Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Adam malik menjawab

Wawancara tempo dengan adam malik mengenai ktt asean, dewan keamanan pbb dan masalah timor timur, politik non-blok indonesia, hubungan indonesia dengan timur tengah dan polemik b.m.diah. (nas)

7 Februari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIANG itu Menlu Adam Malik kabarnya terpaksa membatalkan semua acaranya. Menurut seorang pembantunya, pak Adam merasa kurang enak badan. Sekalipun begitu, ia masih iuga memenuhi undangan makan siang yang diadakan PWI Pusat di Press Club, jalan Veteran, Jakarta 30 Januari lalu. Dan beberapa jam sebelum acara makan siang yang juga dihadiri pers luar negeri dan para Atase Pers berbagai Kedubes di sini, Menlu Adam Malik juga menyempatkan untuk melakukan wawancara dengan team wartawan TEMPO. Berikut ini adalah petikan-petikan penting dari wawancara itu: ASEAN Tanya: Menjelang KTT ASEAN di Bali nanti, saling kunjung- mengunjungi antara berbagai pembesar Asia Tenggara menyolok sekali. Apa sebenamya yang terjadi? Jawab: Kegiatan ini logis. Sebelum mereka berkumpul, tentu ingin saling menjajaki kegiatan masing-masing. Apakah bahan-bahan yang selama dipersiapkan oleh pejabat-pejabat tinggi itu sudah sesuai dengan keinginan kepala negara-kepala negara itu. Kecuali Datuk Hussein, itu kunjungan perkenalan. Dan yang ia bicarakan di sini hanya melanjutkan hal-hal yang sudah dirintis oleh almarhum Tun Razak. T: Apa saja toh yang mereka bicarakan? J: Yang di Singapura itu saya tidak tahu. Tapi kita tentu kenal tokoh-tokoh itu masing-masing. Lee Kwan Yew itu "pedagang". Jadi tentu ia ingin ASEAN ini nanti menonjol dagangnya. Dan kalau demikian, tentu yang jadi mimpinya adalah free trade (perdagangan bebas), supaya semua barangnya bisa masuk ke Indonesia yang berpenduduk 130 juta, ke Muangthai, Malaysia dan Pilipina. Ini logis, toh, modal mereka kan toko, jadi harus jual barang. T: Keinginan Singapura itu, berapa jauh didukung oleh anggota ASEAN lainnya? J: Kalau kita mau obyektif, pada pertemuan tingkat menteri yang terakhir di sini, sudah dicapai kesepakatan bersama bahwa perdagangan bebas itu adalah tujuan terakhir dari kemajuan ASEAN nanti, pada suatu ketika. Di Eropa saja -- yang hampir segala tingkatan hidupnya sama -- soal ini belum selesai. Kepada Lee Khoon Choy (bekas Dubes Singapura di Jakarta) dulu saya jelaskan bahwa ini hanya soal waktu. Kalau dipaksakan sekarang, hanya akan merugikan negara anggota lainnya. T: Kalau bukan perdagangan bebas itu, lalu apa yang harus jadi pengikat antar negara ASEAN? J: Kalau menurut saya bukan perdagangan, tapi bagaimana industri dimajukan. Jangan maju sendiri saja dong. Apa yang bisa dikerjakan bersama. Umpamanya pabrik baja yang besar untuk kita berlima, boleh. Pabrik pupuk bersama sebagai penunjang pertanian -- juga baik. T: Bagaimana sikap Pilipina mengenai usul Indonesia ini? J: Mereka ini nampaknya masih ragu-ragu. Waktu Presiden Marcos ke mari itu dia masih tanya: apa yang baik untuk Indonesia? Saya bilang: apa saja Indonesia mau. Pabrik kacang pun untuk 130 juta orang Indonesia ini, boleh. T: Jadi dalam KTT ASEAN di Bali ini akan ada dua pihak dengan usul tak terdamaikan? Singapura dengan perdagangan bebasnya dan Indonesia dengan kerja sama industri itu? J: Tidak begitu. Itu konklusi dari artikel dalam Far Eastern Economi Review (tulisan Harvey Stockwin, pada edisi 23 Januari 1976 -- Red) itu. Karena itu saya sebut artikel tersebut sebagai suara Singapura, sebab dia tidak menyebutkan usul Indonesia mengenai menaikkan industri di masing-masing negara ASEAN ini, kalau perlu secara bersama. Dan mereka akan ketemu. Ini soal waktu saja. Kita toh tidak menentang perdagangan bebas yang diinginkan Singapura itu. Kalau sekarang tingkat industri dan perdagangan kita sama, sudah tidak ada soal lagi. T: Dalam artikel FEER itu disebut juga bahwa sikap Indonesia itu hanya rumus Menteri Ekuin Prof: Widjojo. Apakah ini betul? J: Tidak benar. Itu adu domba. Keputusan itu keputusan bersama, dan Widjojo itu kan Menteri Ekonomi. Dialah yang harus bicara. Secara sehat saja, bisakah kita berdiri bersama-sama dengan pemilik toko, sementara kita belun punya apa-apa? T: Apakah kerja sama ASEAN ini tidak terganggu oleh posisi Muangthai yang sekarang -- kekalutan politik dalam negeri dan ancaman komunis di sepanjang perbatasannya? J: Problim itu timbul akibat dua hal normalisasi hubungan Muangthai dengan Peking dan selesainya soal IndoCina. Dan Muangthai ini sedang mencoba mengoreksi pemerintahan militer dulu Tapi proses demokratisasi ini kan harus ada batasnya, karena yang mau infiltrasi di sana juga mempergunakan proses demokratisasi ini. Susah menolak infiltrasi yang juga menggunakan semboyan demokrasi sekali komunis berada di dalam -- sebagai yang kita alami dulu -- mereka akan meluas. Ini yang kita takutkan dengan Muangthai yang kini kelihatannya mencoba mengambil hati pihak komunis setelah kemenangan mereka di Indocina. T: Lantas apa yang bisa dilakukan ASEAN? J: Dalam pertemuan nanti, perlu dijelaskan kembali pengalaman kita dan bagaimana sebaiknya sikap menghadapi ASEAN ini. Mereka ini masih berpendapat bahwa dengan bersahabat dengan Peking mereka aman dari Hanoi dan sebaliknya. Menurut kita, ini tidak betul. Muangthai harus bersandar pada kekuatannya sendiri. Untuk itu mereka di sana harus bersatu. Jadi menurut saya, proses demokratisasi di Muangthai harus disertai dengan penggunaan Angkatan Bersenjata secara efektif serta mobilisasi kekuatan rakyat. T: Apakah posisi Muangthai yang sekarang ini tidak akan malah mendekatkannya dengan tetangganya di Utara itu? Dan ASEAN nantinya akan kembali jadi Maphilindo? J: Yah, kalau begitu lebih cepat lagi ia akan digulung. Dan kita akan kehilangan Muangthai. Ini yang harus kita cegah. Untuk itu harus diberikan kepada mereka ini pengalaman kita menghadapi komunis itu. T: Kelihatannya Indonesia terlalu bersemangat menyelenggarakan KTT Asean ini. J: Kita malah yang paling tidak bersmangat. Yang minta KTT ini dari luar, bukan kita. Desakan itu sejak 2 tahun lalu. Kita selalu katakan, siapkan aja. Sekarang sudah di ambang pintu, sebagai tuan rumah, yah, kita harus bersemangat. T: Apakah karena kurang bersemangat itu maka berita rencana kehadiran Perdana Menteri Jepang, Australia dan Selandia Baru tersebar di luar negeri tanpa setahu kita? J: Itu soalnya lain lagi. Fraser itu ingin menunjukkan