Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Aksi bakar rumah sendiri

Seseorang melakukan protes penggusuran dengan membakar rumahnya sendiri. gara-gara bupati tak memberi ganti rugi, kecuali uang jasa.

24 Juli 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MARA Guna Nasution bak terjebak di jalan lingkar. Ia tak tahu mau mengadu ke mana untuk mempertahankan rumahnya. Maka, ketika azan Jumat berkumandang dari sebuah mesjid di Rantauprapat, 300 km dari Medan, dua pekan lalu, ia mengambil keputusan yang sungguh dramatis: membakar rumahnya sendiri. Tak sampai setengah jam, rumah yang ditempatinya sejak lima tahun lalu itu telah menjadi abu. Maklum, rumah yang dibangunnya itu terbuat dari kayu pohon kelapa dan beratap daun nipah. Kini Mara bersama istri dan enam anaknya menumpang di rumah orang tuanya. ''Hidup kami tergantung belas kasihan orang,'' kata istri Mara. Walau kehilangan rumah, Mara merasa yakin bahwa protesnya itu benar. ''Lebih baik rumah jadi abu daripada hidup ditindas penguasa,'' kata laki-laki berusia 36 tahun itu. Yang diprotes tak lain adalah Bupati Labuhanbatu, Kol. Ali Hanafiah, yang berniat membangun jalan lingkar Rantauprapat. Kebetulan, jalan sepanjang 16 km itu menerjang tanah Mara.Luas tanah Mara sekitar 4.000 meter persegi, didapat dari warisan orang tuanya tahun 1986. Ibunya membeli tanah itu tahun 1945, yang dibuktikan dengan surat asisten wedana (kini camat). Dengan harga pasaran tanah Rp 15.000, tentu Mara berharap bisa memperoleh ganti rugi Rp 60 juta. Namun, Bupati tak hendak memberi ganti rugi. Yang disiapkannya adalah ''uang jasa'', sebagai pengganti tenaga yang dikeluarkan untuk membangun rumah itu. Besarnya Rp 10 juta, tanpa perhitungan harga tanahnya. Artinya, tak ada ganti rugi untuk tanah dan rumah Mara. Keputusan ini tentu dirasa aneh oleh Mara. Sebab, dalam keppres yang terbit bulan lalu, tanah penduduk harus diberi ganti rugi. Namun, apa jawab Bupati? ''Kami tak punya dana. Yang kami miliki hanya buldoser. Jadi, penduduk harus berkorban,'' kata Ali. Kini Rantauprapat memang tak punya jalan lingkar, sehingga bus lintas kota pun terpaksa menderu di tangah kota. Bus lintas Sumatera, yang besar-besar itu, bercampur baur dengan angkutan kota dan kendaraan pribadi, melewati tengah kota.Bagi Mara, pembangunan jalan sendiri tak jadi soal. ''Maulah aku, asalkan diberi ganti tanah di tempat lain,'' kata bekas wartawan mingguan Persada, Medan, ini. Yang jadi persoalan, tiba-tiba saja tanahnya dipatok. Maka, aktivis Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia wilayah Sumatera Utara ini kontan berang. Ia mendatangi kepala desa. Dari situ diketahui, tak ada ganti rugi bagi tanahnya. Ia mengingatkan kepala desa agar memberi tahu setiap ada tindakan atas tanahnya. Mara bertambah kesal ketika tiba-tiba pagarnya dibuldoser. Kebetulan, ia baru pulang setelah tiga hari dinas di luar rumah, di sebuah koperasi kebun kelapa sawit. ''Saya lihat pekarangan saya sudah diobrak-abrik,'' katanya. Halaman dan isinya pun hancur, termasuk kolam ikan kesayangannya. Ternyata, pemborong, tanpa berbicara lebih dahulu, langsung menggusur pagar Mara. ''Istri saya sampai menangis. Tapi pemborong minta ganti rugi setengah juta per hari untuk penundaan,'' ujar Mara. Menghadapi itu, Mara merasa seperti putus asa. Ia pun mengambil keputusan nekat: membakar rumah. Bupati Ali menyayangkan tindakan Mara. ''Saya tidak menyuruh dia membakar rumah itu,'' katanya. Tapi Mara toh perlu jawaban, siapa yang harus mengganti tanah dan mengurus anaknya. Kalau bukan Bupati, pikir Mara, siapa lagi kalau bukan api? Mukhlizardy Mukhtar (Medan) dan Iwan Q.H.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus