KANTOR Yayasan Keluarga Adil Makmur (KAM) seakan pindah ke Mabes Polri. Sepanjang hari, bahkan terkadang sampai malam, belasan pegawai KAM terlihat simpang-siur di lantai tiga gedung di Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Secara bergantian mereka diperiksa. Segala map, buku, dan kartu anggota mengonggok di kamar kerja Letkol. F. de Vrites, Kepala Subdit Reserse Ekonomi, Direktorat Reserse Mabes yang menangani kasus KAM. Sebuah pesawat komputer dan 30 disket berisi data anggota KAM - juga merupakan barang sitaan dari kantor KAM - ada di sana. Setelah KAM dibekukan, Rabu dua pekan lalu. dan ketua umumnya, Tusup Handojo Ongkowidjaja, ditangkap, pemeriksaan intensif terhadap 15 pengurus KAM terus dilakukan. Sejauh ini baru Ongko sendiri yang resmi dijadikan tersangka. Tapi, menurut sumber kepolisian, sejumlah pengurus teras yayasan, tampaknya, akan segera bergeser menjadi tersangka. Endang Wahyuni, wakil ketua yayasan dan "istri" Ongko, misalnya, ternyata banyak tahu kegiatan yayasan itu. Rekeningnya di sebuah bank swasta di Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, ternyata terhitung sangat aktif. Dari sinilah misalnya dikeluarkan uang sekitar Rp 400 juta untuk membayar puluhan hektar tanah di Lembang aawa Barat) yang kini berada di bawah pengawasan polisi. "Setiap bulan uang yang keluar masuk di rekening itu bisa milyaran rupiah," ujar sebuah sumber. Artinya banyak sekali kegiatan Ongko yang diketahui Yuni - panggilan "istri" Ongkowidjaja itu. Tampaknya, polisi memprioritaskan kasus KAM. Tuduhan mengedarkan meterai palsu terhadap Ongko masih belum dikutik-kutik. Bila perkara KAM diprioritaskan, cukup mudah dipahami, karena kasus ini melihatkan puluhan ribu anggota yayasan. Menurut pengakuan Ongko, yayasannya memiliki 74.000 anggota. Dari jumlah itu baru sekitar 4.000 yang sudah memperoleh paket kredit Rp 5 juta itu. Mereka ini yang sekarang resah. Rabu pekan lalu lebih dari 1.000 orang ini mendatangi gedung DPR. Mereka menunggu di luar gedung, sementara 33 anggota mewakili mereka diterima Fraksi Karya Pembangunan. Tindakan polisi terhadap Ongkowidjaja tak mereka tentang, tapi idenya - tabung pinjam gotong-royong -- mereka mmta diteruskan. Misalnya, mereka meminta agar pemerintah turun tangan mengelola KAM, karena KAM mampu membantu kaum ekonomi lemah. Mereka tak percaya bahwa sebenarnya usaha itu naif. "Kami dengar Ongkowidjaja punya simpanan Rp 13 milyar di bank. Kami minta dewan ini menjelaskan di bank mana uang itu disimpan, lantas kita putuskan duit itu mau diapakan," kata Ikhraman Talib, S.H., juru bicara mereka. Ia tak menjelaskan dari mana sumber berita itu. Tentu saja F-KP tak bisa menanggapi usul itu. Akhirnya diperoleh kesepakatan bahwa kasus ini baru dibicarakan kembali setelah Sidang Umum MPR selesai. Sejumlah 18 anggota KAM menempuh cara lain. Kamis pekan lalu, mereka menggugat Ongkowidjaja dan KAM di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Mereka menggugat KAM dan Ongko agar membayar tabungan mereka sekitar Rp 19 juta (jumlah yang sudah dibayarkan ke-18 anggota itu) ditambah Rp 500 juta sebagai kerugian moril yang mereka alami menjadi anggota KAM. Gugatan itu disampaikan melalui Pengacara O.C. Kaligis. Mereka juga minta pengadilan melakukan sita jaminan atas seluruh harta benda KAM dan Ongkowidjaja. Polisi memang sudah menyita sebuah rumah mewah milik Ongkowidjaja di kompleks perumahan Pluit, Jakarta Utara. Kemudian ribuan hektar tanah di Lembang, Bekasi, Cikampek, dan beberapa daerah lainnya di Jawa Barat. Disita pula 20 mobil milik yayasan. Dari kas kantor KAM ketika digeledah polisi, Rabu malam dua pekan ternyata cuma ada uang Rp 43 juta. Ada lagi Rp 21,5 juta diambil polisi dari tangan James, 19 tahun, anak kedua Ongko. Uang itu hasil penjualan mobil Taft GT yang belum lama dihadiahkan Ongko pada sang anak. Tiga rekening di bank atas nama Koperasi Adil Makmur, Endang Wahyuni, dan Jusup Handojo Ongkowidjaja juga sudah dibekukan. Tapi konon duitnya tak seberapa. Selasa pekan lalu, terbongkar pula oleh polisi bahwa putri sulung Ongko, Ribkah Handayani, 21 tahun, memiliki rekening di sebuah bank. Oleh karena itu, hari itu polisi menangkap Ribkah dan adiknya, James. Konon, menwrut pengakuan mereka, uang Rp 190 juta di dalam rekening itu untuk biaya perbaikan rumah yang dibeli Ongko di Pluit tadi. Sehari menginap di Mabes Polri, setelah diperiksa, kedua anak itu dilepaskan. Ada dugaan Ongko telah mentransfer uangnya ke Singapura. Ongko memang sering mengakui bahwa dia memiliki sebuah perusahaan di sana bernama Rotax Corporation yang entah bergerak di bidang apa. Tapi bagaimana transfer uang itu dilakukan ? Masih gelap. Sebenarnya dari uang pendaftaran anggota saja, yang Rp 50.000,00/paket itu selama ini KAM sudah mengumpuikan duit (dari 74.000 anggota) sebesar Rp 3,7 milyar. Dan uang ini dianggap hangus dan menjadi milik yayasan. Sedangkan uang tabungan yang dikumpulkan dari anggota seluruhnya (menurut pengakuan Ongko) berjumlah sekitar Rp 17 milyar. Padahal, semua barang berharga dan duit yang disita polisi (termasuk Rp 100-an juta yang diakui Ongko sudah dipakainya membayar utang akibat dia tertipu izin SSB palsu) baru sekitar Rp 1,5 milyar. Tidak jelas berapa yang sudah dibayarkan Ongko kepada anggota dalam bentuk paket kredit, berapa yang masih tersisa, dan di mana semua disimpan Ongko. Yang jelas, polisi tampaknya terus melacak di mana Ongko menyimpan uang KAM. Selasa pekan lalu, misalnya, polisi menyita sebuah peta tua dari bagasi mobil Mercedes butut milik Ongko yang diparkir di arasi rumah pondokan Yuni di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Menurut pengakuan Ongko, itulah peta harta karun yang tersimpan di Kalimantan Barat. Amaran Nasuiton, Yopie Hidayat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini