Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Anindito Aditomo, mengatakan menghapus jalur zonasi bukan solusi menyelesaikan akar masalah dalam seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Anindito, akar masalah PPDB ada dua, yaitu kurang daya tampung sekolah negeri dan ketimpangan kualitas antar sekolah. "Menghapus jalur zonasi bukan menyelesaikan masalah itu," kata Anindito dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi X DPR, Rabu, 10 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anindito mengatakan, masalah itu dapat diselesaikan dengan menggandeng sekolah swasta untuk meningkatkan daya tampung. Kemendikbudristek juga secara bertahap berupaya menyetarakan kualitas pendidikan.
"Meski dari menghilangkan ujian nasional. Peningkatan pemerataan sudah terjadi," kata Anindito.
Sekretaris Jenderal Kemendikbhdristek Suharti, mengatakan, penetapan mekanisme jalur zonasi diserahkan kepada masing-masing daerah. Ada daerah yang menggunakan jalur zonasi dengan mempertimbangkan jarak atau wilayah administrasi. Semua itu berdasarkan kesepakatan pemerintah daerah dan sekolah.
"Sementara kami mendampingi supaya mengurangi ada kesalahan," kata Suharti.
Seperti tahun sebelumnya, pelaksanaan PPDB diwarnai sejumlah persoalan dan kecurangan. Kebanyakan berkaitan dengan jalur zonasi yang kuota penerimaannya paling besar.
Kepala Ombudsman Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta, Budhi Masturimengatakan seorang direktur di sebuah perusahaan diduga menyiasati Kartu Keluarga (KK) supaya anaknya bisa lolos jalur zonasi PPDB 2024 di salah satu SMAN Yogyakarta. Direktur itu menitipkan nama anaknya di domisili KK kenalannya agar bisa masuk sekolah incaran.
Koodinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia atau JPPI, Ubaid Matraji, mengatakan organisasinya menerima 162 laporan masalah PPDB 2024 per 20 Juni 2024. Salah satu laporannya adalah kasus manipulasi Kartu Keluarga di jalur zonasi sebanyak 21 persen.