika Jokowi masih berkuasa dan menguasai semua instrumen politik negara ini. Artinya, Jokowi bisa memiliki benturan kepentingan. Jejaring aparat negara kelak bisa saja membantu keduanya dalam pemilihan, baik setahu Jokowi maupun tidak. Kemungkinan itu sangat besar, antara lain, jika melihat pengalaman campur tangan aparat dalam pemilihan Wali Kota Makassar, Sulawesi Selatan, yang ketika itu melibatkan kerabat Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Jokowi sendiri berdalih tidak bisa melarang anak dan menantunya mengejar kursi wali kota. Ia pun menganggap pencalonan keduanya bukan merupakan bentuk politik dinasti. Alasannya, mereka mengikuti pemilihan, bukan penunjukan. Tentang penunjukan, Soeharto melakukannya setelah 32 tahun berkuasa, ketika ia menunjuk anaknya, Siti Hardijanti alias Tutut, menjadi Menteri Sosial pada 1998.

Presiden juga terkesan tidak aktif dalam pencalonan Gibran dan Bobby. Kenyataannya, Gibran justru menyampaikan pesan-pesan ayahnya ketika berpidato saat mendaftar ke kantor PDIP Jawa Tengah. Kata Gibran, ayahnya menyebutkan bahwa ia harus membawa Solo "melompat lebih maju". Kehadiran Ibu Negara Iriana saat melepas Gibran menuju pendaftaran secara tidak langsung juga menunjukkan dukungan Jokowi.

Karena aturan dinasti dalam pemilihan telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi, beban politis kini patut kita berikan kepada Jokowi. Ia mesti menjauhkan dirinya dari benturan kepentingan. Pertanyaannya: apakah bisa?

Catatan:

Ini merupakan artikel tajuk koran tempo edisi 16 Desember 2019

 
Ali Umar

Ali Umar

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus