MARZUKI keheranan ketika didatangi petugas berseragam Pemda DKI Jakarta di Terminal Pulogadung, Sabtu siang pekan lalu. Ia tidak merasa punya dosa apa-apa dan datang ke terminal untuk mudik ke kampungnya di Jepara. Karena itu, ketika petugas dari Badan Koordinasi Penertiban dan Pengendalian Urbanisasi (Bakoppur) Pemda DKI menanyakan tujuannya mudik, dengan curiga ia balik bertanya maksud petugas tersebut. Ini pemandangan baru yang didapati di 28 tempat pemberangkatan angkutan umum di seluruh DKI. Sebagian pemudik akan diwawancarai petugas. Pertanyaannya sih singkat saja, hanya tentang identitas pemudik, motivasi mudik, dan kemungkinan membawa keluarga ke Jakarta kalau kembali. Marzuki, 30 tahun, yang bekerja di toko mebel ini, tidak keberatan menjawab 12 pertanyaan sederhana itu. Kepala Dinas Kependudukan DKI Sunarjudardji menganggap kuesioner ini banyak manfaatnya. Dialah yang mempunyai ide menyebarkan 500 angket percobaan di berbagai tempat pemberangkatan. Maksudnya, untuk menekan jumlah pendatang ke Jakarta karena dengan jumlah penduduk Ibu Kota yang delapan juta Jakarta dianggap sudah terlalu padat. Bakoppur memperkirakan, tahun ini ada 2,5 juta pemudik, dan warga yang kembali biasanya meningkat 10% karena ada saudara yang diajak berjuang di Ibu Kota. Sunarjudardji merencanakan untuk menekan pertambahan ini dengan mewajibkan para pemudik membawa surat jalan dari RT, RW, dan lurah masing-masing mulai tahun depan. Ia menganggap ide membawa surat jalan ini sebagai hal yang lumrah dan tertera dalam Perda Nomor 7 tahun 1985. "Selagi Pak Wiyogo pusing mengurusi urbanisasi Jakarta, mengapa saya tidak menghidupkan ide ini? Barangkali bisa menolong," katanya. Namun, banyak pihak yang menentang ide ini. Ahli kependudukan UGM Masri Singarimbun, misalnya, menganggap tindakan itu mengurangi hak warga negara. Kota, menurut dia, adalah hasil kemerdekaan, dan setiap warga negara punya hak untuk menerima hasil kemerdekaan itu. Karena itu, tidak seorang pun berhak mencegah terjadinya urbanisasi. Pertumbuhan penduduk DKI setiap tahunnya mencapai 3,78%, dan 1,68% datang dari urbanisasi. Dengan pertumbuhan sekian, proyeksi Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) penduduk DKI tahun 2005 sebesar 12 juta akan terlampaui. Pada 1970, semasa Ali Sadikin menjabat Gubernur Jakarta, ia bahkan pernah menyatakan Jakarta sebagai kota tertutup bagi pendatang yang tidak mempunyai pekerjaan dan tempat tinggal tetap. Ketentuan itu dianggap oleh Kepala Kantor Urusan Penduduk, waktu itu Sutan Bachtiar, bisa mengurangi urbanisasi sampai 50%. Rabu pekan lalu, 12 orang anggota Komisi A DPRD DKI, yang salah satu tugasnya adalah Kependudukan, naik kereta api Lebaran ke Jawa-Tengah dan Jawa Timur. Tujuannya, mencari pendekatan agar kedua provinsi ini membantu mengerem arus urbanisasi ke Jakarta. Pada Pemda Jawa Tengah, mereka menyarankan agar bisa diwajibkan pemberian surat keterangan jalan secara selektif. Misalnya, menyarankan agar mereka yang belum punya tujuan jelas ke Ibu Kota membatalkan niatnya. Pemda Jawa Tengah sendiri sudah mewajibkan tiap warga yang bepergian lebih dari seminggu membawa surat jalan dari desanya. Gubernur Jawa Timur Soelarso menegaskan, ia tidak berhak melarang warganya berurbanisasi ke Jakarta. "Lha, mereka ke sana itu cari kerja. Kan yang membutuhkan pembantu rumah tangga ya orang kota juga," katanya. Diah Purnomowati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini