Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Jabatan Panglima ABRI diserahterimakan dari Jenderal L.B. Moerdani ke penggantinya Jenderal Try Sutrisno. Kini tugas Sutrisno, sebagai pimpinan tertinggi ABRI, adalah merealisasikan pewarisan nilai ABRI.

5 Maret 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERPISAHAN selalu mengharukan. Tapi di dalam ruang bersejarah dan di antara pintu-pintu antik aula Markas Besar ABRI di Jalan Merdeka Barat, Jakarta, keharuan kali ini terasa istimewa. Senin malam lalu, acara dan suasana yang tak sering terjadi itu berlangsung di antara perwira-perwira tinggi angkatan bersenjata yang posisinya amat penting dalam politik Indonesia. Itulah saat Panglima ABRI yang baru, Jenderal Try Sutrisno, mengadakan resepsi untuk pendahulunya, Jenderal L.B. Moerdani. Suasana lain mulai menyusup ke resepsi, persisnya di ujung pesta, ketika kebanyakan tamu sudah pamit, ketika yang tersisa umumnya tinggal para anggota ABRI dan para Istri. Bob Tutupoly dan kelompok band penghibur telah meninggalkan panggung dan para pedansa telah berhenti melantai. Setiap angkatan telah memberikan plakat kenang-kenangan kepada tokoh yang hingga pagi hari itu masih menjadi panglima mereka. Seakan-akan memberi puncak kepada acara itu, Jenderal L.B Moerdani, dengan suaranya yang berat, mengucapkan kata-kata perpisahan. Ia berdiri, dikelilingi oleh para perwira, yang mengenakan seragam pesta resmi putih berdasi kupu-kupu. Dengan khidmat mereka mendengarkan pesan yang disampaikan tanpa teks itu. Jenderal Moerdani menyatakan rasa bangganya telah dipercaya sebaga orang nomor satu di jajaran ABRI selama lima tahun kurang satu bulan. Ia juga mengucapkan rasa terima kasihnya kepada para perwira yang telah melaksanakan tugas dengan baik. "Tahun 83 hingga sekarang adalah lima tahun paling aman dalam sejarah Indonesia," katanya. Prestasi itu dikemukakannya bukanlah semata karena dirinya. "Sebagai orang yang beragama, saya tak akan mengatakan ini karena saya," katanya. Prestasi itu karena para perwira ABRI telah bekerja keras. Lalu Moerdani, yang datang bersama istri dan putri tunggalnya, juga berharap agar kerja sama yang baik ini juga diberikan kepada penggantinya, Jenderal Try Sutrisno. Sebab, memang tugas para anggota ABRI adalah untuk menjalankan perintah panglimanya. Ketaatan pada disiplin serta tata cara militer ini telah dicontohkan sendiri oleh perwira tinggi yang punya banyak pengalaman tempur itu, di pagi harinya. Ini berlangsung pada upacara serah terima jabatan Panglima ABRI di Markas ABRI yang baru di Cilangkap, Jakarta Timur. Yakni ketika upacara yang berlangsung hanya sekitar 30 menit itu hampir usai dan komandan upacara memerintahkan pasukan memberi hormat pada Panglima. Maka Jenderal L.B. Moerdani--yang telah resmi berhenti sebagai Pangab dan berdiri di sisi kiri Jenderal Try Sutrisno - berputar ke samping, menghadap kepada penggantinya, dan memberi hormat dengan sikap sempurna. "Agaknya, Pak Benny ingin menunjukkan pada perwira lain bahwa semua anggota ABRI harus menghormati panglimanya, siapa pun dia," kata seorang perwira tinggi yang hadir pada upacara itu kepada TEMPO. Sikap serupa, bagi Jenderal Moerdani, juga tersimpan pada diri setiap anak buahnya. Dalam kata perpisahannya Senin malam lalu ia mengatakan, "Pak Harto memang melakukan tindakan yang berani dengan melakukan pergantian jabatan lebih cepat dari biasanya". Namun, hal ini dapat dilakukan karena pergantian pimpinan ABRI kini dapat dilakukan dengan mulus, "tidak seperti masa-masa yang lalu," katanya dengan nada bangga. Kebanggaan ini juga tersirat dalam menampilkan ABRI sebagai tentara yang memilikl cin khas: lahlr sebagai tentara rakyat. Itulah sebabnya, dalam sambutannya di Cilangkap, Jenderal Try Sutrisno menyatakan tekadnya untuk mempertahankan ciri ini. Pergantian pimpinan ABRI, kata Try Sutrisno, kapan pun, "tidak akan sedikit pun mengubah identitas TNI ABRI sebagai tentara rakyat, tentara pejuang, dan tentara nasional". Pelestarian tradisi itu tampaknya jadi tema pokok pemikiran Jenderal Try sejak ia masih berpangkat mayor. Ketika mengikuti Seskoad angkatan 1972, Try Sutrisno muncul menjadi fokus perhatian pimpinan ABRI karena mengajukan makalah berjudul "Masalah pewarisan dalam TNI-AD dan Integrasi TNI-Rakyat". Kini tugas Jenderal Try Sutrisno, sebagai pimpinan tertinggi ABRI, adalah merealisasikan konsep pewarisan nilai itu. Hal ini diakuinya bukan hal yang mudah. "Sebagai pimpinan ABRI yang baru, saya menyadari sepenuhnya bahwa tanggung jawab yang baru saja dilimpahkan ke atas pundak saya bukanlah suatu hal yang ringan," katanya ketika memberi sambutan resmi sebagai Pangab baru. "Namun, saya yakin bahwa tanggung jawab yang besar ini, insya Allah, akan dapat saya laksanakan sebagai suatu kehormatan dan kepercayaan, diiringi tekad dan semangat jajaran ABRI, serta partisipasi seluruh lapisan masyarakat," tambahnya. Dukungan jajaran ABRI tampaknya tak perlu diragukan lagi. Paling tidak, itulah yang diyakini Jenderal Moerdani dalam sambutan di malam perpisahannya. Karena itu, Jenderal Moerdani - yang mengaku akan selalu berjiwa ABRI kendati di saat tak berdinas aktif lagi itu - justru menuntut hal yang sama dari penggantinya. Dan ini dikatakannya ketika menutup kata perpisahannya, "Jangan kecewakan kami." Bambang Harymurti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus