Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi atau Perludem Titi Anggraini meminta agar UU Pemilu dan UU Pilkada diintegrasikan dan diusulkan menjadi UU Kitab Hukum Pemilu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dilansir dari Antara, Secara filosofis dan yuridis, menurutnya, kemendesakan untuk mencabut dan mengganti UU Pemilu dan Pilkada itu sudah terpenuhi. Pasalnya, kata dia, ada berbagai hal aturan yang tumpang tindih dan berbeda antara kedua UU tersebut walaupun diselenggarakan oleh penyelenggara yang sama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya mendorong kodifikasi, yaitu materi muatan pemilu dan pilkada dalam satu naskah undang-undang yang sama," kata Titi dalam diskusi secara daring yang disaksikan di Jakarta, Ahad, 26 Januari 2025 seperti dikutip dari Antara.
Titi mengatakan, kedua UU yang tak diubah dalam jangka waktu yang lama tersebut perlu segera direvisi karena masyarakat akhirnya memindahkan advokasi dari ruang sidang di parlemen menjadi advokasi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dia juga mengatakan bahwa UU tersebut sudah ratusan kali dilakukan uji materi di MK, karena kondisi tersebut menyebabkan ada kebuntuan hukum yang terjadi.
Titi menjelaskan bahwa ada beberapa perbedaan signifikan yang diatur di dalam dua UU tersebut. Di antaranya soal penegakan hukum politik uang, dan soal dasar hukum Sentra Gakkumdu yang berbeda.
Contohnya, dia menjelaskan bahwa di UU Pilkada, pihak yang memberi dan menerima sama-sama merupakan sebuah tindak pidana. Sedangkan di UU Pemilu, hanya pihak yang memberi saja yang bisa diproses hukum.
"Dan tahapannya terbatas hanya pada tahap kampanye, pemungutan dan penghitungan suara, dan masa tenang. Sementara di UU Pilkada, setiap tahapan bisa dijerat dengan politik uang dalam Pasal 187A UU 10/2016," kata Titi.
Di sisi lain, dia mengatakan bahwa Indonesia saat ini sudah masuk ke dalam kondisi pasca periode elektoral. Dalam studi tata kelola pemilu, menurutnya kondisi tersebut adalah waktu yang tepat untuk melakukan kajian, audit, hingga evaluasi atas penyelenggaraan pemilu yang sudah selesai.
"RUU Pemilu kerap disebut sebagai arena pertarungan soal hidup dan matinya partai politik sebagai peserta pemilu," katanya.
Sebelumnya Perludem menemukan 63 dalil para pemohon pada persidangan Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Kepala Daerah 2024 di Mahkamah Konstitusi tentang politik uang. Peneliti Perludem Ajid Fuad Muzaki mengatakan praktik ini banyak disinggung para pemohon pada pelaksanaan pemilihan umum.
Berdasarkan hasil penelitian Perludem mengenai dalil PHP Kepala Daerah dipersidangan MK, keterangan mengenai politik uang ini menduduki peringkat keempat setelah cacat prosedur, maladministrasi, dan pelanggaran administratif secara terstruktur, sistematis, dan masif oleh penyelenggara pemilu.
"Ini (money politics) mencerminkan pola yang juga terlihat dalam Pilpres dan Pileg 2024, dimana praktik serupa sering kali terjadi dengan skala besar dan melibatkan banyak pihak," ujar Ajid dalam keterangan tertulisnya pada Kamis, 23 Januari 2025.
M. Raihan Muzzaki turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan Editor: Komnas HAM Siap Kawal Revisi UU Pemilu di Prolegnas 2025