Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Difabel

2 Persoalan Utama Sekolah Inklusif di Kabupaten dan Kota Layak Anak

Ketahui apa saja tantangan bagi anak berkebutuhan khusus yang mengenyam pendidikan di sekolah inklusif.

26 Maret 2021 | 10.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Seorang siswa berkebutuhan khusus tingkat sekolah dasar bermain basket di halaman Sekolah Inklusif Galuh Handayani, Surabaya (05/9). TEMPO/Fully Syafi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak, Kementerian  Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Nahar mengatakan ada dua persoalan utama yang dihadapi sekolah inklusif, terutama di kabupaten dan kota layak anak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Hasil monitoring dan pemantauan kami pada 2019 melalui kegiatan Evaluasi Kabupaten/Kota Layak Anak menunjukkan implementasi pendidikan inklusif pada sekolah penyelenggara pendidikan inklusif masih menemui hambatan," kata Nahar dalam webinar Sosialisasi Perlindungan Anak Penyandang Disabilitas di Satuan Pendidikan pada Rabu, 24 Maret 2021. Dua hambatan yang dimaksud adalah aksesibilitas dan fasilitas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mengenai aksesibilitas, persoalan yang dihadapi sekolah inklusif adalah jumlah tenaga guru yang masih kurang. Adapun fasilitas, menurut dia, sarana dan prasarana yang belum mendukung. "Di sisi lain, masih ada kerentanan anak berkebutuhan khusus dan keluarga dengan anggota penyandang disabilitas mendapatkan perundungan atau stigma dari masyarakat," ucap dia.

Nahar melanjutkan, hambatan tersebut perlu segera diselesaikan dan semua pihak yang berkecimpung di dunia pendidikan mesti mencari jalan keluarnya. Sebab anak berkebutuhan khusus tetap harus terpenuhi haknya baik di lingkungan satuan pendidikan dan hak atas perlindungan di lingkungan tempat tinggalnya.

Mengenai perlindungan anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar, Direktur Sekolah Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Sri Wahyuningsih mengatakan pemerintah telah menjamin pendidikan untuk penyandang disabilitas dalam sistem pendidikan nasional melalui pendidikan inklusif dan pendidikan khusus. "Mereka turut serta dalam program wajib belajar 12 tahun dan mengutamakan agar dapat bersekolah di lokasi yang dekat dengan tempat tinggalnya," ujar Sri.

Beberapa hambatan dalam mewujudkan pendidikan yang layak bagi anak penyandang disabilitas, menurut Sri Wahyuningsih, antara lain masih ada penolakan dari sebagian orang tua atau masyarakat jika sekolah menerima siswa berkebutuhan khusus. Di beberapa sekolah yang menerapkan prinsip pendidikan inklusif, Sri melanjutkan, juga masih terjadi perampasan hak-hak anak penyandang disabilitas, fasilitas pendidikan yang belum maksimal, dan jumlah guru pendamping yang masih terbatas.

Ditambah lagi belum semua pemerintah daerah memprioritaskan program pendidikan inklusif, sehingga anggaran untuk sektor ini masih kurang. "Kami sangat berharap agar semua pihak berkolaborasi menyediakan akomodasi yang layak bagi pendidikan anak berkebutuhan khusus," ucap Sri.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus