Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Abdullah mempertanyakan absennya peran aparat keamanan saat penyerangan warga di Pulau Rempang, Kecamatan Barelang, Kota Batam, pada Selasa malam, 17 Desember 2024. Hal itu disampaikan Abdullah soal adanya indikasi pembiaran oleh aparat ketika petugas PT Makmur Eco Graha diduga melakukan penyerangan terhadap warga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Jangan sampai ada aparat bekingi kekerasan. Petugas kepolisian dibantu TNI harus bisa memastikan keamanan masyarakat dan harus transparan dalam menjalankan tugas,” kata Abdullah dalam keterangan tertulis, Sabtu 21 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia juga meminta aparat keamanan menjadi penengah dalam konflik ini, bukan melihatkan indikasi keberpihakan kepada perusahaan. "Aparat keamanan dan penegak hukum juga harus melindungi warga, bukan malah menjadi ancaman untuk mereka," kata Abdullah.
Menurut Abdullah, kekerasan yang dialami warga di Rempang menjadi catatan hitam dalam penanganan konflik yang dipicu pembangunan di Indonesia. Untuk mengakhiri tindak kekerasan, menurut Abdullah, pemerintah harus mengevaluasi pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang memicu terjadinya konflik.
“Pembangunan Proyek Strategis Nasional Rempang Eco-City tidak boleh merugikan masyarakat, termasuk hak-hak warga adat,” kata dia.
Abdullah juga mendesak pemerintah memastikan setiap pembangunan dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip keadilan sosial, kelestarian lingkungan, dan keberlanjutan. “Pembangunan tidak boleh mengabaikan suara rakyat dan aspek budaya lokal. Kami berharap Pemerintah dan masyarakat bisa mencari solusi terbaik tanpa kekerasan,” katanya.
Kapolres Barelang Kombes Heribertus Ompusunggu menyangkal polisi membiarkan penyerangan terhadap warga Pulau Rempang oleh petugas PT MEG. Dalam peristiwa itu, sembilan warga menderita luka-luka.
Dia menuturkan anak buahnya sudah datang ke lokasi, lalu melerai cekcok antara warga Rempang dan petugas keamanan PT MEG. “Kami sudah datang (ke lokasi), saat kejadian Kapolsek telepon ke Polres, kami langsung datang. Pas kami datang ke sana, sudah dorong-dorong begitu,” kata Heribertus saat ditemui di Dermaga Bea Cukai Tanjung Uncang, Batam, Kamis, 19 Desember 2024.
Diberitakan sebelumnya, kekerasan di Rempang pada Selasa malam itu berawal ketika warga menangkap basah salah seorang petugas PT MEG yang merusak spanduk di bukit kampung Sembulang Hulu, Pulau Rempang, pukul 19.00 wib, Selasa 17 Desember 2024.
Ketua Aliansi Masyarakat Rempang Galang Bersatu (Amar GB) Ishaka mengatakan perusakan spanduk oleh orang tak dikenal ini memang kerap terjadi di Pulau Rempang. Warga menganggap perusakan spanduk ini sebagai intimidasi.
Dia mengatakan kesepakatan yang diinginkan warga agar PT MEG berjanji tidak masuk lagi ke kampung dan melakukan intimidasi termasuk merusak spanduk. "Namun negosiasi tidak terjalin," kata Shaka.
Setelah polisi datang, negosiasi kesepakatan tidak kunjung terjadi. Hingga akhirnya pada pukul 12 malam, satu mobil lori berisi petugas PT MEG datang ke lokasi. "Di situlah chaos terjadi, mereka datang mengambil paksa terduga pelaku perusak spanduk tadi," kata Shaka.
Setelah chaos tersebut, sembilang orang luka-luka. Petugas PT MEG yang datang menggunakan lori tidak dengan tangan kosong, tetapi diduga membawa panah, parang, pisau dan balok. "Senjata PT MEG itu terdeteksi dari korban yang berjatuhan, ada yang terkena panah, luka parang. Ini saja ada motor warga pasir panjang, diiris tempat duduknya, berarti mereka kan bawa pisau," kata dia.
Yogi Eka Saputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.