Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

18 Tahun Aksi Kamisan: Pengingat Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Aksi Kamisan memasuki usia 18 tahun. Harapan yang teguh mengingatkan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat.

16 Januari 2025 | 09.54 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Aktivis sekaligus advokat hak asasi manusia, Asfinawati, memberikan kuliah terbuka di Aksi Kamisan terakhir di era pemerintahan Jokowi. Aksi Kamisan ke-836 ini digelar di seberang Istana Merdeka, Jakarta Pusat, pada Kamis, 17 Oktober 2024. TEMPO/Ervana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENELITI Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial (LSJ) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) sekaligus Collective for Critical Legal Studies (Colleges), Markus Togar Wijaya, berpendapat penegakan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia hanya menjadi retorika yang terwujud dari sikap pemerintahan Prabowo Subianto.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada hari pertama sebagai Menteri Koordinator Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra mengeluarkan pernyataan bahwa peristiwa kekerasan pada 1998 bukan merupakan pelanggaran HAM berat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Pernyataan ini menunjukkan Yusril enggan membaca literatur ilmiah yang menyoroti pelanggaran HAM berat di Indonesia. Padahal, banyak literatur nasional dan internasional yang menunjukkan bagaimana infrastruktur kekuasaan bekerja untuk membungkam, menyabotase, dan membunuh HAM," kata Markus Togar.

Menurut dia, koheren dengan pernyataan Yusril tersebut, nyatanya tidak ada secuil komitmen Prabowo Subianto terhadap penyelesaian kasus pelanggaran HAM. Kondisi ini menjadi indikasi Indonesia memasuki zaman kegelapan. Markus menyebut kondisi ini sebagai dark ages of human rights.

Dark ages of human rights ditandai munculnya sejumlah penalaran amburadul yang tidak bersandar pada keilmiahan, seperti pernyataan Yusril. Aspek ilmu pengetahuan dikesampingkan dan dimusnahkan dalam proses pengambilan kebijakan.

"Puncak dari kondisi ini adalah dunia terjebak dalam kegelapan dan berujung pada pembodohan publik. Sebab, kebanyakan pejabat hanya paham HAM sebatas yang tercantum dalam konstitusi. Padahal, makna HAM jauh lebih dalam daripada itu. Menegakkan HAM bukan hanya sekadar menyediakan segala kebutuhan warga negara, melainkan memanusiakan seorang manusia," ujar Markus.    

Dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat, mata rantai impunitas semakin kuat. Menurut Markus, Para penjahat HAM masih berada “di atas hukum” dan tidak tersentuh. Pertanyaannya, mengapa Menteri HAM, Natalius Pigai, tidak fokus mengurusi masalah ini saja? Apakah ia lupa bahwa Aksi Kamisan telah bertahun-tahun berdiri teguh di depan istana negara dan menuntut untuk mengadili para penjahat HAM?

Menurut Markus, jawaban dari pertanyaan tersebut karena Kementerian HAM hanya mengikuti kemauan “majikannya” yang tidak memiliki visi tentang penegakan HAM. Sama seperti ungkapan Jokowi yang masih dilestarikan Prabowo: tak ada visi misi menteri, yang ada hanya visi misi presiden dan wakil presiden.

"Pada konteks penegakan HAM, warga negara hanya akan dianggap objek, bukan subjek yang dilibatkan secara aktif. Kementerian HAM tidak akan berani melibatkan warga negara sebagai subjek karena rentan mengikis posisi politik 'majikannya'," kata dia.

Secercah Harapan Gerakan Masyarakat

Markus mengungkapkan, advokat dan aktivis HAM, Yap Thiam Hien, menelurkan konsep Civil Death (kematian sipil). Konsep ini adalah kondisi individu tidak dapat bertindak sebagai orang yang sah secara hukum. Individu diperlakukan seperti ampas dan dirampas hak-haknya. Mereka tidak memiliki kekuatan dan suara katanya, mengutip dari McGregor dan Setiawan, 2019.

Pernyataan Yap ini sejalan dengan sengkarut kondisi HAM Indonesia. Namun, kata Markus, di tengah kondisi ini kita patut menaruh harap pada gerakan-gerakan masyarakat sipil tidak henti menjadi elemen kontrol terhadap negara yang kian banal.

Setidaknya, masih ada elemen masyarakat yang bergerak dengan moral serta kritis. Masih ada mahasiswa yang tidak menggadaikan idealismenya untuk kepentingan kekuasaan. Masih ada akademisi yang tetap memegang teguh integritasnya untuk berpihak pada korban ketidakadilan sosial. Masih ada lembaga pers yang mewartakan kebenaran dan tidak menjilat maupun menghamba pada kekuasaan.

Pada 16 Januari 2025, Aksi Kamisan menjadi salah satu motor penggerak HAM akan berulang tahun. Ulang tahun gerakan ini menjadi spesial karena dilaksanakan dalam rezim kekuasaan yang dianggap sebagai seorang pelanggar HAM. Meskipun Aksi Kamisan bertambah tua, semangatnya tidak larut dimakan zaman.

"Semangat itu tidak berkurang, justru semakin berapi-api mengembalikan mereka yang dihilangkan. Tugas sebagai warga negara adalah menjaga api tersebut, meneruskannya ke antar generasi, dan menggalakkan nyalanya di tengah sengkarut rezim predatoris," kata Markus, menegaskan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus