Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Regenerasi ABRI: Siap Pakai

Proses regenerasi dalam abri sudah melembaga. mungkin pergantian pimpinan secara besar-besaran terjadi pada 1983. dipertanyakan adakah watak pimpinan abri berbeda dengan pendahulunya.

12 Juli 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAGAIMANA dengan regenerasi di ABRI? Pimpinan ABRI berulang kali telah menjelaskan, kepemimpinan ABRI dalam dasawarsa ini akan dialihkan pada para perwira generasi muda. Bagaimana sebetulnya penggolonan generasi dalam ABRI? Menurut Brigjen Nugroho Notosusanto, Kepala Pusat Sejarah ABRI, pembagian generasi dalarr ABRI yang sedikit banyak sudah resmi adalah pembagian atas dua generasi. Ukuran yang dipakai untuk membedakannya adalah pengalaman ikut atau tidaknya sebagai prajurit dalam Perang Kemerdekaan 1945-1949. Yang masih mengalami disebut angkatan atau genl rasi 45, yang tidak mengalami disebut generasi penerus. Generasi 45 bisa dibagi dalam 3 subgenerasi, berdasar karir atau pendidikan militernya. Sub-generasi pertama adalah mereka yang telah menempuh karir yang cukup panjang, di bidang sipil maupun militer pada zaman Hindia Belanda, yang pada aman penjajahan Jepang dikerahkan untuk menjadi pimpinan tentara Peta. Kebanyakan di antara mereka pada waktu Proklamasi sudah berusia 40 tahun atau lebih, seperti Oerip Soemohardjo. Panglima Besar Jenderal Soedirman merupakan perkecualian. Usianya waktu itu baru 29 tahun. Sub generasi kedua adalah lulusan atau bekas kadet Koninlijke Militaire Akademie Breda atau Bandung, ataupun Corps Opleiding Reserve Officieren Bandung, yang belum menempuh karir panjang dalam KNIL. Mereka ini antara lain A.H. Nasution, T.B. Simatupang, M.M. Rachmat Kartakusuma dan Suriadi Suriadarma. Termasuk dalam sub-generasi ini adalah juga para bekas syodanco dan cudanco tentara Peta yang muda, misalnya Soeharto (kini Presiden), Achmad Yani (almarhum), Gatot Subroto (almarhum) dan Djatikusumo (anggota DPA). Subgenerasi inilah yang menjadi inti generasi 45. Termasuk di dalamnya adalah para tokoh TNI-AL lulusan Pendidikan Perwira Angkatan Laut di Den Helder maupun Sekolah Pelayaran Tinggi pada zaman Jepang. Semua Kepala Staf (atau Panglima) TNI-AL, termasuk yang sekarang, adalah anggota sub-genrasi ini. Demikian juga Menteri Hankam/Pangab, Wapangab, Kasad dan Kasal termasuk sub-generasi ini. Sub-generasi ketiga meliputi para perwira lulusan akademi-akademi pembentukan perwira yang didirikan RI selama Perang Kemerdekaan. Tokoh yang menonjol dari sub-generasi ini umumnya lulusan militer Akademi Yogyakarta yang meliputi 3 angkatan (Angkatan ketiga menyelesaikan studinya di KMA Breda). Misalnya Menteri Pertambangan dan Energi Subroto, Danjen AKABRI Letjen. Soesilo Soedarman, Pangkostranas Letjen Himawan Sutanto, Pangkowilhan I Letjen Wiyogo Atmodarminto, Asrenum dan Kasmin Hankam Letjen Yogi Supardi dan Asisten Operasi Hankam Letjen Seno Hartono. Dari angkatan ketiga yang sekarang menjadi Pangdam adalah Pangdam XIII/ Merdeka Brigjen Rudini (51 tahun) dan Pangdam III/17 Agustus Brigjen Soelarso (51 tahun). Lulusan Pusat Pendidikan Perwira AD (P3AD)--didirikan di Bandung pada 1951 --yang menonjol adalah Assiten Intelejen Hankam/Waka Bakin Letjen Benny Moerdani (48 tahun). Para perwira generasi penerus yang pertama umumnya masih bocah tatkala Perang Kemerdekaan berlangsung. Mereka adalah lulusan Akademi Militer Nasional Magelang dan Akademi Teknik Angkatan Darat Bandung sebelum digabungkan dengan AMN. Dari generasi ini yang sudah menjadi Pangdam antara lain Brigjen Tri Sutrisno, 40 tahun, Pangdam Sriwijawa serta Pangdam XIV/Hasanuddin Brigjen Soegiarto (44 tahun). Prestasi lapangan yang dianggap menonjol agaknya menjadi ukuran penting dalam jenjang kepemimpinan ABRI. Seperti yang dialami Brigjen Soegiarto. Pada 1975, tatkala menjabat Komandan Brigif 17 Linud Kostrad, bersama pasukannya Letkol Soegiarto diterjunkan di daerah Timor Timur untuk merebut Lapangan Terbang Baucau. Batas waktu 1 minggu yang diberikan atasannya untuk merampungkan tugas ini diselesaikannya dalam 4 hari. Atas keberhasilannya ini ia dinaikkan pangkatnya menjadi Kolonel. Di dalam ABRI droses-regenerasi dilembagakan. "Karena sifat pengabdian ABRI mempersyaratkan kondisi mental dan fisik yang erat hubungannya dengan faktor usia," ujar Dirjen AKABRI Letjen Soesilo Soedarman. Menurut Soesilo, penyiapan kader-kader ABRI terutama ditujukan untuk menunjang organisasi Hankam atau ABRI sendiri. Penyiapan kader di AKABRI, menurut Letjen Soesilo Soedarman, disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan aman. "Untuk menunjang tugasnya sebagai perwira, mereka juga diberi pelajaran non-ABRI yang akademis sifatnya," katanya. "Jelasnya, kami menginginkan perwira-perwira yang segera mampu ditugaskan atau denga istilah kurikulum siap pakai," lanjut Sesilo. Begitu seorang taruna AKABRI lulus, di hadapannya sudah tersedia jenjang karir yang harus ditempuhnya selama di ketentaraan. Mungkin ia akan memulai jabatannya sebagai Komandan Kompi, kemudian naik menjadi Komandan Batalyom ia bisa naik terus menjadi Komandan Kodim dan Komandan Resimen. Selanjutnya ditempatkan di Staf (Kodam), kemudian ia menjadi Instruktur, terus bisa diangkat menjadi Panglima. Dari sini ia dapat menjadi Pangkowilhan, kemudian Kasad, Wapangab dan yang paling tinggi menjadi Menhankam/Pangab. Jenjang karir ini tentu saja disertai syarat waktu, umur dan kemampuan. Selama itu pula si kader diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya melalui berbagai pendidikan seperti Sekolah Staf dan Komando masing-masing angkatan. "Selain itu anggota ABRI juga ada yang dipersiapkan untuk dikaryakan di bidang sosial politik," cerita Ketua DPR Daryatmo. Menurut bekas Kepala Staf Kekaryaan Hankam ini, dalam F-ABRI di DPR misalnya, di samping ada para senior yang sudah pensiun, ditempatkan juga orang-orang muda. "Mereka ini ditempatkan di sana untuk belajar dan kemudian ditarik lagi sebelum 5 tahun untuk kemudian diganti kader yang lain," kata Daryatmo. MENURUT Daryatmo, kalau dihitung dari umur, maka regenerasi di ABRI akan tuntas pada 1982 mendatang. Karena pada tahun itu semua senior yang termasuk Angkatan 45 sudah harus dipensiun-sebab umur mereka sudah mencapai usia 55 tahun atau lebih. Kalau dipandang sangat perlu, mereka bisa diperpanjang masa dinasnya sampai umur 60 tahun. "Tapi yang demikian ini sangat langka. Paling hanya Pangab atau Wapangab yang mengalami perpanjangan demikian," kata Daryatmo. Namun menurut seorang perwira tinggi ABRI, pergantian besar-besaran di dalam ABRI baru akan terjadi pada 1983. 'Harus diingat 1982 adalah tahun pemilu. Para pejabat penting yang seharusnya pensiun pada 1981 mungkin akan diperpanjang masa dinasnya agar stabilitas dan persiapan pemilu tak terganggu. Hingga baru pada 1983 pergantian dengan tenang dapat dilaksanakan," ujarnya. Yang, menjadi pertanyaan apakah para perwira ABRI dari generasi muda nantinya akal mempunyai watak yang berbeda dari generasi perdahulunya? Sebab bukankah mereka preduk dari suatu pendidikan yang sangat berbeda dari Angkatan 45? Pertanyaan itu tentu saja belum bisa dijawab sekarang. Prosesnya harus ditunggu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus