MENJADI TKW sama saja bertaruh nyawa atau kehormatan. Rofikoh. 23 tahun, merupakan contoh kasus baru. Sehingga anak pertama dari empat bersaudara, ia berkewajihan meringankan beban orangtuanya. Selepas SMP ia bekerja. Semula di Jakarta, lalu melalui PT Alwihdah Jaya ia diberangkatkan sebagai TKW ke Singapura. Yang didapatkannya di negeri jiran itu bukan gaji S$ 200 (dolar singapura) per bulan seperti tertulis dalam kontrak. Ia bahkan menerima siksaan bertubi-tubi. Sehingga untuk jalan saja ia terpaksa menyeret kakinya dan tertatih merayapi dinding. Awal bulan lalu ia tiba di Tanjungpinang. Dan langsung masuk rumah sakit. Majikannya, Nyonya Ng Eng Tee bersama seorang anak lelakinya (5 tahun) tinggal di kompleks Wisma Astria 435 Orchard Road, Singapura. Berdasar perjanjian kontrak, Rofikoh dipekerjakan sebagai pramuwisma selama dua tahun. Tiga bulan pertama tampaknya rapi. Selanjutnya adalah siksaan. Karena lambat membersihkan kotoran anjing piaraan sang majikan, misalnya, Rofikoh dipaksa memakan tahi dan kencing hewan itu. Bentuk siksaan lain: ibu dan anak tadi kencing di piring makan Rofikoh. "Mata kiri saya pernah mau dicongkel. Itu karena anaknya mengadu TV-nya rusak karenaa Saya, padahal tidak mengalami kerusakan apa pun." tuturnya. Rofikoh sering pula berlangganan siraman air panas ke tubuhnya. Yang pusing Nyonya Halimah Kasjmir. Ia tak lagi di PT Alwihdah Jaya. Sekarang ia mengelola perusahaan pengirim TKW yang lain. PT Tamado Insan Jaya. Ketika mengirim Rofikoh ke Singapura, ia bekerja sama dengan agen tenaga kerja di sana. Namanya Maid Power Agency. Menghadapi kasus Rofikoh itu, Halimah telah mengadu ke pihak Kedubes Singapura. Bahkan ia sudah menghubungi bekas majikan Rofikoh tapi nyonya rumah itu pergi. Katanya ke Kanada. Menurut Menko Polkam Sudomo, kalau terjadi kasus seperti itu Halimah bisa mengajukan tuntutan. "Klaim itu bisa melalui berbagai jalan. Bisa langsung, bisa melalui lawyer, bisa pula melalui Depnaker sebagai perantara, kata Sudomo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini