Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo menceritakan perkenalannya dengan Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Hashim mengatakan, perjumpaannya dengan Jokowi terjadi sekitar akhir 2008 di Solo, Jawa Tengah. "Waktu itu saya menjadi seorang terdakwa kasus konyol, itu kasus arca," kata Hashim di Media Center Prabowo-Sandiaga, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin, 21 Januari 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hashim mengatakan saat itu dia dituduh tidak mendaftarkan sejumlah arca peninggalan bersejarah. Hashim membuktikan tuduhan itu tidak benar dan akhirnya dinyatakan tak bersalah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekitar sidang kedua, kata Hashim, dia diundang Jokowi melalui penasihat hukumnya, Nicholay Aprilindo. Hashim mengaku diundang ke sebuah acara pemaparan keberhasilan kinerja Jokowi menjadi Wali Kota Solo.
Menurut Hashim, selama tiga jam Jokowi membeberkan keberhasilannya memindahkan pedagang kaki lima (PKL) tanpa kekerasan. Jokowi mengklaim telah menemui mereka sebanyak 54 kali sebelum para PKL itu akhirnya mau pindah.
"Seorang kepala daerah mau ketemu PKL saya pikir orang baik kan? Di situ saya jadi kawan beliau dan pendukung beliau," ujar adik dari Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto ini.
Hal ini disampaikan Hashim sekaligus merespons pernyataan Jokowi saat debat capres perdana pemilihan presiden 2019 pada Kamis lalu, 17 Januari. Hashim membantah omongan Jokowi saat debat yang mengaku tak mengeluarkan uang sama sekali untuk pemilihan gubernur DKI Jakarta 2012. Hashim mengatakan dirinyalah yang mendanai pemenangan Jokowi tujuh tahun lalu itu.
Adapun masalah arca yang disebut Hashim konyol itu pernah ditulis Majalah Tempo pada 2008. Nama Hashim disebut-sebut oleh Lambang Babar Purnomo, karyawan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah. Lambang ketika itu menjadi saksi ahli kasus pencurian dan pemalsuan arca dari Museum Radya Pustaka, Solo. Namun, Lambang ditemukan meninggal di selokan awal Februari 2008. Pihak keluarga menduga kematian Lambang tak wajar meminta tubuhnya diotopsi lengkap.
Menurut Lambang, di antara benda kuno di rumah Hashim terdapat gading dari situs Sangiran dan arca Nandisa Wahana Murti yang kemudian disita polisi. Hashim Djojohadikusumo juga menjadi saksi untuk tersangka pencuri dan pemalsu arca, Heru Priyanto. Kepada polisi Heru mengaku menjual arca kepada Hashim. Hashim membantah membeli arca dari Heru. Dia mengatakan arca dibeli dari konsultan seni Hugo Kreijger.