Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pendiri dan Direktur Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menilai ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sebesar 4 persen suara sah nasional yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak memberikan keadilan bagi partai politik kecil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ambang batas parlemen menghambat partai politik baru, banyak suara yang terbuang sia-sia tidak menjadi kursi. Seharusnya kalau sudah mendapatkan perolehan suara sebesar 200 ribu, maka sudah harus bisa dikonversi menjadi satu kursi di DPR,” kata Pangi dalam keterangannya di Jakarta pada Senin, 4 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menyebutkan ambang batas parlemen hanya menguntungkan posisi partai petahana di DPR, sementara parpol kecil akan sulit memenuhi ambang batas tersebut karena angka 4 persen masih terlalu tinggi untuk diraih karena mereka hanya mampu mendapatkan suara 0,2-2,6 persen.
Pangi menyayangkan suara rakyat terbuang sia-sia dan tidak sah menjadi kursi. Padahal faktanya, kata dia, ada caleg DPR RI, baik dari PSI, Perindo, Gelora, dan lain-lain yang perolehan suara calegnya di partai tersebut masuk klaster premium di atas 100 ribu suara.
“Bahkan ada yang menembus 200 ribu suara pribadi, namun tidak lolos dan tidak menjadi kursi di parlemen karena partainya tak lolos ambang batas empat persen,” ujar Pangi.
Dia mendukung putusan Mahkamah Konstitusi atau MK pada Kamis, 29 Februari, yang memerintahkan pengaturan ulang besaran dan persentase ambang batas parlemen sebelum Pemilu 2029.
“Penghapusan ambang batas parlemen untuk mengakomodasi kepentingan partai kecil dan menengah agar punya pengalaman menjadi wakil rakyat, punya kursi di parlemen. Tidak boleh ada motivasi menghalau partai baru untuk masuk ke dalam parlemen,” ujarnya.
Untuk Pemilu 2029, ia berharap ambang batas parlemen diturunkan dalam rentang batas bawah 1 persen dan rentang batas atas sebesar 2 persen agar suara rakyat bisa dikonversi menjadi kursi dan tidak terbuang sia-sia.
“Prinsipnya, tidak boleh ada suara rakyat yang terbuang sia-sia tanpa menjadi kursi supaya rakyat makin banyak wakilnya di parlemen. Itu makin bagus dan berkualitas,” ujarnya menegaskan.
Pada Kamis lalu, MK mengabulkan sebagian gugatan uji materi Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengenai ketentuan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) sebesar 4 persen suara sah nasional yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan dalam Sidang Pleno MK.
Dalam amar putusan Nomor 116/PUU-XXI/2023 yang dibacakan dalam sidang pleno pada Kamis, 29 Februari 2024 itu, Mahkamah meminta DPR RI mengatur ulang besaran angka dan persentase ambang batas parlemen dalam Undang-Undang Pemilu agar lebih rasional.
MK memutuskan norma Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu adalah konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk Pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya, sepanjang telah dilakukan perubahan ambang batas parlemen dengan berpedoman pada persyaratan yang telah ditentukan.
Pilihan editor: PSI Sebut 'Kaesang Effect' Tingkatkan Perolehan Suara di Daerah