Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) melarang alat peraga kampanye yang menampilkan gambar tokoh nasional seperti Sukarno, Soeharto, KH Hasyim Asyari, dan B.J. Habibie. “Tokoh-tokoh itu bukan pengurus partai politik,” kata komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, di Hotel Sari Pan Pacific, Senin, 26 Februari 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun foto-foto tokoh partai, seperti Susilo Bambang Yudhoyono dan Megawati Soekarnoputri, diperkenankan dipasang pada alat peraga kampanye. “Ya, itu boleh, karena beliau pengurus partai.”
Baca: Dewan Pers Awasi Breaking News dan Running Text tentang Kampanye
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Partai politik boleh mencantumkan nama calon presiden dan wakil presiden atau pengurus partai politik lain. Namun, ucap Wahyu, untuk memastikan alat peraga kampanye sesuai dengan ketentuan atau tidak tetap harus dilaporkan kepada KPU untuk dikoreksi.
Penggunaan gambar tokoh nasional untuk kepentingan rapat internal partai politik masih diperbolehkan, karena itu tidak difasilitasi KPU. Kewenangan partai politik saat sosialisasi pemilu adalah pemasangan bendera partai dan nomor urut dalam pertemuan internal yang diberitahukan kepada KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) setempat.
KPU akan memfasilitasi iklan kampanye dengan prinsip adil dan setara. Namun, saat pemasangan iklan kampanye, partai politik bisa menyiapkan juga alat peraga kampanye sendiri. Itu pun, ujar Wahyu, tetap harus memenuhi prinsip keadilan dam kesetaraan.
Baca juga:
Kampanye Hitam Pilkada DKI 2017 Diperkirakan...
Pilgub Jabar, Siapa Pemilik Dana Kampanye Paling Besar...
Menurut Wahyu, alat peraga kampanye difasilitasi KPU karena isu soal itu sangat sensitif. Karena itu, materi dari alat peraga kampanye juga harus diteliti KPU untuk memastikan tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.
Untuk mengawasi iklan kampanye, KPU bekerja sama dengan Badan Pengawas Pemilu, Komisi Penyiaran Indonesia, dan Dewan Pers. Empat lembaga itu tergabung dalam gugus tugas. “Gugus tugas tunduk pada undang-undang lain yang relevan dan mengedepankan prinsip keadilan dan kesetaraan,” tutur Wahyu.