GAGASAN itu dilontarkan pertama kali oleh Menteri Penerangan Ali
Moertopo. Berbicara di depan Keluarga Besar Kanwil Deppen
Sumatera Utara di Medan 18 Juni lalu, Menpen menyinggung juga
tentang masalah kepemimpinan Presiden Soeharto. "Kalau Pak Harto
mundur sekarang, dikhawatirkan bangsa Indonesia akan bertempur,
akan menciptakan perang saudara," ujar Ali Moertopo.
Lanjutnya "Sampai hari ini saya belum melihat adanya orang yang
mampu memelihara persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Karena
itu kepemimpinan Presiden Soeharto lebih baik diterima dan
dilanjutkan sehingga nanti kita mampu melihat adanya satu sistem
di Indonesia." Sistem apa? "Yaitu melalui regenerasi yang kira
ciptakan terus-menerus dengan sistemnya, dengan mekanismenya,
dengan konsepnya dan dengan strukturnya," kata Menpen.
Pendapat Menpen Ali Moertopo itu mengundang banyak perhatian.
Diucapkan dua tahun sebelum Pemilu 1982, ada yang menduga
pendapat itu sengaja dilontarkan sebagai "isyarat" untuk
mencalonkan kembali Pak Harto sebagai Presiden. Tapi yang
kemudian lebih banyak diberi komentar orang rupanya masalah
regenerasi atau pergantian generasi. Dasawarsa 80-an ini memang
sudah lama dicanangkan sebagai dasawarsa regenerasi untuk
Indonesia. Malah banyak yang menyebut awal dasawarsa ini sebagai
'masa senja' bagi generasi 45.
Walau sering diomongkan, toh banyak pertanyaan yang belum
terjawab. Misalnya: Apakah betul kita belum memiliki sistem
regenerasi yang baik? Betukah "perang saudara" bisa terjadi di
Indonesia, bila regenerasi -- terutama yang menyangkut
kepemimpinan nasional -- tidak dipersiapkan secara baik, jauh
hari sebelumnya? Sistem apa yang terbaik untuk kita?
JUGA muncul pertanyaan-pertanyaan yang mendasar. Bisakah suatu
masyarakat dikotak-kotak dalam beberapa generasi? Bagaimanakah
sebetulnya penggolongan generasi di Indonesia? Batasan-batasan
apa yang membedakan masing-masing generasi?
Karena menyangkut kepentingan semua pihak, bisa dimengerti
kalau bisa yang menginginkan agar masalah-gantian generasi ini
dibicarakan secara terbuka dan terus-terang. Memang tiap
pergantian generasi, seperti kata Kapolri Jenderal Pol.
Awaloedin Djamin pada peringatan Hari Bhayangkara ke 34 pekan
lalu: "senantiasa akan menimbulkan harapan dan sekaligus
mengandung kerawanan."
Kapolri tidak menjelaskan lebih lanjut, tapi harapan dan
kerawanan itu tampaknya memang ada. Generasi 45 agaknya masih
merasa was-was untuk menyerahkan ongktiestafet" pada
generasi penerusnya. Kagaimana pun, dialam merdeka ini,
pergantian generasi seperti baru akan sekali terjadi. Dan
sesuatu yang belum terjadi selalu akan dihadapi dengan was-was.
Sikap seperti itu sedikit banyak tercermin dalam keputusan
Mubenas Angkatan-45 di Palembang Juni lalu, yang meninggalkan
istilah "pewarisan jiwa dan nilai-nilai 45 " dan menggantinya
dengan "pelestarian jiwa dan nilai-nilai 45 ". Maksudnya,
regenerasi itu bukan suatu serah terima jabatan, tapi suatu
proses alamiah yang terjadi dengan sendirinya. Untuk memangku
jabatan tidak ditentukan oleh umur. Yang diperlukan adalah
kemampuan dan loyalitas," kata Ketua DHD Angkatan 45 DKI Jaya
Achmadi.
Bagi generasi muda, sikap seperti itu bisa memancing
kecurigaan. Dan bisa dianggap usaha mempertahankan status quo.
"Pewarisan mengandung arti keikhlasan menyerahkan estafet
kepemimpinan. Sedang pada istilah pelestarian ada kecenderungan
mapan. Ini berarti kan terus mempertahankan kekuasaan,"
komentar Akhmadi yang lain yang tak lain adalah Heri Akhmadi, 27
tahun, bekas Ketua Umum DM ITB.
Namun dalam soal istilah ini rupanya ada perbedaan tafsir.
"Regenerasi itu suatu hal yang wajar. Suatu proses ilmiah.
Hanya, diperlukan persiapan agar proses itu berjalan smooth,"
ujar Pangdam III/17 Agustus Brigjen Soelarso pada TEMPO pekan
lalu. Soelarso menekankan pentingnya pelestarian nilai-nilai 45
dalam regenerasi itu. "Bukan pewarisan, karena kalau pewarisan
ada kesan seolah-olah ada paksaan memberi warisan," katanya.
Sedang pelestarian dimaksudnya melestarikan nilai-nilai yang
baik.
Apa sesungguhya yang disebut nilai-nilai 45 itu? Akhir Juni
lalu di Palembang dalam Mubenas Angkatan 45, Presiden Soeharto
menjelaskan, nilai-nilai 45 dilahirkan dari perjalanan panjang
perjuangan bangsa Indonesia selama ratusan tahun yang mencapai
puncaknya pada Proklamasi 17 Agustus 1945. Nilai-nilai tersebut
antara lain: anggapan bahwa kemerdekaan nasional adalah milik
dan kehormatan bangsa yang tertinggi, rasa harga diri dan
percaya pada diri sendiri, anti penjajahan, sikap persatuan yang
kuat dan rasa senasib sepenanggungan.
Karena merasa lahir, digodok dan ditempat oleh Revolusi 45, bisa
dipahami kalangan banyak di antara generasi 45 yang menganggap
merekalah yang paling meresapi nilai-nilai tersebut. Hingga
timbul kekhawatiran, generasi muda yang kurang ditempa oleh
suasana tantangan perang kemerdekaan dan hidup dalam
kesederhanaan akan menggelincir lepaskan nilai-nilai 45.
Agaknya karena itulah muncul kemudian istilah pewarisan atau
pelestarian nilai. Dengan istilah lain, kepemimpinan nasional
tampaknya berusaha agar generasi muda mempunyai persepsi politik
yang sama dengan generasi 45. Dan itu diusahakan antara lain
lewat penataran P4.
Tujuannya? Menurut Menmud Cosmas Batubara, 42 tahun, adanya
kesamaan persepsi terhadap sistem politik akan membuat
regenerasi tidak akan mengalami hambatan yang terlalu berat.
"Kalau sudah ada persamaan persepsi, siapa pun yang duduk di DPR
atau pemerintahan, permainannya akan enak. Persis main
sepakbola. Karena samasama tahu tidak boleh memegang bola, kalau
ada yang dihukum karena pegang bola, ya tidak apa-apa," ujar
Cosmas, bekas tokoh Angkatan 66 pada TEMPO pekan lalu.
Kecurigaan dari generasi muda bisa juga timbul bila suatu
angkatan merasa kelompoknya yang paling berjasa. "Regenerasi
merupakan perkembangan sejarah dan perjuangan bangsa yang tidak
bisa dilepaskan satu dengan lainnya, kata Lukman Hakim, bekas
ketua Umum DM UI. Menurutnya. Angkatan 45 hanya kebetulan saja
tepat pada moment kemerdekaan. Dan perjuangan itu tidak akan
berhasil tanpa generasi sebelumnya seperti generasi 1908 dan
1928.
Lukman, 27 tahun, menekankan: setiap anggota masyarakat
mempunyai bagian yang sama dalam sejarah perjuangan. "Tidak
bisa salah satu generasi mengklaim yang paling hebat dan jagoan.
Kebesaran dan keindahan Angkatan itu disadari justru sesudahnya,
bukan pada saat berjuang," katanya.
MENURUT calon apoteker ini, jangka waktu Angkatan 45 "berkuasa"
sudah terlalu lama. Alasannya kemampuan Angkatan 45 sudah tidak
bisa mengimbangi aspirasi yang hidup. Diakuinya, tidak ada batas
umur untuk menentukan suatu generasi bisa dipertahankan alau
tidak. Kemampuan seseorang, kata Lukman, akan menurun setelah
mencapai puncak. Sedang aspirasi masyarakat berkembang dan
meningkat terus.
"Titik temu itu hanya sebentar saja. Bentuk itu diperlukan suatu
generasi berikutnya yang mampu menangkap aspirasi yang
berkembang itu," ujar Lukman. Dan generasi muda, menurutnya,
mempunyai bekal dan kemampuan lebih luas dibanding generasi tua.
"Mereka cuma menang pengalaman," ujarnya.
Ketidaksabaran seperti itu mungkin ciri dari generasi muda. Dan
mungkin itu pula yang mengkhawatirkan generasi tua. Meskipun
dapat ditafsirkan, dalam ketidaksabaran itu tersembul juga sikap
percaya pada kemampuan sendiri -suatu yang penting untuk
menghadapi masa depan.
Bagaimana pun juga, generasi baru pasti akan membawa pikiran dan
gagasan baru, sekalipun dasar pijakannya akan tetap nilai-nilai
yang sama. Seperti pendapat T.A.M. Simatupang (40 tahun),
anggota F-PDI. "Pikiran-pikiran baru itu masih harus didasari
nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945," katanya. Artinya, yang baru
bukan nilainya, tapi pandangan-pandangan yang lebih maju dalam
merumuskan atau menjabarkan nilai-nilai tersebut.
Jadi beralasankah untuk mengkhawatirkan bahwa generasi muda
nanti akan melupakan jiwa dan nilai-nilai 45? Karena bukankah
faktor kepercayaan berperanan juga dalam proses regenerasi?
"Kalau pergantian generasi itu ingin dilewati tanpa melalui
revolusi, jalannya adalah dengan memberikan kepercayaan yang
lebih besar pada generasi muda mulai dari sekarang," kata Sekjen
PDI Sabam Sirait. Caranya ialah dengan memberikan kesempatan
pada generasi muda untuk ikut bersama-sama menjalankan roda
pemerintahan, hingga perimbangan makin lama makin lebih bert
pada generasi muda. "Hendaknya proses ini jangan berjalan
seperti siput, pelan -- setapak demi setapak," ujar Sabam.
REGENERASI dalam skala yang kecil memang terjadi di
Indonesia. Munculnya dua Menteri Muda, Cosmas Batubara dan
Abdul Gafur dalam Kabinet Pembangunan sekarang ini sering
ditunjuk sebagai bukti. Juga adanya beberapa Dirjen berusia muda
lain seperti Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kardjono dan Dirjen
Pengawasan Obat dan Makanan Midian Sirait. Namun, eselon atas
pemerintahan sampai sekarang boleh dibilang masih sepi dari
tokoh generasi muda.
Adanya Menteri Muda dalam kabinet tidak sepenuhnya memenuhi
harapan. "Tujuannya meman kaderisasi, tapi sayangnya maksud itu
tidak ditunjang oleh suatu sistem yang jelas," kata Sekretaris
FKP Sarwono. Maksudnya, Menmud memang diberi tanggungjawab, tapi
tidak jelas batasannya. Malah kadang-kadang berbenturan dengan
fungsi, tugas dan tanggungjawab menteri yang dibantunya.
Sarwono memberi contoh Menmud Urusan Pemuda membanting tulang
mengurus masalah kepemudaan. Sementara itu aparat P&K yang ada
hubungannya dengan kepemudaan mempertanggungjawabkan pekerjaan
dan menerima tugas dari Menteri P&K. Menurut Sarwono, dulu
Golkar pernah mengusulkan agar pemerintah mengangkat Menmud,
tapi yang fungsinya tidak jauh berbeda dengan Deputi Menteri
zaman Soekarno dulu, yaitu membantu menteri dan belajar menjadi
seorang menteri alias magang. Dia juga dibeti tugas menangani
hubungan departemennya dengan lembaga legislatif.
Di bidang legislatif, yang terjadi malah semacam "proses
penuaan" pada DPR-RI. Seperti ditulis Daniel Dhakidae dalam
Prisma Februari 1980, struktur umur anggota DPR hasil Pemilu
1977 menjadi semakin tua dibanding dengan DPR 1971. Di dalam DPR
1971, anggota DPR yang berusia antara 25 - 35 tahun berjumlah 63
orang. Pada DPR 1977 jumlah ini anjlog menjadi hanya lima orang,
berarti penurunan sebanyak 92,06%.
Nampaknya memang betul, kita belum memiliki sistern dan
mekanisme yang memadai tentang regenerasi Dan agaknya cara
terbaik untuk memilikinya adalah dengan menbicarakannya dengan
terbuka. Akan halnya kapan regenerasi itu akan dilakukan,
setelah 1982 atau 1987, itu soal yang kedua.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini