Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Bantuan-Bantuan Itu, Bagaimana

Bantuan pangan untuk korban gempa bumi di bali sering berkurang karena perbedaan pendapat tim lokal dengan tim pusat. Rencana memindahkan korban gempa bumi di Irian Jaya terbentur biaya.

4 September 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERNAH, di desa Seririt dan Pengastulan -- tempat terparah yang tertimpa gempa di Bali utara -- rakyat harus memasak beras dalam bentuk bubur. Jatah beras dari yang seharusnya (400 gram sehari) sampai ke tangan rakyat jauh berkurang. Siapa yang salah dalam hal ini? "Semua salah", ujar drs. A. Harun Alrasjid, tanpa mau menyebutkan di mana beras itu tercecer. Harun adalah ketua team Task Force Penanggulangan Bencana Alam/Gempa di Bali dan Irian Jaya. Team terdiri dari beberapa anggota inter-departemental yang dibentuk dalam surat keputusan khusus Presiden. Tidak jarang pula, team lokal (yang diketuai oleh Gubernur) tidak sejalan pendapatnya dengan team pusat. "Tapi kami ini menilai dalam ruang ligkup yang lebih luas, melihat segala sesuatu dari segala sudut", tambah Harun, "sementara dari fihak Pusat soal seperti bencana gunung Agung titak mau terulang lagi". Harun juga menyinggung bahwa laporan daerah ke pusat sering tidak cocok dengan keadaan. "Seperti misalnya gempa yang ada di Irian Jaya. Menurut pendapat kami, laporan tertulis terlalu dibesar-besarkan". Uang Paket Saja Apa yang paling mendesak untuk para korban gempa bumi di Bali adalah pengadaan beras. Menjelang pertengahan Agustus kemarin, persediaan beras menipis. Gubernur Bali Sukarmen malah memperkirakan bahwa sesudah 14 Agustus pembagian akan dihentikan, karena memang tidak ada beras. Team Pusat juga menekankan harus adanya persediaan 1.400 ton beras (setiap hari harus di drop 40 ton dan persediaan tadi untuk 35 hari, sampai dengan pertengahan Oktober 197). "Ini jumlah tahap bantuan pertama", kata Harun, "karena setelah 3 bulan, kami harapkan suasana akan normal kembali". Untung pengadaan bers cepat teratasi dalam arti jatah cuma terhenti beberapa hari saja setelah 12 Agustus. Team berpendapat bahwa pengadaan beras baru mutlak harus ada sebelum 10 September kalau tidak rakyat kelaparan lagi sementara antri makanan bukanlah hal yang luar biasa akhir-akhir ini. Pusat juga harus menyediakan sejumlah Rp 300 juta untuk uang lauk-pauk dan lain-lain (yang dihitung dari Rp 100 per kepala keluarga per hari, Rp 5 juta per hari untuk persediaan 2 bulan). "Dan bukanlah salah penduduk kalau mereka tidak mau tinggal di barak" kata Harun lagi. Karena mereka sudah hidup sendiri-sendiri atau per keluarga sehingga enggan meninggalkan sepotong tanah di mana tadinya rumah mereka berdiri. Team juga menolak saran diadakannya kredit dari Rp 100-Rp 500 ribu dengan bunga 12% setahun selama jangka 5 tahun. "Siapa yang akan dijadikan jaminan?" tanya Harun. Selain memakan waktu, pelaksanaannya akan lebih rumit lagi. "Di samping bank mana yang akah memberikan bantuan, hingga kini kami belum tahu", tambah Harun. Sebaliknya pelaksanaan pendirian rumah minimum akan sangat membantu, karena mereka masih mempunyai harta (sedikit atau banyak) di bawah puing-puing rumahnya yang runtuh. Misalnya bagi rumah yang cuma tinggal 20% saja dari sisa bangunan, akan diberi uang paket bahan bangunan Rp 25.000. Sisa bangunan yang bisa dipakai dalam jumlah 40o mendapat Rp 20.000, yang lebih dari itu dan masih tampak sedikit berdiri, Rp 15.000. Semua ditambah Rp 5.000 sebagai ongkos membangun kembali, secara gotong royong. Rumah-rumah ini terdiri dari bambu. Resosialisasi Saja "Mudah-mudahan usul team diterima, sebab kami ini hanya mengemukakan saran saja", kata Harun lagi. Untuk Irian Jaya, team menolak apa yang namanya evakuasi dan long march ke tempat lain. Ir. A. Effendi dari team Pusat yang mengepalai team dari Departemen Pertambangan Umum berpendapat bahwa masih ada beberapa tempat (luas) bagi rakyat di sekitar situ untuk membuka daerah pertaniannya. Selain tertumbuk oleh soal biaya yang menggajah kalau jadi pindah, masalah antar suku yang ditimpa gempa masih dalam taraf saling berperang. Dari hasil hitung menghitung, rehabilitasi selama 8 bulan memerlukan biaya Rp 435.100. 000. Termasuk ongkos angkut makanan, perbaikan lapangan udara dan pembuatan gudang. Untuk hal ini Gubernur Sutran meminta jumlah yang mendekati Rp 988.300.000, termasuk suplai makanan. Dari jumlah Rp 435.100.000 ini, daerah berhak membayar Rp 200 juta sendiri (hasil uang sumbangan langsung sekitar Rp 300 juta), sisanya akan dibebankah pada deparemen PUTL, Perhubungan dan Dalam Negeri. Departemen Sosial sendiri, bertanggung jawab untuk pengadaan beras sejumlah 768 ton, untuk jangka waktu 8 bulan mendatang, ditambah dengan uang lauk-pauk sekitar Rp 30.400.000. "Kami berpendapat sebaiknya diadakan rehabilitasi dan resosialisasi saja, untuk taraf pertama'?, ujar Harun. Biaya untuk hal ini, bagi 8.000 jiwa cuma Rp 52 juta. Ini meliputi pemberian alat-alat untuk berladang, gedung sekolah dan poliklinik. Dari ribut-ribut kekurangan heli atau kapal terbang untuk mengangkut bantuan akhir Agustus ini Sentani malah kebanjiran pesawat terbang. Seorang pejabat di Jayapura bahkan berkata: "Kami tidak tahu apa yang akan diangkut, dengan sekian banyak heli". Setelah sebelumnya senen-kemis pesawat heli sebuah saja dari jenis Puma dan 2 Hughes 500, kini ada sebuah Cessna AURI, 2 heli Nomad dan 2 Puma. Tambah si pejabat itu lagi: "Kami malah pelesir ke Wamena dengan Cessna. Juga ketika 17 Agustus, Cessna sebar pamplet di perbatasan". Hingga 24 Agustus, bantuan yang diterima lewat Departemen Sosial dalam jumlah uang saja ada Rp 113.016.525, $S 2Q.000 dan $AS 5.755,95. Uang asingnya masih utuh dalam bentuk cek tapi rupiahnya bersaldo Rp 49.250.163, karena telah dipakai untuk uang laukpauk. Kata Harun lagi: "Uang tidak kami berikan begitu saja pada daerah. Tapi setiap hari kami memonitor daerah, tinggal berapa saldo mereka dan apa keperluan mereka selanjutnya. Semua ini untuk mengurangi ceceran uang yang tidak digunakan secara selayaknya".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus