Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Barak terkunci buat pengemis

Dinas Sosial DKI Jakarta mengadakan penertiban pengemis. Mereka yang tertangkap dimasukkan ke Panti Karya Sosial di Cipayung, Jakarta Timur. Ada yang berhasil kabur dari panti. Pengacara Henry protes.

28 April 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PANTI Karya Sosial di Cipayung, Jakarta Timur, Sabtu sore itu pekan lalu tampak tenang. Para "penghuni" yang tinggal dalam empat barak sedang duduk-duduk santai. Beberapa wanita yang berpakaian lusuh sibuk menyusui anaknya. Sedang para pria bergerombol sendiri sambil merokok. Tapi ketenangan ini terusik begitu ada orang asing muncul. Beberapa orang langsung mendekati. "Bagi duit bakal beli rokok . . .," kata seorang laki-laki berkopiah sambil menadahkan tangannya. Sebagian besar penghuni panti ini memang mempunyai profesi sebagai pengemis, yang jumlahnya mendadak meningkat menjelang Lebaran. Mereka ditangkap dalam operasi Dinas Sosial DKI sejak seminggu lalu dan akan dipulangkan ke daerah asalnya. "Mental mereka memang sudah rusak. Ini karena pembinaan yang salah," kata Pengacara Henry Yosodiningrat yang sore itu membawakan nasi bungkus untuk berbuka puasa bersama mereka. Ia Rabu pekan lalu mengajukan surat protes pada Gubernur DKI karena menganggap pemasukan pengemis ini ke panti sama dengan bentuk penahanan tersangka tindak pidana dalam tahanan. Hal ini dilakukannya karena ia melihat para penghuni dimasukkan dalam ruangan terkunci dan berterali besi. Para penjaga panti ini membenarkan para penghuni dimasukkan dalam barak terkunci mulai pukul 18.00. Tapi, jangan sangka mereka berdiam diri. Langit-langit barak atau kamar mandi kerap jebol untuk jalan lolosnya mereka. Atau, mereka meloncat lewat tembok pagar kalau lolos dari pengawasan penjaga. Karena itu, jumlah penghuni terus berubah tiap hari. Sabtu itu jumlah pengemis ini ada 70 orang. Terkadang meningkat karena pelarian itu tertangkap lagi. Seperti Amoy, wanita setengah baya bermata sipit yang sudah berkali-kali masuk ke sana. Jumat pagi ia dibebaskan, tapi pukul 14.00 kena garuk lagi di depan Hotel Mandarin, Jakarta Pusat. "Abis ... cari uang rokok. Bagi rokok, Pak ...," katanya sambil mengangsurkan tangan ke Henry. Hidup di panti dengan dua kali makan sehari rupanya tidak memuaskan mereka. "Makannya cuma sama tempe aja," kata Sunani, yang sedang hamil enam bulan. Ia tertangkap bersama dua anaknya dan, menurut petugas, ini check-in-nya yang kelima kali di panti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus