Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Membumikan Perjanjian Al-Mizan

Para ulama, cendekiawan, dan aktivis lingkungan muslim baru saja melahirkan Perjanjian Al-Mizan. Upaya menjaga masa depan bumi dan peradaban.

18 Maret 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi: Tempo/Kuswoyo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Fachruddin M. Mangunjaya
Scholar Drafting Team Al-Mizan Covenant, Dekan Fakultas Biologi dan Pertanian (FBP) Universitas Nasional

Akhirnya Al-Mizan Covenant atau Perjanjian Al-Mizan resmi diluncurkan di arena global, di United Nation Environmental Assembly ke-6 (UNEA-6), Nairobi, pada 27 Februari lalu. Dokumen ini dibuat sebagai panduan upaya merawat bumi yang sudah sewajarnya dipelihara dengan baik oleh umat manusia. Pedoman tersebut tentu saja berakar pada pesan wahyu Ilahi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dokumen ini dirumuskan oleh para sarjana terkemuka dunia Islam, terutama yang bergerak di kancah global dan menyaksikan realitas krisis atau kerusakan lingkungan hidup. Para sarjana yang peduli ini terdiri atas ilmuwan muslim, para alim, cendekia, dan aktivis lingkungan hidup serta perubahan iklim yang selama ini aktif dan peduli. Mereka merenung mencari ajaran moral agama untuk mendapat pelajaran serta pesan nilai ajaran yang tinggi. 

Dokumen ini menjalani proses yang panjang. Draf pertama Al-Mizan dibagikan kepada lebih dari 300 lembaga Islam dan mitra internasional untuk memperoleh masukan dan konsultasi. Selanjutnya dilakukan review oleh 28 ilmuwan dan alim dari berbagai negara untuk kemudian mendapat revisi versi bahasa Arab oleh Majelis Hukama Al-Muslimin yang merupakan jaringan ulama Al-Azhar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kata Al-Mizan diterjemahkan sebagai keseimbangan atau balance dalam bahasa Inggris. Kata ini merujuk pada Surah Ar-Rahman (Yang Maha Penyayang), yang di dalamnya Allah SWT menggambarkan penciptaan bumi serta alam semesta dalam keseimbangan sempurna: "Yang Maha Penyayang, mengajarkan Al-Quran, menciptakan manusia, mengajarinya kefasihan (berbicara), matahari dan bulan bergerak dengan perhitungan yang tepat, dan bintang-bintang serta pepohonan bersujud, dan lagit Dia angkat dan berikan keseimbangan (mizan), agar kamu tidak melampaui batas (mizan), dan menegakkan keadilan dan tidak mengurangi keseimbangan (mizan).” (Quran 55:1-9).

Perjanjian Al-Mizan untuk bumi yang terdiri atas sekitar 99 halaman ini mengkaji etika di balik pola sosial keberadaan manusia dan menyelidiki bagaimana mereka dapat dihidupkan saat ini dengan bekerja selaras dengan detak jantung alam. Perjanjian ini menyajikan pandangan Islam terhadap lingkungan dalam upaya memperkuat tindakan lokal, regional, dan internasional dalam menanggulangi perubahan iklim serta ancaman lain terhadap planet ini. 

Para cendekiawan muslim berjejaring dari berbagai bangsa melihat bahwa secara sains, yang juga mengungkap sunatullah, fitrah semua ciptaan Tuhan di bumi—bahwa planet bumi sedang tidak baik-baik saja. Sekitar 1,8 miliar umat Islam di seluruh dunia tidak berpangku tangan. Karena itulah, mereka yang mempunyai pengetahuan pun telah bergerak. Para saintis dan lembaga-lembaga muslim di seluruh penjuru dunia hendaknya peduli dan mengimplementasikan tindak lanjut dokumen penting ini.

Perawatan lingkungan hidup dan pemuliaan alam sebagai ciptaan Tuhan sewajarnya telah menjadi darah daging dalam peradaban Islam. Dengan ajaran inilah, perilaku pribadi dan praktik ramah lingkungan kiranya terwujud dalam pergaulan kita dengan orang lain. Juga tentang perhatian dalam hubungan kita dengan alam dan makhluk hidup lainnya. Dokumen Al-Mizan mengandung seruan kuat supaya umat Islam terlibat aktif dalam menjaga lingkungan hidup menjadi pendorong yang relevan bagi akademikus, aktivis lingkungan, penggerak sosial, masyarakat, dan pemimpin umat untuk terus meningkatkan kegiatannya. 

Dokumen ini secara komprehensif juga merujuk pada studi dan resolusi mutakhir tentang perjanjian berbagai negara dalam perjanjian lingkungan hidup multilateral (MEA), antara lain dituliskan: “… kami senang mengetahui bahwa Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati (CBD) telah mengadopsi kerangka kerja keanekaragaman hayati global baru yang terdiri dari empat tujuan yang harus dicapai pada 2050 dan 23 target spesifik yang harus dipenuhi oleh negara-negara penanda tangan pada 2030. Di antara tujuan-tujuan tersebut sasarannya adalah mengurangi hilangnya kawasan dengan keanekaragaman hayati tinggi, termasuk ekosistem dengan integritas ekologi tinggi, mendekati angka nol pada 2030".

Dengan demikian, Al-Mizan akan menjadi penyokong penting integrasi sains dan ajaran agama, terutama dalam studi Islam di dunia akademis. Dokumen ini juga menjadi petunjuk aksi praktis bagi gerakan lingkungan di dunia muslim, seperti ekopesantren, ekomasjid, dan green hajj. Karena itu, dokumen ini menjadi relevan untuk diajarkan di universitas Islam di seluruh dunia, pesantren-pesantren, dan majelis-majelis ilmu. Toh, ajaran suri teladan Nabi Muhammad SAW  menggarisbawahi perlunya upaya mendorong pada kebaikan publik, melarang tindakan salah, dan bertindak secukupnya setiap saat: “Hendaklah ada komunitas di antara kamu yang menyeru kepada yang baik, menganjurkan yang saleh, dan mengharamkan yang munkar, merekalah yang berhasil.” (3: 104)

Fazlun Khalid, dari Yayasan Islam untuk Ilmu Ekologi dan Lingkungan (IFEES) Inggris, menyatakan bahwa Al-Mizan dapat tampil sebagai cahaya penuntun, terinspirasi oleh iman dan didorong oleh tanggung jawab, untuk membangun masa depan yang lebih berkelanjutan bagi diri kita sendiri dan generasi mendatang. Al-Mizan memuat daftar nilai-nilai Islam yang mengesankan terhadap bumi. 

Dokumen ini juga terinspirasi oleh konsep fitrah, hubungan bawaan kita dengan alam, mengejar keunggulan dan perbuatan baik (ihsan) dalam ekologi, membangun kawasan konservasi (hima) guna melindungi lingkungan kita untuk semua generasi. Komitmen terhadap pelindungan sumber daya ekologis mencerminkan keyakinan bahwa pengelolaan lingkungan hidup adalah amanah suci, sebuah kewajiban yang diberikan Tuhan kepada manusia sebagai khalifah di muka bumi.

Masuk untuk melanjutkan baca artikel iniBaca artikel ini secara gratis dengan masuk ke akun Tempo ID Anda.
  • Akses gratis ke artikel Freemium
  • Fitur dengarkan audio artikel
  • Fitur simpan artikel
  • Nawala harian Tempo

PENGUMUMAN

Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Sumber rujukan disebutkan lengkap pada tubuh tulisan. Kirim tulisan ke e-mail: [email protected] disertai dengan nomor kontak dan CV ringkas.

Fachruddin M. Mangunjaya

Fachruddin M. Mangunjaya

Ketua Pusat Pengajian Islam Universitas Nasional, Dosen S3 Fakultas Ilmu Politik Universitas Nasional

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus