Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dampak kasus perundungan atau bullying tidak bisa dipandang remeh, terlebih jika korbannya masih berusia remaja. Peneliti dari Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Irmansyah, mengatakan bullying di lingkungan sekolah bisa membuat korban kehilangan kemampuan untuk bersosialisasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kegiatan akademik otomatis terganggu karena korban menghindari sekolah. Secara klinis, gangguannya dari depresi, cemas, tidak percaya diri, bahkan paranoid,” ucapnya kepada Tempo, Senin, 26 Februari 2024
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kasus bullying oleh Geng Tai di Binus School Serpong, Tangerang Selatan, hanya salah satu kasus bullying yang terungkap ke publik. Kasus itu mencuat karena keterlibatan putra dari artis kondang, VR. Para pelaku bullying terseut sudah sempat diperiksa oleh Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Polres Kota Tangerang Selatan. Beberapa di antara pelaku bahkan sudah dikeluarkan oleh manajemen sekolah.
Korban yang terkena bullying dalam jangka panjang, kata Irmansyah, berpotensi menjadi pribadi yang berbeda dari sebelumnya. Dalam kondisi lebih parah, korban pun bisa mengalami gangguan kesehatan jiwa akibat depresi, post-traumatic stress disorder (PTSD), perilaku melukai diri sendiri. “Hingga dikhawatirkan bunuh diri.
Secara medis, pengalaman traumatik dapat berdampak perubahan pada neurokimia otak. Gangguan perilaku terjadi karena perubahan glutamat pada otak. Hal ini sempat terungkat dalam penelitian terbaru di Universitas Tokyo. Salah satu senyawa neurotransmitter itu banyak ditemukan pada anterior cingulate cortex (ACC), bagian otak yang menentukan beberapa fungsi, mulai dari pembelajaran, memori, serta pengaturan suasana hati.
Lewat sebuah survei terhadap responden remaja, para peneliti asal Negeri Sakura mendapati bullying memang berpengaruh terhadap gejala-gejala klinis kejiwaan. Gejala itu mencakup halusinasi dan paranoid atau kelainan pemikiran atau perilaku.
Solusi Bagi Korban dan Pelaku
Menurut Irmansyah, korban bullying harus mendapat kepastian soal rasa aman. Artinya, korban harus kembali mendapat kontrol terhadap dirinya dan lingkungannya. Selain oleh tenaga profesional, upaya perawatan itu harus didukung orang tua dan guru. “Termasuk oleh teman sebaya.”
Bukan tidak mungkin juga remaja pelaku bullying juga mengalami masalah mental dan emosional. Sebagian pelaku, kata dia, mungkin pernah menjadi korban, sehingga mengganggap tindakannya sebagai hal yang biasa.
“Pada pelaku, penyediaan konseling profesional sangat diperlukan untuk menyadari penyebab dari perilaku mereka. Selain itu juga untuk literasi dampak bullying, serta pencegahan agar tidak berulang,” kata Irmansyah.