Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font face=verdana size=1><B>Pemilu 2009</B></font><br />Membaca Wangsit Rasional

Megawati akhirnya bersedia menjadi calon presiden PDIP. Setelah bertanya ke pemimpin besar.

17 September 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DARI atas podium, suara Megawati Soekarnoputri terdengar bergetar dilantang-lantangkan. Seraya mengucap nama Tuhan, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu menyatakan menerima pinangan untuk maju dalam pemilihan presiden 2009. Inilah gong penutup Rapat Koordinasi PDIP di Arena Pekan Raya Jakarta, Senin pekan lalu

Setidaknya 15 ribu kader ”moncong putih” yang hadir bertempik-sorak. Sebagian histeris, berlinang air mata—pokoknya terharu. Lagu Maju Tak Gentar karya Cornel Simandjuntak lalu dikumandangkan. Kemudian Mega berseru, seperti biasa, ”Apakah kalian siap untuk menang? Apakah mau bekerja?” Massa berkaus merah-hitam itu memadu suara: ”Siaaap!”

Sungguh, bagi pendukungnya, kesediaan Megawati menjadi calon presiden 2009 lumayan mengejutkan. Sebab, sehari sebelumnya, ketika menutup Rapat Kerja Nasional II yang diikuti 1.532 pengurus PDIP seantero Indonesia, Mega masih mengunci mulut. ”Saya mau tanya dulu ke pemimpin besar saya, Bung Karno,” ujarnya, kemistik-mistikan.

Artinya, Mega akan sowan ke pusara presiden pertama Indonesia itu, di Desa Bendogerit, Kecamatan Sanan Wetan, Kota Blitar, Jawa Timur? Entahlah. Sebab, bagi Megawati, mencari wangsit atau petunjuk gaib di kuburan bapaknya tidaklah salah. ”Itu kan bapak saya sendiri?” katanya sekali waktu.

Untuk pembenar, ia merujuk pendapat ulama karismatik Nahdlatul Ulama, KH As’ad Syamsul Arifin. Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyyah, Sukorejo, Asembagus, Situbondo, Jawa Timur, ini pernah jadi tuan rumah Muktamar NU 1984, dan wafat pada 1998. Menurut Megawati, KH As’ad pernah berpetuah agar ia bertanya kepada bapaknya, baik ketika sedih maupun gembira.

Sumber Tempo yang pernah dekat dengan Megawati meyakini, sebenarnya Mega sudah mendapat wangsit menjadi calon presiden 2009 jauh sebelum Rapat Koordinasi Nasional. Soal kapan persisnya wangsit itu tiba, hanya Megawati yang tahu. Yang pasti, sumber ini meyakini, wangsit merupakan aspek penting bagi seluruh keputusan politik istri Taufiq Kiemas ini.

Berziarah ke makam Bung Karno, katanya, memang bagian dari mencari wangsit itu. Tempat lain adalah petilasan Batu Tulis Bogor, kamar 308 Hotel Samudera Beach di Pelabuhan Ratu, kamar 327 The Grand Bali Beach Hotel, Pura Gunung Kawi, Tirta Empul Istana Tampaksiring, dan Pura Lempuyang Luhur, Karangasem, Bali. Megawati tak punya tradisi sowan ke kiai, kecuali ketika masih mesra dengan KH Abdurrahman Wahid.

Pada 29 Juni lalu, Megawati memang berkunjung ke makam Bung Karno. Pada saat matahari sepenggalah di ufuk barat, Megawati menabur bunga di makam sang ayahanda. Bersama dia ada Sekretaris Jenderal PDIP Pramono Anung, Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDIP Tjahjo Kumolo, Sutjipto, dan Theo Sjafei.

Begitu tiba di makam, Megawati bersimpuh. Juru kunci memandu melafalkan kalimat tahlil dan doa. Setelah semuanya menabur bunga, Megawati dibiarkan bersendiri di makam. Setidaknya sepuluh menit Megawati tepekur takzim. ”Pasti ada yang wigati (penting),” kata Edi Saputro, 35 tahun, warga Blitar pengagum Bung Karno, yang sering menyaksikan Megawati menabur bunga di makam ayahnya.

Tjahjo Kumolo menampik tudingan bahwa Megawati percaya klenik. Megawati menunda pernyataan bersedia dicalonkan bukan karena menunggu wangsit, melainkan mengkalkulasi dukungan rakyat yang ditunjukkan dengan kartu tanda anggota PDIP. Pada Pemilu 2004, jumlah anggota PDIP 11,6 juta, sedangkan jumlah pemilihnya 18,7 juta. Artinya, ada 7 juta pemilih bukan pemegang kartu anggota.

Dalam Rapat Kerja Nasional di Bali, Januari lalu, kata Tjahjo, Megawati menargetkan 20 juta pemegang kartu tanda anggota PDIP, dan itu angka aman untuk dukungan calon presiden. Tapi baru terpenuhi sekitar 18 juta. Karena itulah Megawati belum menyatakan bersedia. Pada akhir 2007, Megawati menargetkan 23 juta pemegang kartu anggota PDIP. Tiga bulan lalu, jumlah itu tercapai. ”Ini kalkulasi rasional, tidak ada klenik,” katanya.

Sunudyantoro, Dwidjo Utomo Maksum (Kediri), Imron Rosyid (Solo)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus