Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Mogok Makan untuk Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) mengakhiri aksi mogok makan yang mereka lakukan di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada pukul 13.00, Senin, 14 Agustus 2023. Padahal, berdasarkan siaran pers aliansi, mereka seharusnya menggelar aksi hingga pukul 17.00.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aksi mogok makan ini dilakukan atas upaya aliansi tersebut untuk mendesak DPR lanjutkan pembahasan mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) yang Maret lalu sudah disepakati menjadi usulan DPR. Namun, hingga saat ini belum ada jawaban atas keberlanjutannya RUU tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat melakukan aksi, ada beberapa pihak yang mendatangi dan menanyakan mengenai kelengkapan berkas aksi mogok makan tersebut. Ada pula yang ingin merobohkan tenda yang dipasang karena dianggap merusak estetika. “Speaker, toa, spanduk, poster, tenda terbuka, selebaran, dan perlengkapan medis (sudah terdaftar),” ucap salah satu tim legal dari aliansi tersebut. Padahal aliansi sudah mengurus dan mendapatkan perizinan dari Polda Metro Jaya untuk menggelar aksi di depan Gedung DPR.
Tyas, salah satu peserta aksi dari Perempuan Mahardhika, menyatakan mereka ingin menghemat energi untuk demo esok hari sehingga membubarkan diri tanpa memicu gesekan. "Hemat energi, besok kita aksi lagi, agar sustain kan aksinya," ujar Tyas, Senin, 14 Agustus 2023. Aliansi akan terus menggelar aksi hingga ada kejelasan mengenai kelanjutan RUU PPRT.
Aksi mogok makan hari ini diikuti sekitar 50 orang dan diharapkan meningkat seiring waktu. Aksi ini juga diadakan di enam kota, yakni Jakarta, Medan, Tangerang, Semarang, Yogyakarta, dan Makassar. “Tidak hanya PRT, para tokoh masyarakat dan jaringan masyarakat sipil akan tergabung dalam aksi-aksi ini,” tuturnya.
Selain membawa spanduk dan payung hitam, mereka juga menampilkan simbolisasi berupa piring-piring yang di atasnya terdapat benda-benda rumah tangga. “Aksi piring kosong ini menandakan PRT yang menahan lapar karena jam kerja yang panjang dan tidak bisa berkata tidak karena harus terus bekerja. Rata-rata Pekerja Rumah Tangga kan takut mengatakan lapar atau capek, jadi terus bekerja. Selain itu, piring juga menunjukan rantai yang mengartikan kekerasan dan perbudakan modern yang terjadi pada PRT,” tutur Koordinator JALA PRT Lita Anggraini.
Alifya Salsabila Novanti
Pilihan Editor: Target Disahkan Tahun 2023, Begini Garis Besar Isi RUU PPRT