bahwa dia lebih dekat terhadap ASEAN dari pada Whitlam. Dan dia mau ekonomis, sekali datang, ketemu semua. Juga ia mau memberikan kesan -- barangkali kepada Amerika atau sahabatnya -- bahwa "saya udah pengaruhi ASEAN". Sebenarnya, dari semula saya bilang bahwa tuan-tuan tidak bisa hadir pada pertemuan ASEAN. Kalau saya mengundang mereka, tentu saya undang juga Indo Cina, MEE dan AS yang membantu kita. Mereka boleh datang, tapi setelah pertemuan itu. T: Sementara PM Fraser ingin berbaik-baik dengan ASEAN, dia toh mengumumkan dukungannya pada perlunya pangkalan Amerika di Samudra Indonesia. Bagaimana ini? J: Itu tidak mengejutkan, sebab sudah ia kemukakan ketika masih menjadi pihak oposisi. PBB & TIMOR T: Dewan Keamanan PBB secara aklamasi menyalahkan Indonesia dalam kegiatan di Timor Timur itu. Sementara Ahmad Subardjo menilai hal tersebut akibat kurangnya lobbying, sebagian orang lagi menilainya sebagai akibat kurang mesranya hubungan kita sekarang dengan negara-negara Non-Blok. Bagaimanakah sebenarnya? J: Coba sebutkan satu per satu anggota Dewan Keamanan PBB biar saya terangkan latar belakang sikap mereka terhadap kita. Aljazair tidak menyokong kita, karena kita menyokong Maroko dan Mauritania dalam konflik Sahara dan ini amat tidak menyenangkan Aljir. Pakistan juga tidak menyokong kita sebab dalam soal Kashmir kita juga tidak menyokong mereka. Juga Amerika, kenapa dia tidak menggunakan vetonya untuk menolong kita, misalnya? Eh, memangnya kita ini budak Amerika? Lagi pula Portugal itu kan anggota NATO juga. Jadi kita harus obyektif. Soal lobby, lobbylah itu negara-negara Komunis biar mereka pro kita. Apa bisa? T: Timor Timur 'kan bukan soal baru. Dulu India juga mengambil Goa. J: Itu soalnya lain. Waktu itu anggota Dewan Keamanan PBB siapa? Saya kira waktu itu Indonesia di PBB, dan kita diam saja. Faktor anggota Dewan Keamanan ini juga perlu diperhatikan. Lagi pula, meskipun sama-sama Non Blok jika kepentingan nasional kita berlainan dalam suatu hal. yah, kita tidak bisa memberikan bantuan. Pakistan itu saudara kita, tapi kalau dia bantu kita di Dewan Keamanan, sama saja kalau mereka bunuh diri. T: Bagaimana dengan Singapura? J: Singapura ini rupanya merasa takut di-Timor-kan oleh Indonesia atau Malaysia. Begitu psikologinya. Pada hal kita ini -- boleh dibelah dada kita -- sama sekali tidak ada ambisi untuk mengambil Timor Timur itu. Kenyataannya adalah bahwa rakyat di sana yang memerlukan bantuan kita. Di mana harga diri kita ini jika orang meminta bantuan kita lalu kita diam saja. Dan jangan lupa, orag-orang Fretilin ini berkali-kali melanggar perbatasan kita, masuk mencuri dan membunuhi rakyat. Apa kita harus diam? T: Apakah bukan karena debat di PBB berputar-putar antara soal sukarelawan atau bukan sukarelawan? J: Bukan. Tapi dengan sukarelawan atau bukan, pokoknya kita harus memberikan bantuan. T: Kalau memang begitu, mengapa terlambat? J: Yah, seperti saya katakan tadi, karena kita memang tidak punya ambisi memperluas wilayah. Kita akhirnya ke Timor Timur karena terpaksa. Karena diminta oleh rakyat sana. NON BLOK T: Bagaimanakah cara pengambilan keputusan dalam bidang politik luar negeri kita? J: Kita ada Panjatap (Panitia kerja tetap antara Deparlu dan instansi pemerintah lainnya) dan sidang Dewan Stabilisasi (politik), kabinet terhatas itu. Hal ini juga berlaku dalam keadaan darurat. Dalam hal ini kita teratur, tidal boleh lewat begitu saja. Dulu di zaman Orde Lama kebijaksanaan ini diputuskan antara presiden dengan menlu. Barangkali karena banyaknya menteri pada zaman Soekarno itu. Sekarang hal itu dianggap tidak tepat lagi, meskipun pada awal Orde Baru, cara seperti itu memang masih terjadi. T: Sebagian orang menilai politik luar negeri kita sudah beranjak jauh dari politik Non-Blok. J: Definisi Non-Blok itu apa? Ini yang mereka lupa. Non-blok itu artinya kita melihat sesuatu tanpa menyangkutkannya dengan kepentingan imperialis. Tapi sekarang ini kalau kaum komunis mau mempersatukan kepentingannya dengan kita, mau apa tidak kita? Ini terjadi pada Non-Blok sekarang. Korea Utara masuk Non-Bok, Kuba juga masuk. Lalu apa ukurannya sekarang? Itu sama sekali melanggar prinsip Non-Blok. Karena itu maka saya keluar dari pertemuan di Georgetown (ibukota Guyana, Amerika Selatan, tahun 1973 -- Red) dulu. Akhirnya soal prinsip ditinggalkan dan sistim senang sama senang saja. Jadi kalau menurut saya, Non-Blok itu sudah jauh meninggalkan prinsil-prinsipnya. T: Apakah hak hidup Non-Blok itu sekarang ini memang sudah tidak ada lagi? J: Kalau saya bilang tidak ada, salah juga. Masih perlu, cuma harus dikembalikan pada proporsinya kalau kita mau mempergunakannya untuk melawan penjajahan dan kemiskinan. T: Melihat kenyataan bahwa dana-dana di negara Barat mulai berkurang dan adanya kegiatan ke arah tata baru perekonoman dunia di PBB, apakah akan ada perubahan tekanan pada politik luar negeri kita nantinya? T: Tergantung kita. Melihat resesi yang melanda dunia, kita tentu tidak bodoh untuk tetap meminta pada IGGI. Kita tentu berusaha ke Timur Tengah dan ke negara-negara Sosialis. Soalnya, apakah kita sudah siap menampungnya. Yang harus kita lakukan sebenarnya adalah memobilisir kemampuan ekonomi rakyat kita sendiri. Kalau dapat bantuan dari luar, ya, sukur. Lagi pula orang-orang itu 'kan bukan nabi yang suka membantu. Menurut saya mereka baru mau membantu kalau melihat keuntungan yang besar. Karena itulah harus kita jaga agar kerja sama dan bantuan luar negeri ini jangan sampai pada suatu kali dipergunakan untuk menikam kita. T: Apakah kita telah menggunakan minyak kita dalam diplomasi, setidak tidaknya dalam lingkungan ASEAN? J: Sudah, Umpamanya sekarang ini kita mempergunakan minyak kita untuk menolong beberapa negara ASEAN. Momentumnya memang sudah ketinggalan sedikit. Waktu mereka membutuhkan itu kita suruh tunggu, baru sekarang kita kasih tapi mereka sudah kekurangan uang. Tapi itu sudah kita kompensir dengan perlakuan khusus --saya tidak bilang harga khusus, ini bisa bikin marah OPEC. T: Sudahkah ada kesatuan bahasa antara politik dalam negeri dan luar negeri bahwa bahan mentah kita bisa dipergunakan dalam diplomasi. J: Sekarang sudah ada, meski pun terlambat. Padahal sejak di Aljir dulu saya tekankan kepada Ibnu Sutowo agar memberikan bantuan minyak kepada ASEAN, supaya mereka tidak lari minta ke Peking. T: Mengapa terlambat? J: Saya kira karena waktu itu mereka berfikir bahwa dengan uang yang banyak kita bisa pula berbuat banyak dalam pembangunan, sementara faktor-faktor lain dilupakan. Misalnya saja faktor persenjataan. Baru setelah kita sibuk di Timor disadari bahwa kita kekurangan senjata. Mestinya, ada tidak ada perang, senjata kita selalu harus diperbaharui. Semuanya harus terencana. T: Setelah 10 tahun pemerintahan Orde Baru, sudah berapa jauhkah kita melakukan pemikiran kembali politik luar negeri kita? Selama ini mendapatkan bentuknya sebagai reaksi terhadap Komunis .... J: Apakah sudah begitu luas rakyat kita mengetahui bahaya komunis itu sekarang? Saya kira sudah lupa lagi orang itu. Aksentuasi politik luar negeri kita seperti yang ada sekarang ini disebabkan karena belum banyak negara Sosialis yang memberikan bantuan. Terhadap pembangunan kita sekarang ini, tidak ada perhatian kecuali dari Amerika, Jepang dan Eropa Barat. T: Dengan makin kuatnya suara Dunia Ketiga di PBB --yang menyebabkan Amerika Serikat tidak enak -- bagaimana sikap kita di situ, terutama terhadap Tata Baru Ekonomi Internasional? J: Tata Baru Ekonomi Internasional ini sebenarnya masih merupakan semboyan saja. Masing-masing setuju, tapi masing-masing juga tidak setuju. Masing-masing ingin melaksanakan keinginannya. Titik keseragaman antar negara kaya dan miskin, masih makan waktu. Posisi kila tidak begitu sulit. Sebab apa yang mereka inginkan tidak perlu kita tolak. TIMUR TENGAH T: Dapatkah hubungan kita dengan Timur Tengah dikembangkan sebagai suatu sumber dana yang baru? J: Sebetulnya kalau kita mau mempelgunakan kesempatan, baik. Umpamanya dengan Abu Dhabi atau Oman. Mereka memerlukan instrukturr polisi. Kita kan bisa kirimkan. Jadi kita jangan tahunya minta saja. Mereka kekurangan tenaga ahli, kirim dong, ini orang-orang yang baru selesai sekolah. T: Siapa sebenarnya yang harus memulai? Pemerintah atau swasta? J: Saya kira yang memulai harus Pemerintah. Bappenas bisa melakukan ini dengan minta bahan-bahan dari Deplu. T: Ada pendapat veteran diplomat kita yang menyebut politik luar negeri kita terhadap Timur Tengah sebagai "politik terhadap modin" Jadi urusan haji sajalah Bagaimanaini? J: Soalya karena dulu kita tidak menganggap daerah ini penting, kecuali untuk berhaji tiap tahun. Dengan perkembangan minyak, baru kita sadar. Dengan menjadi kayanya mereka, baru kita ingin mendekatkan diri. Mulai sekarang kita koreksi sikap yang dulu itu. Apa yang dibutuhkan mereka kita kasihlah. Kecil-kecil sajalah: instruktur polisi? tukang bikin es, ahli pertanian. Kalau kita sebagai orang Islam bisa kenapa mereka harus datangkan dari Eropa, atau Korea? Pakistan yang sejak lama memberikan sejumlah tenaga kini menikmati mengalirnya bantuan keuangan dari negara-negara Arab itu. Jadi bagimana orang mau datang pada kita, kalau kita tidak memberikan jasa? B.M. DIAH T: Bagaimana penyelesaian polemik dengan'B.M. Diah? J: Saya pribadi tidak ada apa-apa. Dia sudah minta maaf. Tapi bagi saya kalau minta maaf tidak di koran, bukan minta maaf namanya. T: Berapa jauh argumentasi B.M. Diah yang pak Adam tidak setujui? J: Cara Diah mengemukakan pendapatnya tidak obyektif. Caranya menghasut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus