Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Namanya petungkriyono

Kecamatan petungkriyono di kabupaten pekalongan merupakan daerah terpencil karena hanya dapat dicapai dari dua jurusan dengan jalan kaki. rencana pembuatan jalan tinggal menunggu realisasi.

4 September 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KENDATI dari ibukota kabupatennya, Pekalongan, cuma berjarak tak lebih dari 50 Km, kota kecamatan Petungkriyono tak pernah tersentuh kendaraan beroda dua. Jangankan yang digerakkan dengan motor, jenis sepeda saja, juga tidak. Bukan karena penduduk, termasuk camatnya, tak mampu membeli. Tapi buat apa semua itu. Bila jalan raya tempatnya bergerak tak tersedia. Sebab Petungkriyono, seperti diakui Bupati Pekalongan sendiri Letkol Karsono, memang tak punya jalan raya yang menghubungkannya dengan kota-kota lain. Hingga kota kecamatan yang terletak di ketinggian 1300 M di atas muka laut itu, benar-benar merupakan daerah terpencil. Tentu saja bukan tak bisa didatangi. Bahkan untuk pergi ke sana dapat dilakukan dari 2 jurusan. Lewat Kroyaan atau lewat kawasan Kabupaten Banjarnegara yaitu Kecamatan Kalibening. Dua-duanya harus ditempuh dengan berjalan kaki. Bedanya lewat Kroyaan lebih jauh ketimbang lewat Kecamatan Kalibening. Karena lewat Kroyaan dari Pekalongan dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor apa saja, tapi sesampainya di desa Cibebek Kecamatan Wonoyoso, Banjarnegara mesti ditempuh dengan berjalan kaki. Mula-mula menuju perbatasan. Dari desa terpinggir Gumelem di bawah kaki gunung Rogojembangan (masuk bilangan Petungkriyono), harus merayap dengan jalan kaki, melewati hutan belantara selama kurang lebih 2-3 jam tanpa melalui sebuah desa pun. Sampai Sokokembang Melalui jalan seperti itulah, Petungkriyono 2 kali seminggu didatangi para pedagang dari luar untuk mencukupi keperluan penduduk sehari-hari. Sedang para warganya sendiri menjual hasil buminya ke Doro, 20 Km jauhnya dan membuka pasarnya pada hari-hari Selasa dan Sabtu antara jam 6 sampai 8 pagi. Untuk mengangkut barang dapat juga memakai kuda. Tapi tak semua warga kecamatan mampu memiliki hewan ini. Karena meski tak begitu miskin, tampaknya warga Petungkriyono belum terhitung mampu. Rumah-rumah di sana kebanyakan beratap ijuk. Sedangkan dari 9 desa cuma 4 yang ditaami padi secara tadah hujan. Lainnya cukup palawija terutama jagung sebagai makanan utama. "Kantor dan rumah kediaman camat dulu beratap ijuk. Baru setelah dapat bantuan Pemda Rp 1,5 juta bisa diubah jadi gedung beratap seng", tutur Camat Sutayu yang akan menyerahkan jabatannya kepada penggantinya Saiman BA, karena ia dipindahkan ke Kecamatan Talun, yang lebih terpencil lagi. Akan dibiarkan seperti itukah Petungkriyono yang berpenduduk 9010 jiwa dengan luas 74 Km2" Jalan lewat Kroyaan akan kita bangun", tutur Bupati Karsono kepada Metese Mulyono yang menyertai Bupati meninjau ke sana belum lama ini. "Badan jalan sepanjang 3 Km akan menghubungkan Kroyaan sarnpai ke Sokokembang. Biayanya Rp 32 juta". Berarti Petungkriyono sedikit akan terkuak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus