AKHIRNYA, usul pelaksanaan hak angket itu dikeluarkan juga.
Pekan lalu, 30 anggota mengusulkan kepada Ketua DPR-RI untuk
menyelidiki PN Pertamina. Usul angket itu disampaikan oleh
Rachmat Moeljomiseno (F-PP), Santoso Donosepoetro dan Usep
Ranawidjaja (F-PDI).
Sesuai dengan tata tertib DPR, Ketua DPR Daryatmo menerima usul
itu. Ia sendiri tidak bersedia memberikan penilaiannya terhadap
usul penyelidikan yang kontroversial itu. "Kalau saya menilai,
tidak enak. Tepat atau tidak tepat saya harus melaksanakan ini,"
katanya. Artinya usul tersebut akan diproses sampai menjadi
keputusan DPR sebagai usul yang diterima atau tidak.
Daryatmo hanya melihat dengan usul angket itu sebagian anggota
DPR telah menggunakan hak mereka, sesuai dengan tata-tertib dan
undang-undang. Setidak-tidaknya DPR sebagai lembaga politik
sudah dimanfaatkan. Kata Daryatmo pula: "Kalau saya jadi
pengusul, kalau ditolak setidak-tidaknya 'kan saya pernah
mengajukan angket. Ini 'kan satu kampanye. Ditolak juga sudah
kondang terkenal--Red). Tidak ditolak ya kebetulan," katanya
santai.
Kemungkinan besar--bahwa bisa dipastikan--usul itu akan ditolak.
Sebabnya bisa dilihat dari perkembangan cerita usul itu sendiri
sejak mula.
Rp 108 juta
Usul angket terhadap Pertamina merupakan ekor dari jawaban
pemerintah Mei yang lalu, mengenai kemelut yang menimpa
perusahaan negara itu. Beberapa anggota DPR merasa tidak puas
atas jawaban pemerintah yang dibawakan oleh Mensegneg Sudharmono
SH ketika itu. Rachmat Muljomiseno dari FPP waktu itu
menyebutkan bahwa hanya dengan angketlah DPR bisa mengctahui
sedalam-dalamnya tentang soal yang terjadi dalam tubuh Pertamina
di aman Ibnu Sutowo (TEMPO, 31 Mei 1980).
Dengan angket atau tidak kemudian menjadi hangat setelah anggota
DPR dari Fraksi Karya menyatakan bahwa niat menggunakan hak
angket sebagai "manifestasi ketidakpercayaan ada kepemimpinan
Soeharto."
Daryatmo sendiri, dengan sikap yang lebih bijaksana, tak
sepahan, dengan anggapan itu. "Tergantung dari sudut mana
melihatnya. Ada orang yang mmang melihat bahwa pengumpulan data
oleh DPR berarti tidak percaya pada perintah. Tapi ada yang
meihatnya dengan kacamata lain bahwa dalam satu hal mungkin
pemerintah kurang berhasil mengumpulkan data. Maka angket ini
bersifat membantu. Dari kacamata ini 'kan jadi positif," ulasnya
menjawab pertanyaan wartaan sehabis menerima usul angket itu
pekn kemarin.
Semua syarat untuk mengajukan usul angket sudah dipatuhi para
pengusul antara lain tidak hanya terdiri dari satu fraksi.
Penandatangan sudah lebih dari 10 orang. Usul angket tersebut
dipersiapkan sejak bulan Juni yang baru lalu. Sedangkan
rancangan sistem kerja dan rencana anggaran Panitia angket
dipersiapkan beberapa hari sebelum diserahkan kepada Ketua DPR.
Berkas-berkas itu nantinya akan diperbanyak. Dibagikan kepada
selurul anggota DPR. Juga dikirimkan kepada presiden.
Menurut para pengusul, sasaran angket meliputi manajemen,
administrasi termasuk accounting hukum dan hubungan dengan
pihak ketiga di dalam maupun luar negeri. Masa kerjanya selama
setahun, tapi bisa diperpanjang. Biasa yang diancarkan Rp 108
juta. Meliputi pembiayaan tim ahli Rp 60 juta setahun. Biaya
perjalanan jauh/dekat Rp 20 juta. Biaya tak terduga Rp 18 juta.
Dalam sejarah Indonesia merdeka baru sekali lembaga perwakilan
rakyat melaksanakan hak angket, yaitu tahun 1967, mengenai
perusahaan negara. Hasilnya antara lain perumusan adanya
perusahaan berstatus perusahaan jawatan dan perusahaan umum.
Tapi usul angket yang sekaran ini nampaknya tak bakal goal. Ia
akan mengalami nasib sama-seperti usul interpelasi NKK yang
disampaikan H.M. Syafrie Sulaeman dan kawan-kawan. Melalui
pemungutan suara, FKI dan Fraksi ABRI akan menolaknya.
"Memperbaiki yang tak beres bisa dengan cara lain," ujar
Sukardi, wakil ketua bidang politik Fraksi Karya (FKP).
Sekalipun begitu ia sependapat bahwa dalam soal Pertamina banyak
yang belum beres, misalnya kasus H. Thahir. Tapi ia mau pakai
cara lain. Cara apa? "Kami orang dalam, artinya dari fraksi
pendukung pemerintah. Kami melakukannya lewat jalur sendiri
untuk mcneliti soal-soal yang tak beres itu," jawab Sukardi.
Hambatan bagi usul tak cuma datang dari F-KP dan F-ABRI. Dari
fraksi para pengusul sendiri belum sepenuhnya dapat dukungan.
Menurut sebuah sumber di DPR, seorang di antara pengusul,
Notosukardjo, kaget melihat namanya tercantum. Daftar nama yang
disusun bulan Juni itu menurut rencana akan dirombak dalam rapat
yang akan diadakan tanggal 4 Juli. "Eh, tahunya tanggal 4 Juli
itu angket diajukan," kata sumber tadi.
Sementara itu isi gagasan penyelidikan itu sendiri menurut
Ridwan Saidi dan Syufri Helmy Tanjung dari F-PP mengandung
kelemahan. Sasarannya terlalu luas. Sehingga apabila Panitia
Khusus Penyelidikan harus berpegang kepada sasaran itu "maka
niscayalah 460 anggota DPR Rl menjadi Panitia pun tidak akan
mencukupi," kata mereka.
Menurut mereka usul angket memerlukan syarat-syarat teknis yang
bisa dipertanggungjawabkan. Punya sasaran jelas. Kerangka
permasalahan yang mendorong diusulkannya angket juga harus
jelas. Harus memiliki disain penyelidikan. Dan berdasarkan
disain ini rencana pembiayaan disusun. "Kami menghimbau para
pengusul menarik / kembali usulnya dan berkenan memperbaikinya
hingga secara teknis bisa dipertanggungjawabkan. Seraya
membicarakannya dalam kalangan yang lebih luas dengan semangat
ukhuwah," demikian pernyataan pers mereka.
Sesuai dengan tata-tertib DPR usul angket memang masih bisa
diubah. Tapi rupanya ada yang beranggapan, usul yang lebih
terperinci hanya akan memhuang-buang waktu saja, sebab toh
nantinya bakal ditolak DPR.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini